Teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) saat ini menjadi pilihan banyak orang karena dinilai memudahkan aktivitas manusia. Dalam dunia akademik, penggunaan AI biasanya dimanfaatkan untuk membantu mahasiswa dalam menyusun penulisan karya ilmiah.
Jenis AI yang digunakan adalah aplikasi Chat GPT yang merupakan singkatan dari Generative Pre-Trained Transformer menjadi robot percakapan berbasis AI yang bisa menjawab berbagai pertanyaan.
Namun, penggunaan data dari Chat GPT tersebut sedikit banyak dapat berpotensi melahirkan plagiarisme dan melanggar etika akademik. Untuk menghindari plagiarisme, penggunaan Chat GPT dapat dibatasi hanya untuk membantu mencari bahan penelitian di awal.
Baca Juga:
- Merambahnya AI ke Industri Jasa Hukum Jadi Isu Sorotan Advokat Asia Tenggara
- Law Firm Ini Klaim Jadi yang Pertama Gunakan Generative AI
“Kalau menggunakan platform AI apapun, pastikan dulu bahwa yang kita peroleh itu informasi bukan pengetahuan. Ingat, AI itu hanya menghasilkan informasi, bukan pengetahuan dan pemahaman. Manusialah yang menjadikannya pengetahuan dan tulisan ilmiah dari pemahaman teoritikal,” jelas Danrivanto Budhijanto selaku Pakar Hukum Siber FH Unpad dalam webinar, Rabu (6/9).
Danrivanto mengatakan, AI memainkan data yang telah dibuat oleh algoritma, sehingga dapat menjawab pertanyaan yang ditanyakan, sehingga AI dapat dimasukkan dalam kelompok learning machine dan knowledge platform.
“AI bukan pengetahuan, manusia yang jadi pengetahuannya. Makanya saat manusia ‘diskusi’ dengan AI, manusia harus memasukkan sentuhan manusianya agar dapat maksimal menggunakan AI. Sentuhan manusia ini juga dapat dipakai ketika menilai dan mengidentifikasi apakah sebuah tulisan pakai AI atau tidak,” imbuh dia.