Menyalahi prosedur
Sementara itu, Nila Ardhianie dari Indonesia Forum on Globalization yang turut membantu tim advokasi menyatakan, alasan pengajuan judicial review UU SDA, salah satunya karena UU SDA berpotensi memicu konflik antar masyarakat. Ia mencontohkan, dengan lahirnya UU SDA, fungsi sosial air menjadi hilang, karena air sudah menjadi barang komersial.
Oleh karenanya, lanjut Nila, UU SDA telah melanggar Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 UUD 1945. Secara tegas UUD 1945, telah mengamanatkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. "Tetapi dengan lahirnya UU SDA, kebutuhan air sebagai kebutuhan pokok makin tidak bisa dipenuhi. Masyarakat jadi kesulitan untuk mendapatkan akses sumber air," cetus Nila.
Kemudian secara substansial, UU SDA dinilai telah melanggar UUD 1945 dan proses pembentukannya juga melanggar tata cara yang berlaku. Menurut para pemohon dalam drafnya, hal ini bisa dilihat dari tidak dilakukannya voting terbuka yang seharusnya dilakukan rapat paripurna DPR ketika menetapkan RUU SDA menjadi UU
Berdasarkan tata tertib DPR (Pasal 193), kalau ada anggota DPR yang tidak setuju terhadap keputusan yang diambil dalam rapat paripurna maka dilakukan voting secara terbuka. Pada saat pengambilan keputusan untuk menyetujui RUU SDA, ada tujuh anggota dewan yang berkeberatan dan mengeluarkan nota keberatan (minderheidsnota,) tetapi tetap tidak dilakukan voting.