Langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan oleh penyidik perihal kejahatan transnasional khususnya dalam tindak pidana siber? Lalu, bagaimana mekanisme Kepolisian RI atau Interpol Indonesia meminta bantuan dalam pencarian tersangka di luar negeri, misalnya di Australia? Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Sepanjang pengetahuan penulis, perlakuan cyber crime sebagai kejahatan transnasional pada dasarnya sama dengan kejahatan transnasional lainnya. Konsep yurisdiksi terkait cyber crime di Indonesia secara umum diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”), yang berbunyi:
Undang-undang ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Terkait tempat kejahatan terjadi (locus delicti) yang bersifat borderless (melewat batas-batas negara), penanganan paling efektif adalah dengan dilakukannya Mutual legal Assistance (“MLA”) atau bantuan timbal balik dalam masalah pidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana. MLA memungkinkan Aparat Penegak Hukum (“APH”) antar-negara bekerja sama dalam rangka permintaan bantuan berkenaan dengan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan negara diminta. Sampai saat ini, Indonesia baru melakukan empat perjanjian bilateral dalam hal bantuan hukum timbal balik ini, yakni dengan Australia, China, Republik Korea, dan Hong Kong.
Sayangnya Anda tidak menjelaskan “pencarian” yang Anda maksud apakah pencarian untuk menemukan identitas pelaku atau pencarian dalam konteks pelaku identitasnya sudah diketahui namun keberadaannya belum diketahui. Penulis akan menjawab dengan asumsi penulis bahwa identitas pelaku sudah diketahui atau perkara sedang dalam tahap penyidikan.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Proses pencarian tersangka kejahatan transnasional merupakan bagian dari hal-hal yang dapat dimintakan bantuan dalam kerangka MLA. Artinya, sangat dimungkinkan APH negara yang diminta, dapat membantu proses pencarian pelaku atau tersangka. Apabila kepolisian telah mengetahui identitas pelaku, maka polisi melalui International Police (“Interpol”) Indonesia dapat menetapkan tersangka baik itu WNI maupun WNA sebagai buron internasional dan memasukannya dalam “Red Notice” atau permintaan penangkapan terhadap seseorang yang ditetapkan sebagai buron. Identitas buron tersebut dikirim ke kantor pusat Interpol di Lyon, Prancis. Dalam beberapa hari Red Notice tersebut akan dikirimkan ke 188 negara anggota Interpol dan dapat diakses di situs National Central Bureau International Police (NCB Interpol) Indonesia.
Dalam ketentuan hukum di Australia disebutkan bahwa pemerintah Australia tidak akan menangkap tersangka buron meskipun Red Notice sudah dikeluarkan, terkecuali negara yang meminta telah memiliki perjanjian ekstradisi. Hal tersebut tercantum dalam Fact Sheet 5—Extradition and Provisional Arrest yang dikeluarkan oleh Divisi Kerjasama Kejahatan Internasional Kementerian Kehakiman Australia yang menyebutkan bahwa:
For the purpose of extradition, Australia does not arrest a person on the basis of receiving a Red Notice. Generally, Australian law enforcement officers can only arrest a person for an offence against Australian law. Their arrest powers do not enable them to act on an Interpol Red Notice. The Extradition Act sets out procedures for obtaining an arrest warrant from an Australian magistrate to arrest a person at the request of a foreign country with which Australia has an extradition relationship.”
Dalam prosesnya, jika tersangka telah ditemukan oleh Pemerintah Australia, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan HAM harus mengajukan permohonan penahanan sementara (provisional arrest) kepada Kementerian Kehakiman Australia. Dalam Fact Sheet 5—Extradition and Provisional Arrest tersebut secara rinci diatur dokumen apa saja yang dibutuhkan oleh negara yang meminta bantuan kepada pemerintah Australia dalam hal kerja sama penanganan kejahatan lintas negara termasuk ekstradisi.
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bermanfaat.
Terima kasih.
Catatan editor: Kerja sama MLA Bilateral dengan Australia diratifikasi dengan UU No. 1 Tahun 1999, dengan China diratifikasi dengan UU No. 8 Tahun 2006, dan dengan Hong Kong dengan UU No. 3 Tahun 2012. Kerja sama MLA dengan Korea yang walaupun sudah ditandatangani beberapa tahun lalu, tetapi sampai hari ini belum diratifikasi.