3 Catatan Penting Centra Initiative dalam Debat Cawapres Kedua
Melek Pemilu 2024

3 Catatan Penting Centra Initiative dalam Debat Cawapres Kedua

Cawapres Muhaimin Iskandar dan Moch Mahfud MD diapresiasi karena membawa debat ke arah yang substantif, bukan terminologi dan gimik.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Alih-alih berhasil dengan panen yang berlimpah, tapi food estate terutama di Kalimantan Tengah tak berbuah hasil. Bahkan memberi dampak terhadap lingkungan hidup dan keuangan negara. Tapi Aal melihat dalam debat Gibran mengklaim kebijakan food estate berhasil.  “Kalau food estate dibilang berhasil itu dari mananya? Harus ada yang bertanggungjawab, KPK dan BPK harus melakukan audit keuangan program ini,” usulnya.

Ketiga, publik di ranah media sosial menilai dalam debat itu Gibran tidak menunjukkan etika yang baik. Hal itu dilihat dari serangan yang dilontarkan Gibran kepada Cawapres lain di debat dengan menggunakan terminologi dan gimik, bukan menyentuh substansi. Strategi yang digunakan Gibran itu dinilai untuk menutupi ketidakpahamannya terhadap tema dan isu yang diperdebatkan.

Gibran seolah membaca hafalan sehingga ketika ada lawan debatnya menjawab pertanyaan yang tidak sesuai dengan jawaban yang sudah ditentukannya maka dianggap salah. Pertanyaan dan jawaban yang lebih substantif menurut Aal disampaikan Cawapres Muhaimin dan M Mahfud MD.

Misalnya M Mahfud MD, bertanya kepada Gibran soal data impor pangan yang menunjukkan trennya semakin meningkat. Padahal di awal pemerintahan Presiden Jokowi berjanji tidak akan impor pangan. Sayangnya hal itu tidak dijawab Gibran. “Saya mengapresiasi Muhaimin dan Mahfud menarik diskusi pada isu substansial bukan terminologi. Ini kan bukan cerdas cermat,” tegasnya.

Pada kesempatan yang sama Manager Kampanye Urban dan Energi Walhi, Dwi Sawung, menegaskan sebelum debat berlangsung kalangan masyarakat sipil sudah menyuarakan food estate mengalami kegagalan. Kebijakan itu sangat memprihatinkan karena menggunakan anggaran yang besar dan lahan yang luas. Walau gagal tapi pemerintah terlihat malah berencana memperluas program food estate ke wilayah Nusa Tenggara Timur dan Papua.

Begitu juga soal pangan, Sawung menilai konsep yang ditawarkan Gibran jauh mundur ke belakang di era revolusi hijau yang berujung pada kerusakan lingkungan. Misalnya perluasan lahan, menggunakan pupuk secara masif dan lainnya. Kemudian terminologi greenflation yang disebut Gibran menggambarkan para pendukungnya kebanyakan pihak yang tidak pro lingkungan hidup. Istilah itu menyebut tingginya harga energi terbarukan, padahal harga itu sudah termasuk biaya dari dampak lingkungan yang selama ini tidak dihitung dalam komponen harga.

“Para kandidat Cawapres dalam debat luput mempersoalkan UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya yang berdampak pada pelemahan perlindungan lingkungan hidup,” pungkas Sawung.

Tags:

Berita Terkait