3 Peran Penting Partisipasi Publik dalam Proses Legislasi
Terbaru

3 Peran Penting Partisipasi Publik dalam Proses Legislasi

Sebagai perwujudan demokrasi substantif, mencegah legislasi bermasalah, dan meminimalkan dampak buruk.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Akibatnya masyarakat seolah suaranya tidak didengar, prosedur demokrasi seperti pemilu dan pemilihan kepala daerah juga dijauhi karena ujungnya masyarakat merasa tak ada gunanya memilih. Tantangan yang dihadapi dalam partisipasi selama ini hanya bersifat prosedural, misalnya melalui seminar di beberapa tempat seperti kampus.

Ahli dan pakar yang ada di kampus belum tentu relevan dengan isu yang dibahas. Belum tentu pula memiliki pemahaman terhadap pengalaman seperti masyarakat hukum adat (MHA) atau kelompok masyarakat lain ketika membahas isu tertentu.

Transparansi proses pembahasan dan kemudahan publik mengakses dokumen rancangan peraturan atau UU yang dibahas juga masih menjadi persoalan. Tanpa dokumen tersebut bagaimana mungkin publik bisa memberi masukan yang terbaik. Begitu juga kecukupan waktu pembahasan yang tersedia sangat sempit.

Pengaturan partisipasi publik sebagaimana diatur Pasal 96 UU 13/2022 menurut peneliti senior Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) itu masih menyisakan masalah. Antara lain bentuk partisipasi belum sepenuhnya bersandar pada demokrasi dan HAM. Frasa ‘dapat’ dalam ketentuan itu berpotensi meniadakan partisipasi publik yang bermakna. Pihak yang dilibatkan belum sepenuhnya mengakomodasi prinsip dan dampak dari materi atau muatan.

“Parameter partisipasi bermakna masih minim,” ujarnya.

Bivitri yang konsern pada studi Hukum Tata Negara itu menyimpulkan partisipasi sering ditempatkan sebagai formalitas sehingga meninggalkan esensi partisipasi sebagai proses deliberatif dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Partisipasi itu harus dilihat sebagai alat, bukan tujuan. Transparansi proses pembahasan dan ketersediaan dokumen merupakan proses penting dalam mewujudkan partisipasi publik termasuk membeirkan waktu pembahasan yang cukup.

Pada kesempatan yang sama Kepala Badan Keahlian DPR, Inosentius Samsul berharap keputusan politik anggota legislatif dalam membahas UU berbasis teoritis dan empiris yang kuat. Badan Keahlian berperan untuk mewujudkan hal tersebut. Untuk membenahi kualitas rancangan UU perlu terjalin komunikasi yang baik dengan kementerian atau lembaga terkait.

“Agar pross pengambilan keputusan baik pemerintah dan DPR berbasis data yang cukup. Tagline kami menjembatani dunia akademik dan politik,” imbuhnya.

Tags:

Berita Terkait