3 Organ PBB Ini yang Berwenang Selesaikan Konflik Israel-Palestina
Utama

3 Organ PBB Ini yang Berwenang Selesaikan Konflik Israel-Palestina

Dewan Keamanan (DK), Majelis Umum, dan Sekretariat PBB. Tapi, hak veto yang dipegang 5 anggota tetap DK PBB yakni AS, Inggris, Perancis, Rusia, dan China selama ini menjadi tantangan penyelesaian konflik Palestina-Israel.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Sejarah panjang

Kepala Departemen Hukum Internasional Universitas Padjadjaran Bandung, Prof Atip Latipulhayat, mengatakan konflik Palestina-Israel memiliki sejarah panjang. Awalnya wilayah Palestina berada di bawah kekuasaan kekaisaran Turki. Tapi karena Turki menjadi pihak yang kalah dalam Perang Dunia I, sehingga melemah kendali Turki terhadap wilayah Palestina.

Kala itu, Inggris, Perancis, dan Turki terlibat konflik terkait pembagian wilayah di Timur Tengah, dan untuk wilayah Palestina Inggris menjanjikan untuk merdeka. Kemudian tahun 1917, ada perjanjian Balfour dimana Inggris berjanji mendirikan sebuah negara bagi kaum Yahudi di wilayah Palestina. Perjanjian itu disambut baik gerakan zionis Yahudi sampai akhirnya tahun 1948 Israel mendeklarasikan diri sebagai negara di atas wilayah Palestina.

Atip melihat deklarasi negara Israel itu mendapat dukungan, antara lain dari Amerika Serikat (AS) dan Inggris, sehingga Israel diakui entitasnya sebagai sebuah negara dan menjadi anggota PBB. Berbeda dengan Palestina kendati sudah memenuhi syarat sebagai sebuah negara, dan mendapat pengakuan lebih dari 100 negara, tapi tidak mudah untuk menjadi anggota PBB.

Hampir 2/3 negara menyetujui Palestina untuk masuk sebagai anggota PBB, tapi langkah tersebut selalu terganjal oleh veto yang dilakukan AS. Karena tidak mendapat rekomendasi DK PBB, maka Palestina disebut non-State Members di PBB. Kemudian tahun 2012, Palestina diakui sebagai non member observer state (negara pengamat non anggota).

”Hukum internasional harus adil kepada Palestina, dan harus diakui sebagai negara anggota PBB,” haraprnya.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Diajeng Christianti, mengatakan Mahkamah Internasional pernah menyebut Israel tidak dapat membuktikan alasan mereka dalam melakukan pemindahan paksa terhadap warga Palestina. Pengusiran paksa itu masuk dalam kategori pelanggaran dalam hukum perang karena setelah diusir, wilayah itu kemudian ditempati penduduk Israel. Israel juga pernah disebut melakukan kejahatan perang karena menyerang kapal bantuan kemanusiaan untuk Palestina.

Tapi tidak mudah untuk mengadili pelanggaran yang dilakukan Israel itu. Christi menyebut Palestina telah mengajukan permohonan kepada Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk mengusut dugaan pelanggaran yang dilakukan Israel terhadap Palestina terutama yang terjadi di wilayah Tepi Barat dan Gaza. Ada sejumlah tantangan yang akan dihadapi dalam proses investigasi yang dilakukan ICC, antara lain wilayah yang akan diinvestigasi itu berada di bawah penguasaan Israel.

“Seperti kasus di Kenya dimana ICC terkendala karena Presiden Kenya yang diduga sebagai pelaku menolak ICC masuk,” katanya.

Tags:

Berita Terkait