7 Catatan KPA atas Implementasi Kebijakan Turunan UU Cipta Kerja
Terbaru

7 Catatan KPA atas Implementasi Kebijakan Turunan UU Cipta Kerja

Implementasi UU Cipta Kerja telah melahirkan berbagai dampak buruk di lapangan, baik bagi kehidupan petani di wilayah pedesaan maupun kehidupan buruh.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit
 Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika (tengah) dan Ketua Umum KASBI, Sunarno (kanan) saat konferensi pers, Rabu (06/07/2023). Foto: Istimewa
Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika (tengah) dan Ketua Umum KASBI, Sunarno (kanan) saat konferensi pers, Rabu (06/07/2023). Foto: Istimewa

Pengujian Formiil dan Materiil UU No.6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU masuk tahap pemeriksaan persidangan di MK. Sebagai upaya mengawal pelaksanaan sidang, ribuan buruh dan petani yang tergabung dalam Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) bakal demonstrasi di depan gedung MK, Kamis (06/07/2023).

Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika mengatakan sidang tersebut mestinya digelar Rabu (21/06/2023), tapi DPR dan Presiden mangkir dengan alasan belum siap. Dewi menjelaskan KPA dan KASBI bersama Komite Pembela Hak Konstitusional (Kepal) yang terdiri dari 14 organisasi masyarakat sipil telah mengajukan uji formil terhadap UU 6/2023 di MK. Koalisi menilai pemaksaan implementasi UU Cipta Kerja telah melahirkan berbagai dampak buruk di lapangan, baik bagi kehidupan petani di wilayah pedesaan maupun kehidupan buruh.

Di sektor agraria, KPA mencatat berbagai implementasi kebijakan turunan UU 6/2023 semakin memperburuk keadaan petani, nelayan dan masyarakat adat. Dewi menyoroti sedikitnya 7 hal. Pertama, lembaga Bank Tanah yang merupakan produk turunan dari UU 6/2023 telah meningkatkan eskalasi konflik agraria di lapangan. Kementerian ATR/BPN menyatakan luas aset tanah dari Bank Tanah mencapai 10.961 hektar tahun 2023, meningkat drastis dari 4.312 hektar di tahun 2022. 

Praktiknya, pengadaan tanah oleh Bank Tanah dilakukan dengan cara mematok tanah masyarakat sehingga menyebabkan keresahan dikalangan petani dan menyebabkan konflik agraria di berbagai wilayah. “Proses penetapan lokasi dilakukan secara sepihak tanpa melihat kondisi riil yang ada di lapangan,” ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (06/07/2023) kemarin.

Baca juga:

Kedua, lembaga Bank Tanah menghambat agenda reforma agraria. Mengacu Peraturan Pemerintah (PP) No.64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah, Dewi mengatakan objek yang dijadikan aset Bank Tanah ini serupa dengan tanah objek reforma agraria seperti yang tertuang dalam Perpres No.86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Hal itu berpotensi menghambat atau menyelewengkan agenda reforma agraria yang diklaim pemerintah sebagai salah satu agenda prioritas.

Ketiga, meningkatnya ancaman penggusuran dan perampasan tanah atas nama Proyek Strategis Nasional (PSN). Dewi menghitung total uang negara yang digunakan sebagai ganti rugi pengadaan tanah untuk PSN sebesar Rp 90,996 Triliun selama periode 2016-2022. Selama 2021, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengadaan Tanah dan Pembangunan Pertanahan Kementerian ATR/BPN menyebut sudah melakukan pembebasan tanah mencapai 23.000 hektar untuk PSN dan 10.000 hektar non-PSN. Besarnya dana yang dikucurkan dan kemudahan proses pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur melalui peraturan turunan UU Cipta Kerja meningkatkan penggusuran dan perampasan tanah masyarakat.

Tags:

Berita Terkait