Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Apakah Cuti Melahirkan Menghapus Jatah Cuti Tahunan dan Istirahat Panjang? yang dibuat oleh Dimas Hutomo, S.H., dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 10 Juni 2019, kemudian dimutakhirkan pertama kali pada 22 Agustus 2022.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Waktu Istirahat dan Cuti
Sebelum membahas mengenai cuti istri melahirkan apakah mengurangi cuti tahunan? Perlu dipahami berdasarkan Pasal 81 angka 25 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 79 ayat (1) s.d. (5) UU Ketenagakerjaan bahwa pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja, yang meliputi:
- istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
- istirahat mingguan, 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu;[1]
- cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 hari kerja setelah pekerja yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus; dan
- istirahat panjang dapat diberikan perusahaan tertentu yang pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Adapun mengenai cuti besar atau istirahat panjang dapat dibaca dalam artikel Aturan Cuti Besar bagi Pekerja.
Apakah Cuti Melahirkan Mengurangi Cuti Tahunan?
Sebelumnya kami mengasumsikan Anda telah dapat menggunakan hak cuti tahunan karena telah bekerja selama 12 bulan secara terus menerus. Kemudian, Anda menggunakan hak cuti melahirkan 3 bulan dari Januari hingga Maret 2023.
Berapa lama aturan cuti melahirkan? Menjawab cuti melahirkan berapa lama, peraturan cuti melahirkan diatur dalam Pasal 82 UU Ketenagakerjaan, yang menerangkan bahwa pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Jadi, totalnya lama aturan cuti melahirkan adalah selama 3 bulan.
Lamanya istirahat dapat diperpanjang berdasarkan surat keterangan dokter kandungan atau bidan, baik sebelum maupun setelah melahirkan.[2]
Meskipun tidak disebutkan secara eksplisit cuti melahirkan apakah mengurangi cuti tahunan, pada praktiknya di Indonesia pekerja yang menggunakan cuti melahirkan tetap mendapatkan cuti tahunan. Sebab, baik yang menggunakan cuti tahunan dan cuti melahirkan pada dasarnya berhak atas upah penuh dari perusahaan.[3]
Meski pelaksanaan cuti tahunan diatur lebih lanjut dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama,[4] namun pembuatan ketentuan lebih lanjut tentu tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[5]
Sehingga apabila perusahaan Anda menyatakan cuti melahirkan mengurangi cuti tahunan, sehingga hak cuti tahunan Anda hangus karena telah cuti melahirkan 3 bulan, berarti perusahaan Anda telah melanggar hak pekerja dan bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku.
Oleh karena itu, Anda tetap berhak mendapatkan hak cuti tahunan atau dengan kata lain cuti melahirkan tidak mengurangi cuti tahunan.
Sanksi Perusahaan yang Tidak Memberikan Cuti Tahunan
Perusahaan yang melarang pekerja untuk mengambil hak cuti tahunan karena telah menggunakan cuti melahirkan 3 bulan dapat dikenakan sanksi. Apa sanksi jika cuti melahirkan mengurangi cuti tahunan?
Pasal 81 angka 68 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 187 ayat (1) UU Ketenagakerjaan memberikan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 bulan dan paling lama 12 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp100 juta. Tindakan perusahaan yang melanggar hak cuti tahunan Anda merupakan tindak pidana pelanggaran.[6]
Selain itu, lewat jalur penyelesaian UU 2/2004, Anda dapat menempuh penyelesaian perselisihan hak karena tidak dipenuhinya hak akibat perbedaan pelaksanaan atau penafsiran ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.[7]
Baca juga: 3 Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Demikian jawaban dari kami terkait peraturan cuti melahirkan sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.
[4] Pasal 81 angka 25 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 79 ayat (4) UU Ketenagakerjaan
[5] Pasal 52 ayat (1) huruf d, Pasal 111 ayat (2), Pasal 124 ayat (2) UU Ketenagakerjaan
[6] Pasal 81 angka 68 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 187 ayat (2) UU Ketenagakerjaan