3 Catatan Penting Centra Initiative dalam Debat Cawapres Kedua
Melek Pemilu 2024

3 Catatan Penting Centra Initiative dalam Debat Cawapres Kedua

Cawapres Muhaimin Iskandar dan Moch Mahfud MD diapresiasi karena membawa debat ke arah yang substantif, bukan terminologi dan gimik.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Tiga Cawapres dalam debat yang digelar KPU di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Minggu (21/1/2024). Foto: CR 29
Tiga Cawapres dalam debat yang digelar KPU di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Minggu (21/1/2024). Foto: CR 29

Debat Calon Wakil Presiden (Capwapres) ke dua yang digelar pada Minggu (21/1/2024) berlangsung sengit, kendatipun terdapat gimik. Tema yang dibahas dalam debat kedua Cawapres itu meliputi pembangunan berkelanjutan, lingkungan hidup, sumber daya alam, energi, pangan, agraria dan masyarakat adat dan desa. Debat tersebut menuai perhatian masyarakat, terutama dari kalangan organisasi masyarakat sipil.

Ketua Badan Pekerja Centra Initiative, Al Araf, mencatat setidaknya ada 3 poin utama dalam debat Cawapres kedua. Pertama, Cawapres nomor urut 1 dan 3 yakni Muhaimin Iskandar dan Moch Mahfud MD menyoal tentang agenda reforma agraria yang sangat penting. Al Araf mengatakan reforma agraria sudah sejak lama dan sampai kini terus disuarakan berbagai organisasi masyarakat sipil. Bahkan MPR tahun 2000 sudah memandatkan kepada pemerintah dan negara untuk melaksanakan agenda tersebut.

Mandeknya program reforma agraria menyebabkan persoalan ketimpangan kepemilikan agraria dan tanah di Indonesia semakin lebar dan tak kunjung tuntas. Perusahaan bisa mudah mendapatkan banyak lahan untuk digarap, tapi kalangan masyarakat biasa seperti petani kesulitan mendapat lahan. Bahkan mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), rumah tangga petani hanya menguasai kurang dari 0,5 hektar lahan.

“Ini fakta ketimpangan agraria dan tanah di Indonesia menjadi persoalan serius,” katanya dalam diskusi Selasa (23/01/2024).

Baca juga:

Pria yang disapa Aal itu mencatat dalam debat Mahfud MD menyebut ada 4 tahap utama reforma agraria yang belum berjalan salah satunya distribusi lahan. Masa orde baru membuat program lain yang berdampak mandeknya reforma agraria. Muhaimin Iskandar juga membahas soal reforma agraria dan hanya Cawapres dari pasangan calon nomor urut 2 yakni Gibran Rakabuming Raka yang tidak mengulas isu reforma agraria.

Kedua, kebijakan food estate yang dinilai publik gagal. Aal berpendapat kegagalan food estate bisa dilihat dari beberapa hal antara lain orotitas yang ditunjuk Presiden Joko Widodo untuk melaksanakan kebijakan itu tidak tepat yakni Kementerian Pertahanan. Sebagaimana diketahui Menteri Pertahanan saat ini adalah Prabowo Subianto yang merupakan Capres nomor urut 2.

Alih-alih berhasil dengan panen yang berlimpah, tapi food estate terutama di Kalimantan Tengah tak berbuah hasil. Bahkan memberi dampak terhadap lingkungan hidup dan keuangan negara. Tapi Aal melihat dalam debat Gibran mengklaim kebijakan food estate berhasil.  “Kalau food estate dibilang berhasil itu dari mananya? Harus ada yang bertanggungjawab, KPK dan BPK harus melakukan audit keuangan program ini,” usulnya.

Ketiga, publik di ranah media sosial menilai dalam debat itu Gibran tidak menunjukkan etika yang baik. Hal itu dilihat dari serangan yang dilontarkan Gibran kepada Cawapres lain di debat dengan menggunakan terminologi dan gimik, bukan menyentuh substansi. Strategi yang digunakan Gibran itu dinilai untuk menutupi ketidakpahamannya terhadap tema dan isu yang diperdebatkan.

Gibran seolah membaca hafalan sehingga ketika ada lawan debatnya menjawab pertanyaan yang tidak sesuai dengan jawaban yang sudah ditentukannya maka dianggap salah. Pertanyaan dan jawaban yang lebih substantif menurut Aal disampaikan Cawapres Muhaimin dan M Mahfud MD.

Misalnya M Mahfud MD, bertanya kepada Gibran soal data impor pangan yang menunjukkan trennya semakin meningkat. Padahal di awal pemerintahan Presiden Jokowi berjanji tidak akan impor pangan. Sayangnya hal itu tidak dijawab Gibran. “Saya mengapresiasi Muhaimin dan Mahfud menarik diskusi pada isu substansial bukan terminologi. Ini kan bukan cerdas cermat,” tegasnya.

Pada kesempatan yang sama Manager Kampanye Urban dan Energi Walhi, Dwi Sawung, menegaskan sebelum debat berlangsung kalangan masyarakat sipil sudah menyuarakan food estate mengalami kegagalan. Kebijakan itu sangat memprihatinkan karena menggunakan anggaran yang besar dan lahan yang luas. Walau gagal tapi pemerintah terlihat malah berencana memperluas program food estate ke wilayah Nusa Tenggara Timur dan Papua.

Begitu juga soal pangan, Sawung menilai konsep yang ditawarkan Gibran jauh mundur ke belakang di era revolusi hijau yang berujung pada kerusakan lingkungan. Misalnya perluasan lahan, menggunakan pupuk secara masif dan lainnya. Kemudian terminologi greenflation yang disebut Gibran menggambarkan para pendukungnya kebanyakan pihak yang tidak pro lingkungan hidup. Istilah itu menyebut tingginya harga energi terbarukan, padahal harga itu sudah termasuk biaya dari dampak lingkungan yang selama ini tidak dihitung dalam komponen harga.

“Para kandidat Cawapres dalam debat luput mempersoalkan UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya yang berdampak pada pelemahan perlindungan lingkungan hidup,” pungkas Sawung.

Tags:

Berita Terkait