Jika penyandang disabilitas menjadi korban suatu tindak pidana, apa saja bentuk perlindungannya? Mohon jelaskan.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Penyandang disabilitas pada dasarnya berhak untuk mendapatkan keadilan dan perlindungan hukum, termasuk terpenuhinya hak-hak yang dijamin dalam setiap proses peradilan. Lantas, dalam hal penyandang disabilitas merupakan korban suatu tindak pidana, apa saja bentuk perlindungan hukum dan hak-hak yang seharusnya dia dapatkan?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Pengertian Penyandang Disabilitas dan Ragamnya
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai apa itu penyandang disabilitas? Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.[1]
penyandang disabilitas fisik adalah terganggunya fungsi gerak, antara lain amputasi, lumpuh layu atau kaku, paraplegi, cerebral palsy, akibat stroke, akibat kusta, dan orang kecil;
penyandang disabilitas intelektual adalah terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain lambat belajar, disabilitas grahita, dan down syndrome;
penyandang disabilitas mental adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku, antara lain psikososial (skizofresina, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian) dan disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial di antaranya autis dan hiperaktif; dan/atau
penyandang disabilitas sensorik adalah terganggunya salah satu fungsi panca indera, antara lain disabilitas netra, disabilitas rungu, dan/atau disabilitas wicara.
Ragam penyandang disabilitas tersebut dapat dialami secara tunggal, ganda, atau multi dalam jangka waktu yang lama yang ditetapkan oleh tenaga medis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[3]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Perlindungan Hukum bagi Korban Penyandang Disabilitas
Dalam upaya melindungi, menghormati, memajukan, dan memenuhi hak-hak penyandang disabilitas, Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani Convention on the Rights of Persons with Disabilities (“CRPD”) pada tanggal 30 Maret 2007 di New York,[4] yang kemudian disahkan melalui UU 19/2011.
Berkaitan dengan hak korban penyandang disabilitas, Pasal 13 CPRD[5] menerangkan bahwa negara wajib menjamin secara efektif akses penyandang disabilitas pada keadilan didasarkan atas kesamaan dengan yang lain, termasuk melalui pengakomodasian pengaturan yang berkaitan dengan prosedur dan kesesuaian usia, dalam rangka memfasilitasi peran efektif penyandang disabilitas sebagai partisipan langsung maupun tidak langsung, termasuk sebagai saksi, dalam semua persidangan, termasuk dalam penyidikan dan tahap-tahap awal lainnya.
Selain itu, aturan mengenai perlindungan terhadap penyandang disabilitas juga diatur dalam UU 8/2016, salah satunya hak keadilan dan perlindungan hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 9 UU 8/2019.
Menjawab pertanyaan Anda mengenai apa saja bentuk perlindungan penyandang disabilitas yang menjadi korban tindak pidana, hal ini diatur secara khusus dalam Bab II PP 39 /2020, yaitu mengenai kewajiban lembaga penegak hukum untuk menyediakan akomodasi yang layak, yang terdiri atas pelayanan serta sarana dan prasarana[6] dalam setiap proses peradilan.
Selanjutnya, kami uraikan perlindungan hukum dan apa saja hak-hak bagi penyandang disabilitas yang menjadi korban tindak pidana dalam proses peradilan, sebagai berikut:
1. Pelayanan
Dalam pemenuhan akomodasi yang layak berupa pelayanan bagi penyandang disabilitas dalam setiap proses peradilan paling sedikit terdiri atas:[7]
perlakuan nondiskriminatif;
pemenuhan rasa aman dan nyaman;
komunikasi yang efektif;
pemenuhan informasi terkait hak penyandang disabilitas dan perkembangan proses peradilan;
penyediaan fasilitas komunikasi audio visual jarak jauh;
penyediaan standar pemeriksaan penyandang disabilitas dan standar pemberian jasa hukum; dan
Selain itu, untuk memenuhi rasa aman dan nyaman, penyandang disabilitas yang menjadi korban dan mengalami trauma, dapat meminta untuk tidak dipertemukan dengan pelaku selama proses peradilan.[8
Korban penyandang disabilitas juga berhak untuk mendapatkan informasi perkembangan proses peradilan dari penyidik dan penuntut umum, yang bisa disampaikan kepada keluarga dan/atau pendamping disabilitas.[9]
Selama proses peradilan, korban penyandang disabilitas berhak untuk mendapatkan:
pendamping disabilitas, penerjemah, dan/atau petugas lain yang terkait;[11]
dokter atau tenaga kesehatan lainnya mengenai kondisi kesehatan, psikolog atau psikiater mengenai kondisi kejiwaan, dan/atau pekerja sosial mengenai kondisi psikososial.[12]
2. Sarana dan prasarana
Selain mendapatkan pelayanan sebagaimana disebutkan di atas, korban penyandang disabilitas juga berhak untuk mendapatkan pemenuhan akomodasi yang layak berupa sarana dan prasarana, yang disesuaikan dengan kondisi penyandang disabilitas yang memiliki hambatan:[13]
penglihatan, paling sedikit terdiri atas komputer dengan aplikasi pembaca layar, laman yang mudah dibaca oleh penyandang disabilitas, dokumen tercetak dengan huruf braille, dan/atau media komunikasi audio;
pendengaran, paling sedikit terdiri atas papan informasi visual, media komunikasi menggunakan tulisan dan bentuk visual lainnya, dan/atau alat peraga;
wicara, paling sedikit terdiri atas papan informasi visual, media komunikasi menggunakan tulisan dan bentuk visual lainnya, dan/atau alat peraga;
komunikasi, paling sedikit terdiri atas papan informasi visual, media komunikasi menggunakan tulisan dan bentuk visual lainnya, dan/atau alat peraga;
mobilitas, paling sedikit terdiri atas kursi roda, tempat tidur beroda, dan/atau alat bantu mobilitas lain sesuai dengan kebutuhan;
mengingat dan konsentrasi, paling sedikit terdiri atas, gambar, maket, boneka, kalender, dan/atau alat peraga lain sesuai dengan kebutuhan;
intelektual, paling sedikit terdiri atas obat-obatan, fasilitas kesehatan, dan fasilitas lain sesuai dengan kebutuhan;
perilaku dan emosi, paling sedikit terdiri atas obat-obatan, fasilitas kesehatan, ruangan yang nyaman dan tidak bising, dan/atau fasilitas lain sesuai dengan kebutuhan;
mengurus diri sendiri, paling sedikit terdiri atas obat-obatan, ruang ganti yang mudah diakses, dan/atau keperluan lain sesuai dengan kebutuhan; dan
hambatan lain yang ditentukan berdasarkan hasil penilaian personal.
Selain hal yang disebutkan di atas, lembaga penegak hukum juga wajib menyediakan sarana dan prasarana berupa:[14]
ruangan yang sesuai standar dan mudah diakses bagi penyandang disabilitas;
sarana transportasi yang mudah diakses bagi penyandang disabilitas ke tempat pemeriksaan sesuai dengan kewenangannya; dan
fasilitas yang mudah diakses pada bangunan gedung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.