5 Catatan KontraS Terhadap RUU Polri
Utama

5 Catatan KontraS Terhadap RUU Polri

Mulai dari perluasan kewenangan, penyadapan, tidak memperkuat lembaga pengawasan, sampai bertambahnya usia pensiun yang dinilai berpotensi menambah masalah baru.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Dasco menyebut revisi itu dilakukan sebab tahun 2021 lalu DPR telah merevisi UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. Sebagian substansi yang direvisi mengenai usia pensiun dan usia jabatan fungsional di korps adhyaksa itu.

Lantas ada permintaan untuk merevisi UU 2/2002 dan UU No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Tujuannya menyamakan dengan hasil revisi UU 16/2004. "Pada waktu itu juga sudah ada permintaan melakukan revisi Undang-Undang Polri dan TNI agar dapat sama dengan Undang-Undang Kejaksaan tentang masa pensiun dan juga untuk masa berakhirnya jabatan fungsional," ujar Dasco.

Rencana merevisi UU 2/2002 itu juga dikonfirmasi anggota Badan Legislasi DPR Guspardi Gaus. Proses revisi masuk dalam kajian yang dilakukan tim ahli Baleg DPR. Beberapa substansi yang diubah antara lain masa pensiun dan jabatan fungsional.

"Pertama memperpanjang masa pensiun. Kedua, adalah manakala ada kepolisian yang dia pindah dalam jabatan fungsional, di mana-mana kan di K/L, ASN kalau pangkatnya sudah IVA ke atas itu pensiunnya kan bisa diperpanjang kalau dia fungsional atau edukasi menjadi 65 tahun. Kalau dia eselon satu tidak fungsional pensiunnya 60 tahun," ujar dia.

Revisi UU TNI

Kalangan masyarakat sipil juga menyoroti rencana revisi UU 34/2004. Peneliti senior Imparsial, Al Araf mengatakan politik hukum pembentukan UU 34/2004 ditujukan sepenuhnya untuk membentuk TNI yang profesional. Oleh karenanya beleid itu memberi tugas kepada TNI untuk fokus sebagai alat pertahanan negara. Dia menilai UU 34/2004 dibentuk dalam konstruksi politik yang menginginkan Indonesia berada dalam sistem demokrasi.

“Sehingga militer sebagai instrumen pengguna kekerasan yang dikendalikan oleh pemerintahan sipil sepenuhnya ditujukan untuk menjadi profesional,” ujarnya.

Selaras itu tujuan UU 34/2004 ditujukan agar TNI tunduk pada peradilan umum dalam melakukan pidana umum. Tujuannya untuk memperkuat akuntabilitas dan transparansi serta prinsip equality before the law dalam penegakan hukum di Indonesia. Masalahnya, RUU TNI tidak ditujukan untuk membentuk militer Indonesia yang profesional.

Tapi sebaliknya menjadi tidak profesional dan membahayakan demokrasi. Militer tidak boleh diberi ruang untuk kembali dalam kehidupan sosial dan politik. Ketika pintu itu dibuka akan sulit untuk menutupnya. Revisi UU TNI yang dibahas DPR akan menjadi kotak pandora dan ruang baru bagi kembalinya militer dalam fungsi-fungsi di luar pertahanan.

“Hal itu akan membahayakan kehidupan demokrasi, negara hukum, dan HAM,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait