Hak Waris Perempuan Muslim yang Pindah Agama
Bacaan 5 Menit
PERTANYAAN
Apakah perempuan muslim yang kawin keluar (agama Islam) dan pindah agama berhak mewaris?
Pro
Pusat Data
Koleksi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang sistematis serta terintegrasi
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab gratis tentang berbagai isu hukum
Berita
Informasi dan berita terkini seputar perkembangan hukum di Indonesia
Jurnal
Koleksi artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk referensi penelitian Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Bacaan 5 Menit
Apakah perempuan muslim yang kawin keluar (agama Islam) dan pindah agama berhak mewaris?
Dalam penjelasan Anda tidak diberitahukan yang Anda dimaksud berhak mewaris maksudnya sebagai ahli waris dari orangtuanya atau dari suaminya.
Dalam hal menjadi ahli waris dari orangtuanya, kita harus melihat terlebih dahulu ketentuan ahli waris berdasarkan Hukum Islam. Berdasarkan Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam, yang berhak menjadi ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan di atas, perempuan tersebut tidak berhak mendapatkan warisan dari orangtuanya. Akan tetapi sebagaimana pernah juga dijelaskan dalam artikel yang berjudul Bagaimana Hak Waris Anak Tunggal yang Pindah Agama?, Mahkamah Agung RI telah mengeluarkan Putusan No. 368.K/AG/1995, tanggal 16 Juli 1998 yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan telah menjadi yurisprudensi mengenai harta warisan pewaris Islam bagi anak muslim dan non muslim.
Selain itu, terdapat juga Putusan Mahkamah Agung RI No: 51K/AG/1999, tanggal 29 September 1999 yang intinya menyatakan bahwa ahli waris yang beragama non-muslim tetap bisa mendapat harta dari pewaris yang beragama Islam. Ahli waris yang tidak beragama Islam tetap mendapatkan warisan dari pewaris yang bergama Islam berdasarkan “Wasiat Wajibah” yang bagiannya sama dengan bagian anak perempuan sebagai ahli waris. Yang dimaksud wasiat wajibah adalah wasiat yang walaupun tidak dibuat secara tertulis atau lisan namun tetap wajib diberikan kepada yang berhak atas warisan dari Pewaris.
Hal tersebut berlaku juga untuk pembagian warisan dari pewaris suami muslim kepada istrinya yang non-muslim. Dalam artikel yang berjudul Isteri Beda Agama Berhak Dapat Warisan Suami dikatakan bahwa mereka yang berbeda agama dengan pewaris tetap berhak mendapat bagian yang disebut wasiat wajibah. Isteri non-muslim yang ditinggal mati suami muslim memang tidak termasuk ahli waris, tetapi ia mendapat wasiat wajibah dari harta warisan suaminya. Jumlahnya pun sebanyak porsi waris isteri.
Sebagai referensi mengenai waris dalam Hukum Islam, Anda dapat membaca beberapa artikel berikut ini:
1. Prinsip Pewarisan Menurut KUH Perdata dan Hukum Islam;
2. Orang-orang yang Terhalang Mendapat Warisan Menurut Hukum Islam;
3. Hak Waris Anak Perempuan dan Anak Laki-laki;
4. Ketentuan Waris Anak Hasil Incest Menurut Hukum Islam;
5. Hak Waris Anak Adopsi Menurut Hukum Barat dan Hukum Islam.
Sedangkan, apabila yang Anda maksud adalah perempuan tersebut pindah agama karena menikah (dalam artian beragama yang sama dengan suaminya, yaitu non-muslim), maka perempuan tersebut berhak mewaris dari suaminya (jika suaminya meninggal terlebih dahulu) berdasarkan Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini.
Bila keluarga sedarah dan suami atau isteri yang hidup terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
2. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
KLINIK TERBARU
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?