10 LSM akan Ajukan Judicial Review UU Sumber Daya Air
Utama

10 LSM akan Ajukan Judicial Review UU Sumber Daya Air

Baru lahir beberapa bulan, UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA) langsung diminta agar di-judicial review oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sekitar 10 pasal undang-undang tersebut diminta untuk tidak diberlakukan

Tri
Bacaan 2 Menit
10 LSM akan Ajukan <i>Judicial Review</i> UU Sumber Daya Air
Hukumonline
Dalam draf permohonan yang disiapkan, tercatat wakil dari sepuluh LSM yang menjadi pemohon. Kesepuluh wakil pemohon itu adalah: Munarman (YLBHI), Ifdhal Kasim (Elsam), El. Anna Marsiana (YBKS), Hermanu Triwidodo (Yayasan Field Indonesia), Wadah Hafidz (UPC), Emmy Ratna Diyanto (Yayasan Gemi Nastiti Salatiga), Moh. Rasi Wangsa (JKTI), Sarijo (Lestari Mandiri), Anton Waspo (ISARL) dan Parwanto (Serikat Tani Merdeka).

Menyalahi prosedur

Sementara itu, Nila Ardhianie dari Indonesia Forum on Globalization yang turut membantu tim advokasi menyatakan, alasan pengajuan judicial review UU SDA, salah satunya karena UU SDA berpotensi memicu konflik antar masyarakat. Ia mencontohkan, dengan lahirnya UU SDA, fungsi sosial air menjadi hilang, karena air sudah menjadi barang komersial.

Oleh karenanya, lanjut Nila, UU SDA telah melanggar Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 UUD 1945. Secara tegas UUD 1945, telah mengamanatkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. "Tetapi dengan lahirnya UU SDA, kebutuhan air sebagai kebutuhan pokok makin tidak bisa dipenuhi. Masyarakat jadi kesulitan untuk mendapatkan akses sumber air," cetus Nila.

Kemudian secara substansial, UU SDA dinilai telah melanggar UUD 1945 dan proses pembentukannya juga melanggar tata cara yang berlaku. Menurut para pemohon dalam drafnya, hal ini bisa dilihat dari tidak dilakukannya voting terbuka yang seharusnya dilakukan rapat paripurna DPR ketika menetapkan RUU SDA menjadi UU

Berdasarkan tata tertib DPR (Pasal 193), kalau ada anggota DPR yang tidak setuju terhadap keputusan yang diambil dalam rapat paripurna maka dilakukan voting secara terbuka. Pada saat pengambilan keputusan untuk menyetujui RUU SDA, ada tujuh anggota dewan yang berkeberatan dan mengeluarkan nota keberatan (minderheidsnota,) tetapi tetap tidak dilakukan voting.

judicial review 

Namun diantara nama-nama tersebut, tidak ada satupun petani atau warga masyarakat perorangan yang merasa dirugikan menjadi pemohon. Padahal, orang yang dirugikan secara langsung oleh suatu undang-undang, memiliki legal standing yang lebih kuat untuk mengajukan judicial review ke MK.

Ketika ditanya kemungkinan permohonan akan ditolak, karena tidak ada perorangan ataupun lembaga yang langsung dirugikan atas lahirnya UU SDA oleh MK, Patra Zein, salah seorang aktivis dari tim Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRUHA), menyadari hal itu bisa saja terjadi. Tapi ia berargumen, berdasarkan UU Pokok-Pokok Kesejahteraan Sosial, UU Lingkungan Hidup, UU Kehutanan, dan UU Hak Asasi Manusia, para pemohon punya hak untuk mengajukan judicial review atas UU SDA.

Namun begitu, Patra mengemukakan, sampai saat ini pihaknya masih terus berupaya mencari masukan dari berbagai pihak dan seluruh elemen masyarakat. Selain itu, ia juga menegaskan bahwa tidak tertutup kemungkinan siapapun, baik itu petani atau warga masyarakat manapun yang dirugikan hak konstitusinya atas lahirnya UU SDA, bisa bergabung menjadi pemohon.

Mengenai rencana pengajuan judicial review, Patra mengungkapkan bahwa permohonannya akan diajukan pada 2 Juni mendatang. "Kami mengajukan judicial review, karena kami menilai UU (UU SDA,red) mengabaikan suara kebatinan para pembentuk republik," ujarnya.

Dalam draf permohonannya, pasal-pasal dalam UU SDA yang dimintakan untuk di judicial review adalah: pasal 6 ayat 3, pasal 8 ayat 2 huruf c, pasal 9 ayat 1, pasal 29 ayat 3, 4, 5, pasal 38 ayat 2, pasal 40 ayat 1, 4, dan ayat 7, pasal 45 ayat 3 dan ayat 4, pasal 46 ayat 2, pasal 91 serta pasal 92 ayat 1, 2,dan ayat 3.

Tags: