Ada Nada Khawatir di Balik Regulasi Waralaba
Fokus

Ada Nada Khawatir di Balik Regulasi Waralaba

Kementerian Perdagangan menerbitkan sejumlah regulasi tentang penyelenggaraan waralaba. Perjanjian waralaba harus menggunakan hukum Indonesia.

FNH/M-15/MYS
Bacaan 2 Menit

Aturan lain berupa pembatasan outlet. Permendag No. 68 mengatur pemberi dan penerima waralaba untuk jenis usaha toko modern hanya boleh mendirikan usaha maksimal 150 gerai. Sedangkan jasa makanan dan minuman dibatasi hingga 250 gerai.

Pemberi dan pewaralaba juga harus memperhatikan UKM setempat. UKM harus diutamakan, dan usaha bisa dilakukan melalui kemitraan. Terbuka peluang bagi pengusaha UKM untuk bekerjasama melalui penyertaan modal, menjadi penerima waralaba, atau memiliki dan mengelola sendiri gerai.

Pasal 7 Permendag No. 07 Tahun 2013 mengatur pemberi waralaba atau penerima waralaba untuk usaha restoran, rumah makan, bar dan kafe wajib menggunakan bahan baku dan peralatan usaha produksi dalam negeri minimal 80 persen.

Melindungi UKM

Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan, menegaskan regulasi waralaba, terutama makanan dan minuman, diterbitkan mendorong perkembangan usaha kecil dan menengah. "Kami ingin menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi waralaba jenis ini, agar tercipta wirausaha dan inovator baru yang kreatif dan profesional sehingga memiliki kemampuan untuk bersaing global," kata Gita.

Pembenahan kebijakan itu, menurut dia, dilatarbelakangi oleh perkembangan dan pertumbuhan waralaba yang signifikan. Pemerintah berharap dapat mempromosikan produk lokal dengan menetapkan kewajiban penggunaan bahan baku, peralatan yang digunakan maupun barang yang dijual.

Senada, Kepala Sub Direktorat Masyarakat Ekonomi ASEAN II Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Darsem Lumban Gaol mengatakan regulasi itu dibuat justru demi mendorong Usaha Kecil Menengah (UKM). UKM akan berada pada posisi yang cukup berbahaya jika tak segera diatur. "Permendag tersebut sebagai langkah Kemendag untuk menyelamatkan UKM dalam pasar tunggal ASEAN 2015 nanti," kata Darsem.

Meskipun demikian, masih ada nada khawatir di kalangan eksekutif dan legislatif. Dirjen Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian Euis Saedah, termasuk yang khawatir waralaba lokal akan tergeser jika tak ada pembataan waralaba asing. Keberlangsungan waralaba nasional tak lepas dari perilaku konsumen yang cenderung membeli produk luar negeri. Jika pasar tunggal ASEAN mulai berjalan, dipastikan produk waralaba luar negeri akan laku keras. Untuk itu, ia mengharapkan masyarkat Indonesia selaku konsumen dapat lebih mencintai produk dalam negeri.

Tags:

Berita Terkait