KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

2 Macam Upaya Hukum Atas Putusan Pengadilan Perkara Pidana

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

2 Macam Upaya Hukum Atas Putusan Pengadilan Perkara Pidana

2 Macam Upaya Hukum Atas Putusan Pengadilan Perkara Pidana
Dian Dwi Jayanti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
2 Macam Upaya Hukum Atas Putusan Pengadilan Perkara Pidana

PERTANYAAN

Apa saja upaya hukum putusan pengadilan? Khususnya saya mohon untuk dijelaskan dalam perkara pidana.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Menjawab pertanyaan apa saja upaya hukum putusan pengadilan dalam perkara pidana? Terdapat 2 upaya hukum berikut ini:

    1. upaya hukum biasa yang terdiri atas banding dan kasasi;
    2. upaya hukum luar biasa yang terdiri atas pemeriksaan tingkat kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Upaya Hukum Terhadap Putusan Verstek yang Telah Inkracht

    Upaya Hukum Terhadap Putusan <i>Verstek</i> yang Telah <i> Inkracht</i>

     

    Putusan Pengadilan

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda tentang apa saja upaya hukum putusan pengadilan? menurut Pasal 1 angka 11 KUHAP mendefinisikan putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Dari pengertian tersebut, penggolongan putusan pengadilan adalah sebagai:[1]

    1. putusan bebas dari segala tuduhan hukum;
    2. putusan lepas dari segala tuntutan hukuman;
    3. putusan yang mengandung pemidanaan.

    Terhadap putusan hakim yang mengandung pemidanaan, hakim wajib memberitahukan kepada terdakwa akan hak-haknya. Dengan adanya hak-hak terdakwa, terhadap setiap putusan hakim yang mengandung pemidanaan di mana terdakwa merasa tidak puas, dapat mengajukan upaya hukum sebagaimana diatur Pasal 196 ayat (3) KUHAP.

    Segera sesudah putusan pemidanaan diucapkan, bahwa hakim ketua sidang wajib memberitahukan kepada terdakwa tentang segala apa yang menjadi haknya, yaitu:

    1. hak segera menerima atau segera menolak putusan;
    2. hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan, dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini;
    3. hak minta penangguhan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang untuk dapat mengajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan;
    4. hak minta diperiksa perkaranya dalam tingkat banding dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini, dalam hal ia menolak putusan;
    5. hak mencabut pernyataan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini.

     

    Upaya Hukum

    Pasal 1 angka 12 KUHAP menyebutkan upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

    Jadi jika ditanya apa saja upaya hukum putusan pengadilan? Adapun jenis upaya hukum terbagi atas 2 yaitu:

    1. upaya hukum biasa yang terdiri atas banding dan kasasi;
    2. upaya hukum luar biasa yang terdiri atas pemeriksaan tingkat kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali.

     

    Upaya Hukum Biasa

    Mengenai upaya hukum biasa diatur dalam Bab XVII KUHAP. Berikut penjelasannya:

    1. Banding

    Andi Hamzah dalam bukunya Hukum Acara Pidana Indonesia (hal. 292) menyatakan bahwa jika Pasal 233 ayat (1) jo. Pasal 67 KUHAP dihubungkan dapat disimpulkan bahwa semua putusan pengadilan tingkat pertama (pengadilan negeri) dapat dimintakan banding ke pengadilan tinggi oleh terdakwa atau penuntut umum dengan beberapa pengecualian. Artinya banding adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk menolak putusan pengadilan, dengan tujuan untuk meminta pemeriksaan ulang oleh pengadilan yang lebih tinggi serta untuk menguji ketepatan penerapan hukum dan putusan pengadilan tingkat pertama.[2]

     

    1. Kasasi

    Upaya hukum kasasi diatur dalam Pasal 244-258 KUHAP. Pasal 244 KUHAP jo. Putusan MK No. 114/PUU-X/2012 mengatur terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung.

    Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak guna menentukan:[3]

    1. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;
    2. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang;
    3. apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya

    Andi Hamzah masih dalam buku yang sama (hal. 298) menyatakan tujuan kasasi adalah untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam menerapkan hukum.

     

    Upaya Hukum Luar Biasa

    Sedangkan upaya hukum luar biasa diatur dalam Bab XVIII KUHAP, yang terdiri atas dua upaya berikut ini.

    1. Pemeriksaan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum

    Andi Hamzah dalam bukunya (hal. 303) menyatakan sebagai upaya hukum luar biasa, kasasi demi kepentingan hukum ialah untuk mencapai kesatuan penafsiran hukum oleh pengadilan. Kasasi demi kepentingan hukum diajukan jika sudah tidak ada upaya hukum biasa yang dapat dipakai.

    Pasal 259 ayat (1) KUHAP menjelaskan pemeriksaan kasasi demi kepentingan hukum berlaku terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, yang dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh jaksa agung.

    Menurut ketentuan KUHAP, kasasi demi kepentingan hukum pada dasarnya hanya bisa diajukan oleh jaksa agung kepada Mahkamah Agung yang diajukan secara tertulis melalui panitera pengadilan negeri yang telah memutus perkara dalam tingkat pertama disertai risalah yang memuat alasan permintaan itu.[4] Kemudian, panitera menyampaikan salinan risalah kepada yang berkepentingan.[5] Setelah itu, ketua pengadilan negeri yang bersangkutan segera meneruskannya kepada Mahkamah Agung.[6]

    Kasasi demi kepentingan hukum diajukan apabila putusan pengadilan negeri terdapat:[7]

      1. suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan, tidak sebagaimana mestinya;
      2. apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang.
      3. pengadilan melampaui wewenangnya.

    Jika Mahkamah Agung menerima permohonan kasasi demi kepentingan hukum, selanjutnya Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan yang lebih rendah, dengan demikian terjawablah keraguan atau hal yang dipermasalahkan itu.[8]

     

    Baca juga: Kapan Putusan Pengadilan Berkekuatan Hukum Tetap?

     

    1. Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap (herziening)

    Upaya hukum peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (herziening) diatur dalam Pasal 263-269 KUHAP.

    Ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHAP menentukan bahwa terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.

    Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar:[9]

    1. apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
    2. apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
    3. apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

    Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permintaan peninjauan kembali dapat diterima untuk diperiksa, berlaku ketentuan sebagai berikut:[10]

    1. apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung menolak permintaan peninjauan kembali dengan menetapkan bahwa putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangannya;
    2. apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa:
    1. putusan bebas;
    2. putusan lepas dari segala tuntutan hukum;
    3. putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum;
    4. putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.

    Patut dicatat, pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula.[11]

     

    Demikian jawaban dari kami tentang upaya hukum atas putusan pengadilan, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

     

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-X/2012.

     

    Referensi:

    1. Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2016.
    2. Rendi Renaldi Mumbunan. Upaya Hukum Biasa dan Luar Biasa Terhadap Putusan Hakim dalam Perkara Pidana. Lex Crimen Vol. VII No. 10, 2018.

    [1] Pasal 191 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”)

    [2] Rendi Renaldi Mumbunan. Upaya Hukum Biasa dan Luar Biasa Terhadap Putusan Hakim dalam Perkara Pidana. Lex Crimen Vol. VII No. 10, 2018, hal. 41

    [3] Pasal 253 ayat (1) KUHAP

    [4] Pasal 260 ayat (1) KUHAP

    [5] Pasal 260 ayat (2) KUHAP

    [6] Pasal 260 ayat (3) KUHAP

    [7] Rendi Renaldi Mumbunan. Upaya Hukum Biasa dan Luar Biasa Terhadap Putusan Hakim dalam Perkara Pidana. Lex Crimen Vol. VII No. 10, 2018, hal. 43

    [8] Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2016, hal. 304

    [9] Pasal 263 ayat (2) KUHAP

    [10] Pasal 266 ayat (2) KUHAP

    [11] Pasal 266 ayat (3) KUHAP

    Tags

    banding
    hukum acara pidana

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Perancang Peraturan (Legislative Drafter) Harus Punya Skill Ini

    23 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!