7 Catatan KPA atas Implementasi Kebijakan Turunan UU Cipta Kerja
Terbaru

7 Catatan KPA atas Implementasi Kebijakan Turunan UU Cipta Kerja

Implementasi UU Cipta Kerja telah melahirkan berbagai dampak buruk di lapangan, baik bagi kehidupan petani di wilayah pedesaan maupun kehidupan buruh.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

Keempat, kemudahan impor pangan mengancam kedaulatan dan kehidupan petani. Dewi mencatat tahun 2022 pemerintah mengimpor beras sebesar 429.207 ton, namun mendekati pemilu impor beras melonjak hingga dua juta ton sebagai target sampai dengan akhir Desember 2023. Padahal produksi beras nasional pada tahun 2022 mencapai 31,54 juta ton beras, sementara konsumsi nasional 30,2 juta ton, artinya ada surplus 1,3 juta ton sebagaimana data BPS tahun 2022.

Kelima, kebijakan food estate meminggirkan petani. Alih-alih melindungi dan meningkatkan kesejahteraan petani sebagai garda depan pahlawan pangan sebagai jawaban atas krisis pangan yang mengintai selama periode krisis Covid-19, Dewi menyebut pemerintah justru menyerahkan urusan penyediaan pangan nasional kepada korporasi-korporasi besar melalui kebiijakan Food Estate. Laporan Kementerian Pertanian tahun 2023, pengembangan areal Food Estate sudah mencapai 54.527 hektar yang tersebar di delapan kabupaten. Pembangunan dan pengembangan korporasi pangan ini telah menimbulkan perampasan tanah masyarakat dan kerusakan lingkungan di lokasi-lokasi yang telah ditetapkan.

Keenam, pengadaan tanah untuk kawasan Ketahanan Pangan merugikan petani pangan. Dewi menilai agenda kedaulatan pangan sudah sumir sejak disahkannya UU No.18 Tahun 2012 tentang Pangan. Pemerintah berpendapat kedaulatan pangan hanya soal menjaga kesimbangan antara angka cadangan pangan dengan target impor pangan. UU 18/2012 semakin dilemahkan dengan UU 6/2023, di mana cadangan pangan pemerintah dapat berasal dari impor luar negeri bukan lagi hasil produksi dalam negeri.

Ketujuh, kebijakan pengampunan (Forest Amnesty) bagi bisnis ilegal korporasi-korporasi di kawasan hutan. Sejak UU 6/2023 disahkan, hingga April 2023 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengeluarkan 12 Surat Keputusan dengan total perusahaan ilegal sebanyak 2.701, dan luas mencapai 3.372.615 hektar (SK.322/MENLHK/SETJEN/ KUM.1/4/2023). Hal ini berbanding terbalik dengan proses pelepasan kawasan untuk kepentingan redistribusi tanah bagi rakyat yang hingga saat ini masih buntu.

“Bahkan pengusaha sawit dan tambang ilegal di Kalimantan Timur lebih memilih pengampunan melalui revisi RTRW Kalimantan tahun 2023, demi menghindari sanksi berupa denda atas bisnis ilegalnya,” ujar Dewi.

Dampak terhadap perburuhan

Pada kesempatan yang sama Ketua Umum KASBI, Sunarno menyoroti setidaknya 6 hal dampak UU 6/2023 terhadap kondisi perburuhan. Pertama, bertambahnya ketentuan batas waktu maksimal dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Ketentuan batas waktu maksimal PKWT yang semula maksimal paling lama 3 tahun dengan 1 kali perpanjangan kontrak 2 tahun, dengan tambahan maksimal 1 tahun diubah menjadi maksimal 5 tahun.

Kedua, penghapusan pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dilakukan dengan alih daya (outsourcing). Sunarno mencatat kebijakan ini mengakibatkan semua buruh yang bekerja di berbagai jenis pekerjaan dapat dipekerjakan dengan sistem outsourcing atau alih daya. Ketiga, penghapusan variabel ‘kebutuhan hidup layak’ dalam pertimbangan penetapan upah minimum sebagai rujukan penghitungan upah minimum yang berdampak bergesernya konsep perlindungan pengupahan secara luas. Hal ini mengakibatkan kenaikan upah tidak akan pernah mencapai kebutuhan hidup layak.

Keempat, pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi lebih mudah karena pengusaha hanya perlu menyampaikan pemberitahuan PHK kepada buruh tanpa didahului dengan perundingan. Akibatnya, terjadi ledakan jumlah buruh yang mengalami PHK. Kelima, terjadinya Pengurangan hak pesangon kaum buruh, yang sebelumnya dengan perhitungan 2 kali ketentuan atau bisa mencapai 32 bulan gaji. Tapi sekarang diubah melalui UU 6/2023 ini maksimal hanya 1,75 kali ketentuan dengan maksimal perhitungan 25 bulan gaji. Bahkan buruh yang mengalami PHK dengan alasan perusahaaan merugi jumlah pesangonnya dikurangi dari 2 kali menjadi 1 kali ketentuan. Untuk perusahaan yang merugi dan tutup pesangon dipangkas dari 1 kali menjadi 0,5 kali ketentuan.

Keenam, UU 6/2023 semakin mengurangi kendali negara terhadap hubungan kerja. Pasalnya, banyaknya hal yang dikembalikan pada mekanisme kesepakatan para pihak. Seperti soal batas waktu PKWT dan hak istirahat panjang yang bisa disepakati dalam perjanjian kerja. Secara sosiologis-empiris, pengaturan seperti ini sangat merugikan pekerja karena ketimpangan antara pekerja dan pengusaha membuat pekerja tidak memiliki posisi tawar yang cukup dalam melakukan perundingan dua arah secara berkeadilan.

“Catatan-catatan di atas merupakan alasan mengapa UU Cipta Kerja harus segera dicabut, sebab implementasinya di lapangan telah melahirkan berbagai dampak buruk yang yang ditanggung kaum tani, buruh dan rakyat Indonesia,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait