Dari Sofia, Bulgaria, semangat keterbukaan itu bermula. Pada 28 September 2002, dari kota ini bergema apa yang kini dikenal sebagai Right to Know Daya (RTKD). Organisasi kebebasan informasi yang berasal dari seluruh dunia membentuk jaringan advokasi kebebasan informasi. Hingga kini, lebih dari 120 negara telah mengakui kebebasan memperoleh informasi dalam konstitusi dan/atau undang-undang nasional.
Delapan tahun setelah pertemuan Sofia tersebut, Indonesia berhasil mengundangkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Sebagaimana Undang-Undang sejenis di luar negeri (Freedom of Information Act atau Right to Information Law), regulasi ini menganut prinsip maximum access limited exemption. Pada dasarnya semua informasi bersifat terbuka, kecuali informasi rahasia yang jumlahnya terbatas.
Di Indonesia, prinsip senada bukan hanya diatur dalam UU KIP, tetapi juga undang-undang lain. Simak misalnya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP). Warga negara diberikan hak untuk mengakses informasi mengenai pemerintahan, sedangkan badan atau pejabat pemerintahan wajib membuka akses dokumen pemerintahan kepada setiap warga masyarakat kecuali dinyatakan lain oleh undang-undang. Pasal 51 ayat (2) UUAP menegaskan akses dokumen pemerintahan tidak berlaku jika dokumen itu termasuk kategori rahasia negara atau melanggar kerahasiaan pihak ketiga.
Rujukan pokok untuk memahami kerahasiaan informasi adalah UU KIP, yang membedakan informasi bersifat rahasia ke dalam 10 kategori. Memahami kerahasiaan ini penting karena setiap pihak yang membocorkan atau menyalahgunakan informasi rahasia dapat terkena masalah hukum. Berikut ini diuraikan kesepuluh kategori informasi rahasia tersebut.
