Mengapa Berwisata ke Pantai Harus Membayar?
PERTANYAAN
Mengapa ketika masuk kawasan wisata pantai, pengunjung diharuskan membayar? Padahal pantai merupakan tempat publik?
Pro
Pusat Data
Koleksi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang sistematis serta terintegrasi
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab gratis tentang berbagai isu hukum
Berita
Informasi dan berita terkini seputar perkembangan hukum di Indonesia
Jurnal
Koleksi artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk referensi penelitian Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Mengapa ketika masuk kawasan wisata pantai, pengunjung diharuskan membayar? Padahal pantai merupakan tempat publik?
Pada dasarnya ada pantai yang dikelola oleh pemerintah daerah dan ada pula yang dikelola oleh pihak swasta berdasarkan peraturan yang mendasarinya. Untuk pantai yang dikelola oleh pemerintah daerah, sebagai tempat publik, maksud “pantai berbayar” di sini sebenarnya adalah retribusi yang dikenakan kepada pengunjung pantai bersangkutan. Dalam praktiknya, pengenaan retribusi ini diatur kembali dalam peraturan daerah setempat. Sedangkan, untuk pantai yang dikelola oleh pihak swasta, maksud “pantai berbayar” di sini adalah tarif yang dikenakan untuk tujuan pengelolaan pantai itu sendiri sekaligus kontraprestasi dari kenyamanan dan kenikmatan yang diperoleh pengunjung atas pengelolaan yang dilakukan. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Anda benar bahwa pantai merupakan tempat publik atau lebih tepatnya dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (“UU 26/2007”) dikenal sebagai ruang terbuka hijau publik.
Ruang terbuka hijau publik dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Yang termasuk ruang terbuka hijau publik, antara lain, adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai.
Untuk menjawab pertanyaan Anda mengapa pantai berbayar, kami mengacu pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU 27/2007”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (“UU 1/2014”).
Kami asumsikan bahwa pantai yang Anda maksud di sini adalah pantai umum. Dalam Pasal 17 UU 1/2014 diatur mengenai izin lokasi untuk melakukan pemanfaatan ruang dari sebagian perairan pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil secara menetap. Akan tetapi, terkait pantai umum, dalam Pasal 17 ayat (4) UU 1/2014, dikatakan bahwa izin lokasi tidak dapat diberikan pada zona inti di kawasan konservasi, alur laut, kawasan pelabuhan, dan pantai umum. Mengenai apa yang dimaksud dengan pantai umum, dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 17 ayat (4) UU 1/2014, yaitu bagian dari kawasan pemanfaatan umum yang telah dipergunakan oleh masyarakat, antara lain, untuk kepentingan keagamaan, sosial, budaya, rekreasi pariwisata, olah raga, dan ekonomi.
Perlu Anda ketahui, pada dasarnya ada pantai yang dikelola oleh pemerintah dan ada pula pantai yang dikelola oleh swasta berdasarkan peraturan yang menunjuknya.
Pantai yang Dikelola Pemerintah Daerah
Sebagai tempat publik, maksud “pantai berbayar” di sini sebenarnya adalah retribusi yang dikenakan kepada pengunjung pantai bersangkutan. Dalam praktiknya, pengenaan retribusi ini diatur kembali dalam peraturan daerah setempat. Dengan catatan, pantai ini merupakan pantai yang dikelola oleh pemerintah yang diperuntukkan bagi masyarakat.
Sebagai contoh seperti yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 15 Tahun 2011 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga (“Perda Kebumen 15/2011”).Perda ini menetapkan besarnya retribusi yang dikenakan bagi setiap orang yang memasuki tempat rekreasi dan olahraga, antara lain adalah pantai. Pantai-pantai yang dikenakan retribusi kepada pengunjung berdasarkan Perda Kebumen 15/2011 tersebut antara lain:
1. Pantai Karangbolong dipungut Retribusi masuk sebesar:
a. Dewasa: Rp. 3.000,00
b. Anak usia 5 (lima) tahun ke bawah: Rp. 2.000,00
2. Pantai Suwuk dipungut Retribusi masuk sebesar:
a. Dewasa: Rp. 3.000,00
b. Anak usia 5 (lima) tahun ke bawah: Rp. 2.000,00
3. Pantai Petanahandipungut Retribusi masuk sebesar:
a. Dewasa: Rp. 3.000,00
b. Anak usia 5 (lima) tahun ke bawah: Rp. 2.000,00
Untuk menjawab pertanyaan Anda, kita perlu memahami sifat retribusi itu sendiri. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi itu sendiri menurut Pasal 1 angka 64 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (“UU 28/2009”) adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Adapun retribusi yang dikenakan terhadap pantai sebagai tempat wisata atau rekreasi ini digolongkan sebagai Jenis Retribusi Jasa Usaha (Pasal 127 UU 28/2009).
Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi (Pasal 126 UU 28/2009):
a. pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan/atau
b. pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta.
Jadi, pada dasarnya pantai yang pelayanannya dilakukan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial inilah yang mengenakan retribusi kepada pengunjung yang bersangkutan.
Sedangkan, untuk pantai yang dikelola oleh pihak swasta, pada dasarnya pungutan bayaran ini dimaksudkan untuk peningkatan kualitas dan pelayanan pantai itu sendiri. Sebagai contoh kita ambil pantai Ancol yang dikelola oleh pihak swasta yakni PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk dan Taman Impian Jaya Ancol.
Dasar hukum pembangunan dan peruntukan Pantai Ancol ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (“UU Kepariwisataan”) dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1960 tentang Peruntukan dan Penggunaan Tanah Ancol (“PP 51/1960”). Jika kita melihat pada Pasal 14 ayat (1) huruf l UU Kepariwisataan dan penjelasannya, pantai termasuk dalam usaha pariwisata yaitu wisata tirta. Usaha pariwisata selain diusahakan oleh pemerintah, juga dapat dilakukan oleh swasta melalui penanaman modal (Pasal 10 UU Kepariwisataan).
Pantai ini pernah dipermasalahkan karena harapan warga Jakarta (Ahmad Taufik, Bina Bektiati, dan Abdul Malik Damrah) untuk menikmati pantai tersebut secara gratis. Ketiganya menggugat PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk dan Taman Impian Jaya Ancol atas dasar perbuatan melawan hukum. Namun gugatan tersebut kandas. Dalam artikel Tarif Bukan Penghalang Akses Pantai Ancol diberitakan bahwa majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan pembangunan kawasan Pantai Ancol telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yaitu PP 51/1960 dan UU Kepariwisataan.
Terkait dengan penarikan tarif masuk pantai, majelis hakim menilai hal tersebut bukanlah suatu bentuk halangan untuk mengakses pantai. Tarif masuk adalah hal yang wajar karena merupakan kontraprestasi dari kenyamanan dan kenikmatan yang diperoleh pengunjung atas pengelolaan yang dilakukan, seperti halnya jalan tol.
Kewajaran ini juga didukung dengan UU Kepariwisataan dan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2004 tentang Kepariwisataan.Dalam peraturan tersebut, Ancol diberi kewenangan memungut bayaran demi peningkatan kualitas dan pelayanan. Peraturan tersebut mengklasifikasikan kawasan Pantai Ancol sebagai kawasan yang berbentuk pariwisata. Sebagai kawasan tujuan wisata, pengelola harus mampu meningkatkan mutu dan produk yang memiliki daya saing.
1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan;
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1960 tentang Peruntukan dan Penggunaan Tanah Ancol;
7. Peraturan Pemerintah DKI Jakarta No.10 Tahun 2004 tentang Kepariwisataan;
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?