Apakah ada dasar hukum penjaga rutan bisa melakukan tindak penyiksaan terhadap tahanan? Kasusnya abang saya dituduh melakukan pencurian uang di m-banking tahanan lainnya yang satu sel dengan abang saya, sedangkan dalam satu sel itu terdapat beberapa tahanan, dan abang saya disiksa oleh penjaga tahanan untuk mengakui bahwa dia yang melakukan pencurian itu. Dan yang membuat saya makin bingung kenapa tahanan yang menuduh abang saya ini bisa menggunakan handphone di dalam penjara? Mohon penjelasannya apakah yang dilakukan penjaga tahanan ini tidak bertentangan dengan undang-undang? Dan apakah diperbolehkan seorang narapidana menggunakan handphone di dalam penjara?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Mengenai penganiayaan fisik yang dilakukan oknum penjaga rumah tahanan negara (rutan), hal ini tidak dibenarkan oleh hukum. Penjaga rutan melakukan tugas dan fungsinya untuk melakukan pelayananan, pembinaan, dan pembimbingan terhadap warga binaan, sehingga tidak ada ketentuan hukum memperbolehkan oknum tersebut melakukan tindak pidana kekerasan. Penganiayaan terhadap tahanan merupakan pelanggaran kode etik pegawai pemasyarakatan yang diatur dalam Permenkumham 16/2011.
Selain itu, penjaga rutan yang melakukan kekerasan/menyiksa tahanan juga dapat dijerat pasal penganiayaan dalam KUHP lama yang masih berlaku, dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku pada tahun 2026.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Sanksi Penjaga Rutan yang Menyiksa Tahanan yang dibuat oleh Theo Evander, S.H. dari Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron dan dipublikasikan pada 31 Januari 2022.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Pelanggaran Kode Etik Pegawai Pemasyarakatan
Penjaga rumah tahanan negara (“rutan”) atau biasa disebut sebagai petugas rutan, memiliki tugas dan fungsi yang diatur dalam Pasal 1 angka 3 PP 58/1999 sebagai berikut:
Petugas RUTAN/Cabang Rutan adalah Petugas Pemasyarakatan yang diberi tugas untuk melakukan perawatan terhadap tahanan di RUTAN/Cabang Rutan.
Pegawai pemasyarakatan atau penjaga rutan sesungguhnya melakukan tugas dan fungsinya untuk melakukan pelayananan, pembinaan terhadap warga binaan rutan/pemasyarakatan sehingga tidak ada ketentuan hukum yang memperbolehkan oknum tersebut melakukan hal di luar dari pedoman dalam menjalankan profesinya, khususnya melakukan tindak pidana kekerasan secara fisik. Hal ini diatur secara khusus dalam Pasal 4 Permenkumham 16/2011 yang berbunyi:
1. Setiap Pegawai Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas kedinasan dan pergaulan hidup sehari-hari wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam:
a. Berorganisasi;
b. Melakukan pelayanan terhadap masyarakat;
c. Melakukan pelayanan, pembinaan, dan pembimbingan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan;
d. Melakukan pengelolaan terhadap benda sitaan dan barang rampasan;
e. Melakukan hubungan dengan aparat hukum lainnya; dan
f. Kehidupan bermasyarakat, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
2. Setiap Pegawai Pemasyarakatan wajib mematuhi, mentaati, dan melaksanakan etika sebagaimana diatur pada ayat (1).
Lebih lanjut, dijelaskan juga dalam Pasal 7 huruf a Permenkumham 16/2011, bahwa yang dimaksud dengan etika pegawai pemasyarakatan dalam melakukan pelayanan, pembinaan, dan pembimbingan terhadap warga binaan pemasyarakatan, yaitu:
Menghormati harkat dan martabat Warga Binaan Pemasyarakatan, meliputi:
menghormati hak Warga Binaan Pemasyarakatan;
menjauhkan diri dari segala bentuk tindak kekerasan dan pelecehan;
menghormati dan menjaga kerahasiaan Warga Binaan Pemasyarakatan; dan
selalu ramah dan sopan dalam berinteraksi dengan Warga Binaan Pemasyarakatan.
Sedangkan sanksi etik bagi oknum pegawai pemasyarakatan yang diduga melakukan pelanggaran kode etik diatur dalam Pasal 25 Permenkumham 16/2011, yaitu:
1. Pegawai pemasyarakatan yang melakukan pelanggaran kode etik dikenakan sanksi moral.
2. Sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dan dinyatakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
3. Sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. pernyataan secara tertutup; atau
b. pernyataan secara terbuka.
4. Dalam hal pegawai pemasyarakatan dikenai sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disebutkan kode etik yang dilanggar oleh Pegawai Pemasyarakatan tersebut.
5. Pejabat Pembina Kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mendelegasikan wewenang kepada pejabat lain di lingkungannya sampai dengan pangkat paling rendah pejabat struktural eselon IV sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Karena telah kami sebutkan di awal bahwa penjaga rutan juga merupakan petugas pemasyarakatan, maka menurut hemat kami sanksi di atas dapat dikenakan kepada penjaga rutan yang melakukan kekerasan terhadap tahanan.
Sanksi Pidana Penjaga Rutan yang Melakukan Penyiksaan Fisik
Selain sanksi etik, pada dasarnya, seseorang yang melakukan kekerasan dapat dijerat pasal penganiayaan. Jika penganiayaan menyebabkan luka berat dan mati, maka pelaku dapat dijerat Pasal 351 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 466 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1] yaitu tahun 2026.
Pasal 351 KUHP
Pasal 466 UU 1/2023
Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.[2]
Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.
Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Setiap orang yang melakukan penganiayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta.[3]
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
Termasuk dalam penganiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan yang merusak kesehatan.
Percobaan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dipidana.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Sebagai informasi, jika tindak pidana merupakan penganiayaan ringan, maka pelaku dapat dijerat Pasal 352 KUHP atau Pasal 471 UU 1/2023. Pada intinya, tindak pidana disebut penganiayaan ringan karena penganiayaan ini tidak menyebabkan luka atau penyakit dan tidak menyebabkan korban tidak bisa menjalankan aktivitas sehari-harinya.
Pasal 352 KUHP
Pasal 471 UU 1/2023
Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama 3 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4.5 juta.[4]
Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.
Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Selain penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 467 dan Pasal 470, penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan profesi jabatan atau mata pencaharian, dipidana karena penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta.[5]
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap orang yang bekerja padanya atau menjadi bawahannya, pidananya dapat ditambah 1/3.
Percobaan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dipidana.
Dengan demikian, apabila abang Anda telah mengalami penganiayaan oleh petugas rutan, kami menyarankan agar abang Anda segera membuat pengaduan kepada pejabat rutan yang berwenang dalam melakukan pengawasan. Selain itu, Anda dapat segera melaporkan ke Kepolisian terkait adanya dugaan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh seorang oknum petugas rutan. Selanjutnya mengenai cara melapor tindak pidana ke polisi dapat Anda baca di Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya.
Larangan Tahanan Membawa Handphone
Menjawab pertanyaan Anda berikutnya, pada dasarnya, setiap tahanan yang berada di lingkungan rutan memiliki kewajiban dan larangan.[6] Salah satu larangannya adalah tahanan dilarang memiliki, membawa, atau menggunakan alat komunikasi atau alat elektronik.[7] Sehingga, tahanan dilarang untuk memiliki dan menggunakan handphone.
Kemudian, tahanan yang memiliki, membawa, atau menggunakan alat komunikasi atau alat elektronik berpotensi dijatuhi sanksi tingkat berat,[8] berupa:[9]
penempatan dalam sel pengasingan paling lama 12 hari; atau
penundaan atau pembatasan hak bersyarat.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.