4 Catatan ICW dalam Kasus Dugaan Korupsi PT Timah
Terbaru

4 Catatan ICW dalam Kasus Dugaan Korupsi PT Timah

Seperti kasus tersebut memperpanjang praktik buruk tata kelola sektor ekstraktif, hingga mendorong Kejaksaan Agung untuk memasukkan aspek kerusakan lingkungan dalam kalkulasi kerugian yang ditimbulkan dari kasus korupsi PT Timah.

Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit
Koordinator Korupsi Politik ICW, Egi Primayogha. Foto: Istimewa
Koordinator Korupsi Politik ICW, Egi Primayogha. Foto: Istimewa

Penyidik Kejaksaan Agung telah resmi menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus dugaan korupsi di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah periode 2015-2022. Kasus korupsi hasil tambang itu menunjukan betapa tata kelola yang sedemikian buruk. Karenanya diperlukan pengawalan ketat terhadap perhitungan kerugian negara maupun kerusakan lingkungan. Serta pengembangan kasus yang boleh jadi menjerat tersangka lainnya.

Koordinator Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha mengatakan hasil identifikasi lembaga tempatnya bernaung, setidaknya memiliki empat catatan. Pertama, kasus korupsi PT Timah memperpanjang praktik buruk tata kelola sektor ekstraktif. Setidaknya ICW mencatat sepanjang 2004-2015, negara sudah mengalami kerugian sebesar Rp5,7 triliun. Itupun hanya berasal dari penyelundupan  timah secara ilegal akibat tidak dibayarkannya royalti dan pajak PPh Badan.

“Apabila dirata-rata selama kurun waktu 12 tahun tersebut, negara kecolongan timah ilegal sebanyak 32,473 ton/tahun,” ujarnya melalui keterangan persnya, Rabu (1/5/2024).

Kedua, perlu adanya pengembangan kasus untuk menjerat aktor lain sebagai tersangka. Menurutnya, Aapabila melihat komposisi dari 16 tersangka yang telah ditetapkan kejaksaan sebelumnya, mayoritasnya berlatar belakang direktur di perusahaan smelter. Padahal, kasus korupsi pertambangan kerap melibatkan aktor lain seperti pemerintah maupun aparat penegak hukum.

Baca juga:

Dalam praktik pertambangan ilegal, aparat penegak hukum diduga acapkali menerima setoran dari aktivitas tambang untuk membiarkan operasi perusahaan tetap berjalan lancar. Modus tersebut pernah diungkap oleh mantan anggota Polres Samarinda, Ismail Bolong.  Malahan boleh jadi modus serupa memperlancar lancung dalam kasus PT Timah.

Dalam praktiknya, perusahaan-perusahaan ‘boneka’ mengambil bijih timah secara ilegal untuk kemudian dikirimkan ke perusahaan smelter yang sudah setuju bersekongkol. Praktik yang terjadi berulang kali tersebut nyaris mustahil luput dari pengawasan otoritas. Karenanya patut diduga operasi penambangan ilegal tersebut melibatkan aktor lain di luar aktor swasta.

Tags:

Berita Terkait