Apakah orang yang berpenghasilan kecil juga kena pajak? Selama ini saya tidak pernah bayar pajak karena penghasilan kecil. Apakah ada penghasilan yang dikecualikan dari PPh?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Salah satu jenis pajak yang wajib dibayarkan oleh setiap warga negara adalah pajak penghasilan (“PPh”), yaitu pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama tahun pajak.
Namun, penghasilan dari wajib pajak orang pribadi mempunyai batasan yang dibebaskan dari pengenaan pajak penghasilan. Batasan tersebut biasa disebut dengan PTKP atau penghasilan tidak kena pajak. PTKP merupakan angka yang akan menjadi pengurang pajak yang harus dibayar, sehingga jika memiliki penghasilan di bawah PTKP, maka penghasilan tidak terkena pajak penghasilan. Selain itu, tidak semua penghasilan dikenakan pajak ada juga penghasilan yang dikecualikan dari PPh.
Lalu, berapakah besaran PTKP yang berlaku dan apa saja objek yang dikecualikan dari PPh?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Jumlah Penghasilan yang Dibebaskan dari PPh yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H., dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 7 Maret 2017.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.[1] Ada jenis-jenis pajak di Indonesia antara lain pajak penghasilan (“PPh”), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), bea materai (BM), serta pajak bumi dan bangunan (PBB).
Salah satu jenis pajak yang wajib dibayarkan oleh setiap warga negara adalah PPh, yaitu pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama tahun pajak.[2] Sehingga, wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan memiliki kewajiban untuk membayar pajak penghasilan. Namun, tidak semua masyarakat yang berpenghasilan dikenakan pajak penghasilan, sebab ada penghasilan wajib pajak yang tidak dikenakan pajak atau yang biasa disebut dengan penghasilan tidak kena pajak (“PTKP”).
Penghasilan Tidak Kena Pajak
Penghasilan tidak kena pajak atau PTKP merupakan pengurangan dalam menghitung besarnya pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi. PTKP merupakan batas minimum penghasilan yang tidak dikenakan pajak penghasilan.
Adapun, ketentuan PTKP per tahun diberikan paling sedikit:[3]
Rp54 juta untuk wajib pajak orang pribadi;
Rp4,5 juta untuk wajib pajak yang kawin;
Rp54 juta untuk tambahan seorang istri yang penghasilannya digabung dengan suami;
Rp 4.5 juta untuk tambahan setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus dan anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, maksimal 3 orang untuk setiap keluarga.
PTKP bagi wajib pajak orang pribadi dikenakan Rp54 juta per tahun sehingga penghasilan yang tidak melebihi PTKP tidak akan dikenakan pajak penghasilan. Artinya, wajib pajak yang tidak dikenakan pajak adalah wajib pajak dengan penghasilan di bawah Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan dikarenakan berada di bawah batas PTKP.
Namun demikian, perlu kami sampaikan bahwa meskipun wajib pajak yang memiliki penghasilan di bawah PTKP tidak dikenakan pajak, akan tetapi jika memiliki NPWP (aktif) tetap harus melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (“SPT”) dengan status nihil.
Berikut ini kami ilustrasikan SPT wajib pajak dengan penghasilan yang tidak dikenai pajak. Tuan A adalah seorang karyawan berpenghasilan Rp4,5 juta per bulan yang masih berstatus lajang. Maka perhitungan PTKP-nya adalah sebagai berikut:
Gaji/bulan
= Rp4.500.000,00
Gaji satu tahun
= Rp4.500.000,00 x 12
= Rp54.000.000,00
PTKP (Lajang/TK/0)
= Rp54.000.000,00
PPh 21 Terutang
(Gaji Setahun – PTKP)
= Rp54.000.000,00 – Rp54.000.000,00
= Rp0
Perlu diketahui pula bahwa wajib pajak yang sudah mempunyai NPWP (aktif), namun ketika wajib pajak tersebut berpenghasilan di bawah PTKP, diperbolehkan tidak melaporkan SPT dengan mengajukan permohonan wajib pajak non-efektif (“NE”) dengan memenuhi syarat sebagaimana diatur di dalam Pasal 24 ayat (2) Peraturan Dirjen Pajak No. Per-04/PJ/2020. Salah satu syarat wajib pajak NE adalah wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan penghasilannya di bawah PTKP.[4]
PTKP bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang Menjalankan UMKM
Selain itu, berdasarkan Pasal 56 ayat (2) PP 55/2022 bagi wajib pajak orang pribadi yang menjalankan bisnis Usaha Mikro Kecil Menengah (“UMKM”) dikenakan pajak penghasilan final dengan tarif 0,5% dari setiap penghasilan yang didapat oleh pelaku UMKM.
Penghasilan sebagaimana dimaksud tersebut merupakan jumlah peredaran bruto dari usaha yang dihitung secara kumulatif sejak masa pajak pertama dalam suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak.[5]
Namun, dalam Pasal 60 ayat (2) PP 55/2022 dijelaskan jika wajib pajak orang pribadi dengan peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta dalam satu tahun pajak tidak dikenakan pajak penghasilan final 0,5%. Sehingga bagi wajib pajak yang memiliki penghasilan dari UMKM sampai dengan Rp500 juta dalam satu tahun pajak tidak dikenai pajak penghasilan. Meskipun tidak dikenakan pajak penghasilan final 0,5% wajib pajak orang pribadi tersebut tetap harus melaporkan penghasilannya ke dalam spt tahunan orang pribadi.
Contoh:
Bulan
Omzet Peredaran Usaha
(a)
Peredaran Usaha Kumulatif
(b)
PPh Final (0,5%)
(a x 0,5%)
Januari
Rp150.000.000
Rp150.000.000
-
Februari
Rp100.000.000
Rp250.000.000
-
Maret
Rp50.000.000
Rp300.000.000
-
April
Rp70.000.000
Rp370.000.000
-
Mei
Rp80.000.000
Rp450.000.000
-
Juni
Rp50.000.000
Rp500.000.000
-
Juli
Rp100.000.000
Rp600.000.000
Rp500.000
Agustus
Rp100.000.000
Rp700.000.000
Rp500.000
September
Rp100.000.000
Rp800.000.000
Rp500.000
Oktober
Rp120.000.000
Rp920.000.000
Rp600.000
November
Rp80.000.000
Rp1.000.000.000
Rp400.000
Desember
Rp100.000.000
Rp1.100.000.000
Rp500.000
Total
Rp1.100.000.000
Rp3.000.000
Tarif PPh final 0,5% mulai dikenakan pada saat omzet peredaran usaha dalam satu tahun pajak sudah di atas Rp500 juta.
Penghasilan yang Dikecualikan dari PPh
Dalam pajak penghasilan, ada penghasilan yang dijadikan sebagai objek pajak dan ada juga objek pajak yang dikecualikan atau tidak dikenakan PPh. Penghasilan yang dikecualikan dari PPh berdasarkan Pasal 3 angka 1 UU 7/2021 yang mengubah Pasal 4 ayat (3) UU 7/1991 yang dikecualikan dari objek pajak meliputi:
Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat, infak, dan sedekah yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah; dan harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
Warisan;
Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan;
Pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, sakit, atau karena meninggalnya orang yang tertanggung, dan pembayaran asuransi beasiswa;
Dividen atau penghasilan lain dengan ketentuan–ketentuan tertentu sesuai UU 7/2021;
Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Otoritas Jasa Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu;
Bagian laba atau sisa hasil usaha yang diterima atau diperoleh anggota dari koperasi, perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat dengan ketentuan–ketentuan tertentu sesuai UU 7/2021;
Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu;
Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama empat tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut;
Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada wajib pajak tertentu;
Dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (“BPIH”) dan/atau BPIH khusus, dan penghasilan dari pengembangan keuangan haji dalam bidang atau instrumen keuangan tertentu, diterima Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH); dan
Sisa lebih yang diterima/diperoleh badan atau lembaga sosial dan/atau keagamaan yang terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana sosial dan keagamaan dalam jangka waktu paling lama empat tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, atau ditempatkan sebagai dana abadi.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.