KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bolehkah Putusan Pembagian Gaji PNS yang Cerai Tak Sesuai Aturan?

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Bolehkah Putusan Pembagian Gaji PNS yang Cerai Tak Sesuai Aturan?

Bolehkah Putusan Pembagian Gaji PNS yang Cerai Tak Sesuai Aturan?
Ndaru Hidayatulloh, S.H. Indonesian Center for Legislative Drafting
Indonesian Center for Legislative Drafting
Bacaan 10 Menit
Bolehkah Putusan Pembagian Gaji PNS yang Cerai Tak Sesuai Aturan?

PERTANYAAN

Suami dan istri yang keduanya PNS bercerai. Mereka memiliki seorang anak. Menurut putusan disebutkan baik masing-masing suami dan istri menafkahi anak sebesar 50% dari kebutuhan anak. Namun Pasal 8 PP 45/1990 menyebutkan bahwa PNS wajib membayar sepertiga dari gajinya untuk menafkahi anak. Yang ingin kami tanyakan, mana yg wajib dan harus diikuti, apakah bunyi amar putusan pengadilan atau seharusnya merujuk pada PP? Bukankah putusan seharusnya merujuk pada bunyi ketentuan peraturan perundang-undangan? Mohon pencerahannya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Peraturan Pemerintah (“PP”) merupakan salah satu jenis dari peraturan perundang-undangan yang wajib untuk dipatuhi apabila diundangkan. Putusan pengadilan pun wajib diikuti oleh para pihak yang bersengketa.

    Dalam putusan pengadilan tidak didasarkan pada ketentuan yang diatur dalam PP, bagaimana hukumnya?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Hak Asuh Anak Jika Cerai karena Pindah Agama

    Hak Asuh Anak Jika Cerai karena Pindah Agama

     

    Peraturan pemerintah merupakan salah satu bentuk dari peraturan perundang-undangan yang wajib dipatuhi terlebih jika ia memiliki daya laku dan daya guna atau telah diundangkan.[1] Di sisi lain, putusan pengadilan pun wajib diikuti oleh para pihak yang perkaranya telah diputuskan oleh hakim berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Hal ini seperti yang tertuang dalam Penjelasan Pasal 195 HIR bahwa dalam perkara perdata berdasarkan putusan hakim, pihak yang menang dapat menghukum lawannya dengan alat-alat yang diperbolehkan undang-undang untuk memaksa lawannya mematuhi putusan hakim itu.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Menurut Sudikno Mertokusumo putusan hakim merupakan suatu pernyataan hakim sebagai pejabat negara yang berwenang untuk mengakhiri atau menyelesaikan perkara hukum.[2] Putusan hakim memiliki kekuatan untuk menciptakan atau meniadakan suatu keadaan hukum.[3] Oleh karenanya, antara peraturan pemerintah dan putusan pengadilan sama-sama wajib untuk diikuti. Kendati demikian, putusan pengadilan hanya akan mengikat para pihak yang disebutkan dalam putusan yang bersangkutan.

    Indonesia sebagai negara yang menganut sistem civil law erat kaitannya dengan hakim sebagai corong undang-undang. Namun, Indonesia juga turut menggunakan hukum adat maupun hukum Islam. Untuk mengakomodir hal tersebut, UU Kekuasaan Kehakiman memberikan kewenangan hakim untuk memutuskan suatu perkara dengan dasar peraturan perundang-undangan atau sumber hukum tidak tertulis. Hakim pun dapat mengadili, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.[4] Oleh karenanya, putusan pengadilan memang harus merujuk pada bunyi pasal, namun tidak menutup kemungkinan bahwa hakim dapat menentukan lain dari peraturan perundang-undangan sebagai pertimbangan pada alasan dan dasar putusannya.

    Menyambung yang Anda tanyakan, perkara tentang pembagian gaji PNS cerai merujuk pada Pasal 8 PP 45/1990 terdapat perbedaan ketentuan pembagian gaji PNS cerai antara pria atau wanita yang berkehendak bercerai.

    Baca juga: Pembagian Gaji setelah Perceraian PNS

    Syarat perceraian PNS atas kehendak PNS pria wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-anaknya.[5] Namun demikian, syarat perceraian PNS ini memiliki pengecualian, jika istri yang meminta bercerai atau karena alasan perceraian disebabkan karena istri berzinah, melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin terhadap suami, menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan, telah meninggalkan suami selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin suami dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya, maka pembagian gaji PNS cerai dari pihak suami tidak diberikan kepadanya.[6]

    Kembali ke pertanyaan Anda, majelis hakim memutuskan perceraian PNS suami dan istri masing-masing menafkahi 50% dari kebutuhan anak. Hal ini tentu bertentangan dengan ketentuan di atas.

    Oleh karenanya, kami menyarankan agar Anda perlu menelusuri bunyi ketentuan Pasal 41 UU Perkawinan. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan anak, bilamana bapak tidak dapat memenuhi kewajibannya, Pengadilan dapat menentukan ibu ikut memikul biaya.[7] Artinya, kewajiban memelihara anak terdapat pada istri maupun suami.

    Lebih lanjut, SEMA 3/2018 pada rumusan hukum kamar agama disebutkan hakim dalam menetapkan nafkah madhiyah, nafkah iddah, mut’ah, dan nafkah anak, harus mempertimbangkan rasa keadilan dan kepatutan dengan menggali fakta kemampuan ekonomi suami dan fakta kebutuhan dasar istri dan/atau anak (hal. 14).

    Sehingga, ada kemungkinan hakim dapat menentukan besaran nafkah kepada anak atau suami dan/atau istri berdasarkan rasa keadilan dan kepatutan dengan menggali fakta kemampuan ekonomi suami dan kebutuhan dasar anak.

    Maka dari itu, kami berpandangan hakim dapat saja berpedoman pada Pasal 41 UU Perkawinan daripada ketentuan Pasal 8 PP 45/1990 tentang pembagian gaji PNS cerai, dengan berdasarkan pertimbangan keadilan dan kepatutan. Jadi, mantan pasangan suami dan istri PNS tersebut harus patuh dan tunduk pada amar putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. 

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Herzien Inlandsch Reglement (H.I.R);
    2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
    3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;
    4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
    5. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil;
    6. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2018 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.

     

    Referensi:

    1. Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Yogyakarta: Kanisius, 2020;
    2. M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2017;
    3. Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 2006.

    [1] Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Yogyakarta: Kanisius, 2020, hal. 41 jo. Pasal 81 dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

    [2] Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 2006, hal. 158

    [3] M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2017, hal. 887

    [4] Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

    [5] Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil  (“PP 45/1990”)

    [6] Pasal 8 ayat (4) dan (5) PP 45/1990

    [7] Pasal 41 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

    Tags

    cerai
    gugat cerai

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Baca Tips Ini Sebelum Menggunakan Karya Cipta Milik Umum

    28 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!