Dalam melaksanakan wewenangnya mengawasi penyelenggara negara, apakah Ombudsman mempunyai perangkat pemaksa atau subpoena power? Bagaimana pelaksanaannya jika memang ada?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Ombudsman Republik Indonesia adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan badan hukum milik negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Ombudsman RI memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti suatu laporan salah satunya dengan memanggil terlapor ataupun saksi. Namun, jika terlapor dan saksi mangkir dari panggilan, maka Ombudsman dapat menggunakan subpoena power atau kewenangan untuk memanggil paksa. Bagaimana ketentuannya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Tugas dan Wewenang Ombudsman Republik Indonesia
Ombudsman Republik Indonesia adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan badan hukum milik negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.[1]
Dalam menjalankan fungsinya untuk mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik tersebut, Ombudsman memiliki tugas untuk:[2]
Menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
Melakukan pemeriksaan substansi atas laporan;
Menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman;
Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan;
Membangun jaringan kerja;
Melakukan upaya pencegahan maladministrasi dalam penyelenggaraan publik; dan
Melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.
Untuk menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut, Ombudsman memiliki wewenang untuk:[3]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari pelapor, terlapor, atau pihak lain yang terkait mengenai laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;
Memeriksa keputusan, surat-menyurat atau dokumen lain yang ada pada pelapor ataupun terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu laporan;
Meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan laporan dari instansi terlapor;
Melakukan pemanggilan terhadap pelapor, terlapor dan pihak lain yang terkait dengan laporan;
Menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak;
Membuat rekomendasi mengenai penyelesaian laporan, termasuk rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan;
Demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan dan rekomendasi.
Selain dari kewenangan di atas, Ombudsman juga berwenang untuk:[4]
Menyampaikan saran kepada presiden, kepala daerah atau pimpinan penyelenggara negara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik;
Menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau presiden, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah maladministrasi.
Disarikan dari artikel Karakteristik Pemeriksaan Ombudsman, dijelaskan bahwa Ombudsman memiliki dua tugas pokok yaitu mencegah maladministrasi dan memeriksa laporan atas dugaan maladministrasi yang berasal dari laporan atau investigasi atas prakarsa sendiri.
Dengan demikian, Ombudsman RI merupakan lembaga pengawas independen yang tidak terikat terhadap lembaga apapun. Ombudsman RI memiliki tugas dan kewenangan untuk mengawasi kinerja dari lembaga-lembaga negara maupun badan usaha yang berafiliasi dengan pendapatan dan keuangan negara agar tercipta pelanan yang efektif, efisien, jujur, bersih dan terbebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme dan tercapainya supremasi hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan.
Subpoena Power Ombudsman RI
Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya untuk memeriksa laporan dugaan maladministrasi, Ombudsman diberikan kewenangan memanggil paksa (subpoena power) apabila terlapor telah dipanggil tiga kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan dengan alasan yang sah. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 31 UU Ombudsman yang berbunyi:
Dalam hal Terlapor dan saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf a telah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan dengan alasan yang sah, Ombudsman dapat meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menghadirkan yang bersangkutan secara Paksa.
Lebih lanjut, dalam Penjelasan Umum UU Ombudsman diterangkan bahwa menghadirkan saksi dan terlapor secara paksa dengan meminta bantuan kepolisian disebut juga dengan subpoena power.
Ombudsman dapat melakukan pemanggilan secara tertulis kepada terlapor dan/atau atasan terlapor, saksi, ahli, dan/atau penerjemah untuk diminta keterangan.
Pemanggilan secara tertulis diterima paling lambat 3 hari kerja sebelum dilakukan pemeriksaan.
Pemanggilan secara tertulis dilakukan paling banyak 3 kali berturut-turut dengan jangka waktu 5 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemanggilan.
Jika terlapor dan saksi yang telah dipanggil 3 kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan Ombudsman dengan alasan yang sah, Ombudsman dapat meminta bantuan kepolisian untuk menghadirkan yang bersangkutan secara paksa.[5]
Untuk menghadirkan terlapor atau saksi secara paksa tersebut, maka dapat mengikuti prosedur berdasarkan Pasal 4 MoU ORI dengan Polri Tahun 2020, sebagai berikut:
Pihak pertama (Ombudsman) dapat meminta bantuan pengamanan kepada pihak kedua (Kepolisian), dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi Ombudsman;
Bantuan pengamanan tersebut diberikan dalam bentuk jasa pengamanan dengan sasaran pengamanan orang, pengamanan barang, pengamanan dokumen dan pengamanan kegiatan;
Permintaan bantuan pengamanan tersebut didahului dengan permintaan secara tertulis.
Dalam situasi tertentu, permintaan pengamanan dapat dilakukan secara lisan, diikuti dengan permintaan tertulis.
Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, dapat kami sampaikan bahwa Ombudsman RI dalam menjalankan tugas dan tugasnya untuk memproses laporan, memiliki hak istimewa untuk memanggil paksa terlapor dan saksi jika yang bersangkutan 3 kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan dengan alasan yang sah dengan cara melibatkan dan meminta bantuan pengamanan kepada pihak kepolisian.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.