Ada Kesenjangan Norma dan Praktik Penahanan dalam KUHAP
Utama

Ada Kesenjangan Norma dan Praktik Penahanan dalam KUHAP

Karena ada kelemahan norma dalam KUHAP. Penerapannya menimbulkan ketidakadilan akibat kekeliruan penafsiran aturan di bawahnya dan praktiknya di lapangan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Begitu pula upaya paksa tidak harus didahului dengan penyelidikan. Akibatnya secara substansial mengubah maksud Pasal 21 KUHAP terkait syarat penahanan. Hal itu tertuang dalam Pasal 29 ayat (2) Perkap 6/2019 yang menyebutkan, “Apabila Tersangka tidak ditahan dan dikhawatirkan melarikan diri atau tidak kooperatif, untuk kepentingan penyerahan tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum dapat dilakukan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka”.

Menurutnya, aturan internal kepolisian seperti Perkap yang mengatur teknis penahanan itu alih-alih melengkapi ketentuan teknis soal penahanan, tapi malah bertentangan dengan KUHAP. Misalnya, ketentuan penyelidikan dan penyidikan; pembuatan laporan pidana; memperlemah kontrol dan perlindungan bagi pelapor dan tersangka; dan soal gelar perkara.

Tidak memenuhi syarat formil

Wakil Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan YLBHI Aditia Bagus Santoso melanjutkan sejumlah temuan menjadi penguat riset YLBHI soal praktik penahanan sepanjang 2020. Terdapat praktik penahanan terhadap orang yang berhadapan dengan hukum tidak untuk kepentingan pemeriksaan. Data menunjukan terdapat 93 orang tersangka dewasa. Dia merinci, 72 orang status penahananya diperpanjang untuk 40 hari ataupun 30 hari ke depan sesuai rumusan Pasal 29 KUHAP.

Alasan perpanjangan penahanan terhadap 71 orang itu karena pemeriksaan belum rampung. Kemudian terdapat 103 tersangka yang ditahan, 29 tersangka diantaranya diambil keterangannya setelah dilakukan penahanan. Sedangkan 74 orang tersangka lainnya tak diambil keterangannya, tapi langsung ditahan. Ternyata, keterangan tersebut telah diambil sebelum dilakukan penahanan.

Bagus memaparkan hasil riset YLBHI menemukan adanya penahanan yang tidak memenuhi syarat formil sesuai dengan Pasal 21 KUHAP terutama frasa “dalam hal menimbulkan adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran…”. Namun dalam praktiknya di surat penahanan cenderung penyidikan hanya menuliskan frasa “adanya kekhawatiran”.

“Kalau ‘adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran’ ini tentunya objektif, tentu ada dasar kejadian yang menurut penyidik ini akan menimbulkan kekhawatiran,” ujarnya.

Hasil riset pun menemukan terdapat sejumlah kasus, penyidik yang tidak menyebutkan tempat penahanan ataupun uraian singkat perkara tersangka dalam surat perintah penahanan. Padahal dalam Pasal 21 ayat (2) dijelaskan, “Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang bersangkutan atau didakwakan serta tempat ia ditahan.”

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait