Ada yang Tak Lazim dalam Percepatan Pembahasan Sejumlah RUU
Berita

Ada yang Tak Lazim dalam Percepatan Pembahasan Sejumlah RUU

Potensial melakukan korupsi legislasi.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

“Pelemahan KPK telah berjalan sempurna. Dari berbagai segi, revisi UU KPK secara keseluruhan telah mengikis sifat independensi KPK yang sangat berpengaruh pada kinerja KPK di masa mendatang,” terang Iksan.

 

Senada, Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Agil Oktarial kepada hukumonline menyebutkan adanya proses yang dipaksakan dari drama pengesahan UU KPK. Hal ini bisa dilihat dari ketiadaan revisi UU KPK dalam prolegnas proritas tahunan 2019. DPR dinilai memaksakan pembahasan UU KPK dengan dalil dapat dimasukkan ke dalam daftar kumulatif terbuka.

 

Terhadap tindakan Presiden yang mengeluarkan surpres dalam pembahasan UU KPK, menurut Agil dapat dilaporkan ke Ombudsman Republik Indonesia sebagai tindakan maladministrasi karena bertentangan dengan Undang-Undang 12 Tahun 2011 tentang Pemebentukan Peraturan Perundang-Undangan. “Karena presiden merespon UU yang jelas bertentangan dengan UU nomor 12 Tahun 2011. Makanya kemudian tindakan presiden ini memiliki implikasi hukum itu juga. Karena melakukan mal administrasi,” ungkap Agil.

 

Tidak hanya itu, tindakan Presiden menurut Agil juga dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Masih dengan alasan yang sama. Dikarenakan Presiden bertindak dan bertentangan dengan UU Nomor 12 Tahun 2011.”Yang digugat itu tindakannya bukan surat presiden itu karena surat presiden bukan obyek PTUN,” ujarnya.

 

Lebih jauh, Agil mencium adanya tukar guling dalam pengesahan sejumlah UU belakangan ini. Menurut Agil, ada tukar guling antara pengesahan UU MD3 dengan UU KPK yang terjadi secara berdekatan. Dugaan Agil, dinamika internal DPR terkait keterbelahan sikap untuk pengesahan UU KPK diselesaikan lewat kesepakatan untuk mengesahkan terlebih dahulu UU MD3 yang mana syarat akan kepentingan partai politik di dalamnya.

 

“Saya menduga bahwa barter legislasi, kejahatan legislasi yang terjadi di sana. Makanya UU MD3 ini direvisi kebut semalam. Mendagri datang untuk membahas dengan dihadiri fraksi di DPR, rapatnya sangat cepat, 3 jam saja selesai. Dugaan saya barter sebenarnya,” ungkap Agil.

 

Manajer Advokasi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Aryanto Nugroho menyebut sikap Pemerintah belakangan yang menjadikan regulasi sebagai penyebab terhambatnya investasi di dalam negeri. “Beberapa kali Pemerintah menyampaikan prioritas investasi, dan menyebutkan bahwa regulasi sebagai hambatan terbesar dari investasi,” ujar Aryanto.

Tags:

Berita Terkait