Ada Kekhawatiran dalam Amandemen Konstitusi
Utama

Ada Kekhawatiran dalam Amandemen Konstitusi

Golkar dan Demokrat berpendapat belum perlunya mengamandemen konstitusi untuk mengatur haluan negara karena khawatir materi amandemen melebar ke hal-hal lain. Kalau amandemen hanya menyangkut haluan negara masih dapat diatur melalui UU tersendiri, seperti yang sudah diatur dalam UU 25/2004.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

“Karena itu, dalam pandangan Partai Golkar, tidak ada urgensinya melakukan perubahan UUD Negara RI 1945. Jika hanya terkait soal isu pokok-pokok haluan negara, maka dapat dibuat dalam bentuk UU,” usulnya.

 

Sementara Wakil Ketua MPR dari Fraksi Demokrat Syarief Hasan menegaskan partainya masih memegang pada keputusan awal yakni belum perlunya mengamandemen konstitusi. Sebab, konstitusi hasil amandemen keempat dinilai masih cukup memadai. “Partai Demokrat masih tetap memiliki prinsip bahwa amandemen ini belum pas untuk dilakukan penyempurnaan, karena cukup (memadai, red),” tegasnya.

 

Menurutnya, apapun yang digariskan dalam konstitusi sudah memenuhi harapan masyarakat. Kemudian, publik pun dapat melihat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), Rencana Kerja Pemerintah (RKP) telah dituangkan dan diurai secara detil dalam membantu program kerja presiden dan kepala daerah. Mesti diakui, keputusan yang diambil pemerintah pusat seringkali tidak semua bisa diimplementasikan di tingkat daerah.

 

“Pertanyaannya, apakah ini kita akan selesaikan melalui amandemen atau sistem pemerintahan yang harus kita sempurnakan? Langkah tepat mengurai persoalan koordinasi tersebut cukup melalui UU.”

 

Namun demikian, masih terbuka ruang manakala publik menghendaki perubahan melalui ketetapan (TAP) MPR. Terpenting, bagi Demokrat tidak mengamademen konstitusi. Dia khawatir bila amandemen dilakukan menyeluruh misalnya, dipastikan bakal menyentuh persoalan masa jabatan presiden dan wakil presiden termasuk mekanisme pemilihan presiden dan wakil presiden dipilih langsung atau melalui MPR.

 

Menurutnya, TAP MPR dibuat oleh MPR dan dilaksanakan presiden. Menurutnya, secara implisit terdapat pesan MPR lebih tinggi kedudukannya daripada presiden. Padahal, telah disepakati MPR merupakan lembaga tinggi negara, bukan lembaga tertinggi negara (lagi). Kendati demikian, kata Syarief, MPR terus menyerap aspirasi masyarakat hingga ke kalangan kampus terkait usulan amandemen konstitusi.

 

“Kita tidak boleh salah dalam menentukan sikap, kita tidak boleh salah dalam mengambil keputusan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait