4 Pasal Bermasalah dalam RKUHP bagi Penyandang Disabilitas
Terbaru

4 Pasal Bermasalah dalam RKUHP bagi Penyandang Disabilitas

Masih ada pasal dalam RKUHP yang bermasalah dan tidak mencerminkan perspektif disabilitas, khususnya posisi korban dan soal pertanggungjawaban pidana. Momentum RKUHP seharusnya dijadikan landasan untuk perbaikan hukum pidana yang menghormati hak penyandang disabilitas dan melindungi penyandang disabilitas dari ancaman kekerasan.

Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit

Kemudian, kesalahan pasal selanjutnya yaitu dalam Pasal 492 yang berpotensi diskriminasi terhadap tunawisma. Pasalnya berbunyi, setiap orang yang gelandangan di jalan atau ditempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori 1.

“Sementara itu melihat kenyataan di lapangan, banyak tunawisma yang teridentifikasi memiliki masalah kesehatan jiwa. Hasil observasi PJS dalam setiap 10 hari, Satpol PP bisa membawa 90 ODP. Hal ini bisa meningkatkan stigma keberbahayaan,” ucapnya.

Kemudian, pasal terakhir yang berpotensi bermasalah di kemudian hari adalah pasal mengenai pertanggungjawaban pidana yaitu pada Pasal 38 dan Pasal 39.

Pasal 38 berbunyi, setiap orang yang pada waktu melakukan tindak pidana penyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual, dapat dikurangi pidana dan atau dikenai tindakan.

Sementara itu, Pasal 39 berbunyi, setiap orang yang pada waktu melakukan tindak pidana menyandang disabilitas mental, yang dalam keadaan eksaserbasi akut dan disertai gambaran psikotik dan/atau disabilitas intelektual dengan derajat sedang atau berat, tidak dapat dijatuhi pidana, tetapi dapat dikenai tindakan.

“Satu-satunya syarat orang dapat dikurangi jumlah pidana dan dialihkan ke tindakan, itu hanya berdasarkan status kedisabilitasannya.” Jelas Albert.

Ia berpendapat, bahwa ketika itu diberlakukan secara merata tanpa melihat latar belakang dari orang tersebut atau jenis tindakan yang dilakukan itu, bisa menyebabkan diskriminasi status disabilitas.

“Jika tidak berhati-hati penggunaannya, bisa melestarikan stigma bagi penyandang disabilitas, sehingga perlu penekanan pada kondisi pelakunya bukan dari status kedisabilitasannya,” tegas Albert.

Secara garis besar, masih ada pasal dalam RKUHP yang bermasalah dan tidak mencerminkan perspektif disabilitas, khususnya posisi korban dan soal pertanggungjawaban pidana. Momentum RKUHP seharusnya dijadikan landasan untuk perbaikan hukum pidana yang menghormati hak penyandang disabilitas dan melindungi penyandang disabilitas dari ancaman kekerasan.

“Oleh sebab itu, perlu partisipasi dari organisasi penyandang disabilitas dan penyandang disabilitas itu sendiri dalam pembentukan RKUHP dan pembahasan pertanggungjawaban pidananya,” tutup Albert.

Tags:

Berita Terkait