Ada Perubahan Paradigma Sistem Ekonomi dalam Konstitusi
Berita

Ada Perubahan Paradigma Sistem Ekonomi dalam Konstitusi

Pengakuan terhadap hak individu secara mutalk merupakan bentuk kapitalisme.

CRT
Bacaan 2 Menit

 

Namun, pada hakekatnya DPD mengusulkan perubahan yang lebih komprehensif. Tidak hanya terkait pasal yang mengatur fungsi DPD, tetapi juga aturan lain yang mencakup aspek hak asasi manusia, kebangsaan, politik dan ekonomi. Wakil ketua DPD Irman Gusman menyatakan bahwa langkah ini merupakan bagian dari pelaksanaan tugas konstitusional DPD.

 

Terkait dengan usulan tersebut, kalangan ekonomi menaruh perhatian pada norma-norma ekonomi kebangsaan. Gagasan amandemen itu mendorong sejumlah ekonom urun rembug. Apalagi selama ini m ereka melihat ada perubahan yang cukup fundamental pada sistem ekonomi Indonesia. Dari yang bercorak sangat kental sosialisnya menjadi sistem ekonomi bernuasan kapitalistik.

 

Setidaknya hal ini diakui oleh Sri Adiningsih. Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM) ini melontarkan pendapatnya ketika menjadi pembicara pada diskusi terbatas yang diselengarakan kelompok kerja Dewan Perwakilan Daerah (DPD)  terkait dengan usulan amandemen kelima UUD 1945 oleh DPD RI, di Jakarta, Sabtu (19/1). Ia menggarisbawahi sistem sosialis dalam ketentuan-ketentuan UUD 1945.

 

Sistem sosialistik itu, kata mantan anggota Tim Ahli Panitia Ad Hoc I MPR RI 2001 lalu itu bisa dilihat dengan adanya pengaturan tentang sistem perekonomian (Pasal 33) dan kesejahteraan sosial (Pasal 34). Pencantuman ketentuan mengenai tata sosial dan tata ekonomi dalam naskah konstitusi ini, sebagimana disebutkan oleh Prof. Jimlly Asshidiqie dalam disertasinya, adalah salah satu ciri khas dalam konstitusi negara-negara yang bercorak sosialistik.

 

Nah, kata Sri Adiningsih, pergeseran sistem ekonomi tersebut, dari sosialis ke kapitalis, ditandai dengan pencantuman asas efisiensi dalam sistem perekonomian. Asas ini tercantum pada Pasal 33 ayat (4) UUD 1945. Selain itu, juga terlihat di Pasal 28 H ayat (4) UUD 1945 tentang pengakuan dan jaminan terhadap hak milik individu dari pengambil alihan secara sewenang-wenang oleh siapapun (termasuk oleh Negara). Unsur kapaitalismenya muncul disini. Aturan tentang Hak milik dan efisiensi tidak ada dalam negara sosialis, tegasnya. Harus diakui bahwa saat ini kehidupan ekonomi kita sudah sangat liberal sekali, tambahnya.

 

Meski demikian, Sri Adiningsih tetap mengakui bahwa masih ada unsur sosialisme dalam UUD 1945 yakni di Pasal 34 tentang Kesejahteraan Sosial. Dengan kondisi seperti ini bisa dikatakan bahwa sistem ekonomi  Indonesia adalah sistem market-socialism dimana tidak hanya didominasi unsur-unsur  sistem kapitalisme tapi juga terdapat aspek sosialisme.

 

Terkait dengan Pasal 34, Sri Adiningsih melihat bahwa pasal ini belum dilaksanakan secara sungguh-sungguh oleh pemerintah. Ia menegaskan bahwa yang terpenting adalah living constitution. Artinya, konstitusi yang benar-benar hidup, tidak hanya teks-teks indah dari surga namun tidak pernah dilaksanakan. Kemudian ia mencontohkan pencantuman kewajiban pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN sebagaimana diamanatkan di Pasal 31 ayat (4) UUD 1945. Pasal tersebut hanya sekedar pajangan saja, tandasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: