Ada Subjek Hukum yang Dapat Lolos dari Jerat UU Pemilu
Berita

Ada Subjek Hukum yang Dapat Lolos dari Jerat UU Pemilu

Bermula dari politik hukum yang cenderung menomorduakan penegakan hukum pemilu.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Selain itu, UU Pemilu tidak mengatur ketentuan mengenai sanksi pidana terhadap praktik mahar politik. Sebaliknya, UU Pilkada secara terang menyebutkan sanksi pidana terhadap oknum di partai politik yang menerima mahar politik. Pasal 187b UU Pilkada mengancam anggota parpol atau anggota gabungan parpol pidana penjara dan denda yang dengan sengaja melanggar ketentuan penerimaan imbalan sebagaimana dimaksud Pasal 47. Ancamannya pun bisa denda hingga Rp50 miliar.

 

Melihat fenomena kemunduran substansi yang mengatur mengenai politik uang dalam UU Pemilu, menarik melihat kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam proses pembahasan UU Pemilu. Ketua Konstitusi Demokrasi (Kode) Inisiatif, Veri Junaidi menggambarkan proses pembahasan RUU Pemilu di DPR. “Konsen pembahasan itu hanya terkait isu krusial yang berkaitan dengan kepentingan mereka,” ujar Veri.

 

Menurut Veri, ada problem politik hukum pembentukan UU Pemilu. Celah yang hari ini ada dalam UU Pemilu bisa diprediksi karena bobot UU Pemilu yang syarat kepentingan politik. Porsi pembahasan lebih banyak difokuskan pada substansi yang berhubungan langsung dengan kepentingan anggota DPR. Materi desain penegakan hukum pemilu, sebaliknya, tidak mendapatkan porsi yang cukup besar dalam pembahasan. Alhasil, sesuai prediksi Veri, substansi UU Pemilu terkait penegakan hukum tidak sesuai harapan. Veri tak menampik selalu ada tantangan dalam penegakan regulasi. “Sebenarnya dengan regulasi yang lebih luas pun tantangannya akan tetap sulit,” tambah Veri.

 

(Baca juga: Penyebaran Hoax Bukan Pelanggaran Pemilu)

 

Selain persoalan penegakan hukum yang menjadi perhatian, perlu dipikirkan upaya lain. Langkah preventif dan kolaborasi antara Bawaslu, peserta pemilu, dan masyarakat perlu didorong. Veri menilai ada ketidakpercayaan diri dari caleg dalam proses pemilihan anggota legislatif. Akibatnya, politik uang digunakan untuk meraup suara. Untuk mencegah, salah satu yang bisa dilakukan adalah memberi ruang kepada caleg-caleg yang sebelumnya pernah terpilih untuk menyosialisasikan cerita keberhasilan mereka ketika terpilih tanpa menggunakan politik uang. “Dengan begitu caleg bisa diajarkan bahwa untuk menang ada jalan lain tanpa harus politik uang,” tambah Veri.

 

Anggota Komisi II DPR, Andi Mariata, mengamini pentingnya mencegah politik uang. Realitas di lapangan memang membuat sejumlah calon mencari cara untuk meraup suara pemilih, dan itulah realitas lapangan. “Situasi sekarang banyak warga negara menggadaikan hak pilihnya karena sejumlah pemberian. Ini tidak boleh dibiarkan,” ujarnya.

Tags: