Saya menjual barang berupa kaos dengan harga Rp. 65.000, lalu ada salah satu konsumen yang memesan dan mencapai kesepakatan untuk membeli kaos yang saya jual. Karena online, sedangkan letak kami berjauhan saya di Solo, pembelinya di Bekasi, lalu kami sepakat barang dikirim melalui JNE 1 hari sampai dengan fee Rp. 17.500,- jadi totalnya Rp. 65.000 + Rp. 17.500= Rp. 82.500,- dan saya sudah mengirimkan barang tersebut. Pembeli mengumbar janji-janji namun sampai saat ini pembeli belum juga membayar. Langkah hukumnya bagaimana agar saya dapat menggugat pembeli? Saya juga menemukan ternyata sang pembeli juga pernah berjualan secara online, setelah ada yang membeli dan mentransfer uang, barang yang dijual tidak dikirim-kirim. Bukankah itu penipuan? Bagaimana solusinya?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Dalam kasus Anda, Anda sudah memenuhi prestasi Anda dengan menyerahkan barang yang dibeli dan barang tersebut sudah dimiliki oleh pembeli, akan tetapi pembeli belum juga membayar sesuai yang disepakati secara online. Dengan kata lain, pembeli dapat dikatakan telah wanprestasi, sehingga dapat digugat atas dasar wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Selama ini tindak pidana penipuan diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Tetapi walaupun UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, terkait dengan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE.
Apa langkah yang bisa Anda ambil? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan samayang dibuat oleh Try Indriadi, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 03 April 2012.
Dalam kasus Anda, Anda sudah memenuhi prestasi Anda dengan menyerahkan barang yang dibeli dan barang tersebut sudah dimiliki oleh pembeli, akan tetapi pembeli belum juga membayar sesuai yang disepakati secara online. Dengan kata lain, pembeli dapat dikatakan telah wanprestasi, sehingga dapat digugat atas dasar wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Selama ini tindak pidana penipuan diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Tetapi walaupun UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, terkait dengan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE.
Apa langkah yang bisa Anda ambil? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Jual-Beli Menurut Hukum
Suatu perjanjian telah dinyatakan lahir pada saat terjadinya kesepakatan atau persetujuan antara kedua belah pihak terhadap hal pokok yang menjadi perjanjian. Sepakat disini diartikan sebagai pertemuan kehendak antara kedua belah pihak. Dalam transaksi online, pertemuan kesepakatan terjadi antara kedua belah pihak ketika pernyataan salah satu pihak kemudian disetujui oleh pihak lainnya.
Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.
Sedangkan hak milik atas barang yang dijual baru dinyatakan berpindah pada pembeli pada saat barang tersebut sudah diserahkan dan telah dikuasai oleh pembeli.[1]
Jerat Pidana Jika Pembeli Online Shop Tak Mau Bayar
Dalam kasus Anda, Anda sudah memenuhi prestasi Anda dengan menyerahkan barang yang dibeli dan barang tersebut sudah dimiliki oleh pembeli, akan tetapi pembeli belum juga membayar sesuai yang disepakati secara online.
Dengan kata lain, pembeli dapat dikatakan telah wanprestasi, sehingga dapat digugat atas dasar wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata. Lebih jauh simak artikel Doktrin Gugatan Wanprestasi dan PMH.
Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan, dengan hukuman penjara paling lama empat tahun.
Walaupun UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, terkait dengan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menyatakan:
Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE ini diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016, yakni:
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Meskipun Pasal 378 KUHP dan Pasal 28 ayat (1) UU ITE mengatur hal yang berbeda, akan tetapi terdapat kesamaan unsur, yaitu unsur “dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain”. Meskipun, dalam rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak mensyaratkan adanya unsur “menguntungkan diri sendiri atau orang lain” sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Sehingga pada akhirnya dibutuhkan kejelian pihak penyidik kepolisian untuk menentukan kapan harus menggunakan Pasal 378 KUHP dan kapan harus menggunakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE.
Namun, pada praktiknya pihak penyidik dapat mengenakan pasal-pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP yang juga memenuhi unsur-unsur tindak pidana Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Artinya, bila memang unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, polisi dapat menggunakan kedua pasal tersebut.
Jadi, memang perbuatan yang dilakukan oleh orang tersebut dengan membeli barang tapi tidak membayar dan menjual barang tapi tidak mengirimkan barang yang sudah dibayar, secara perdata dapat dikatakan sebagai wanprestasi dan secara pidana merupakan penipuan.
Untuk itu, langkah yang bisa Anda ambil adalah tentu cara-cara kekeluargaan perlu dikedepankan. Namun, jika pembeli tidak beritikad baik, pembeli tersebut dapat digugat secara perdata dan/atau dilaporkan ke pihak kepolisian untuk dapat diproses secara pidana.
Sebagai informasi tambahan, hal tersebut juga dapat diadukan melalui laman Aduan Konten dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Anda harus mendaftarkan diri sebagai pelapor terlebih dahulu dengan mengisi beberapa kolom isian. Aduan yang dikirim harus ada URL/link, screenshot tampilan serta alasannya. Semua laporan yang masuk dan memenuhi syarat (terdapat link/url, screenshot dan alasannya) akan diproses/ditindaklanjuti.