Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul
Merasa Dijebak oleh Polisi dan Disiksa dalam Tahanan yang dibuat oleh
Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan Rabu, 04 Januari 2012.
Intisari :
Berkaitan dengan kasus yang menimpa teman Anda, kami akan jelaskan beberapa hal berikut ini: Pada dasarnya, tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya. Bila teman Anda tidak diberikan haknya untuk menerima kunjungan dari keluarganya, hal ini merupakan pelanggaran hukum, dan terkait dengan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak kepolisian ini, teman Anda dapat menyampaikan keluhan pada Komisi Kepolisian Nasional; Penahanan atas diri pelaku tindak pidana pada dasarnya merupakan suatu perampasan hak untuk hidup secara bebas yang dimiliki oleh seseorang. Oleh karena itu, tidak seharusnya tahanan dikenakan biaya atas penahanannya di kamar tahanan. Terkait dengan adanya pungutan liar (pungli) ini, teman Anda berhak menyampaikan keluhan tentang perlakuan petugas yang melakukan pungli ini kepada Kepala Rumah Tahanan (Rutan) tersebut baik secara lisan maupun tulisan; Kemudian mengenai penyiksaan yang dialami oleh teman Anda, pada dasarnya dalam pemeriksaan tersangka penyidik/polisi tidak boleh melakukan pemaksaan, tekanan, atau bahkan penyiksaan pada tersangka.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Hak Tersangka Menerima Kunjungan Keluarga
Rutan adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Bila teman Anda tidak diberikan haknya untuk menerima kunjungan dari keluarganya, hal ini merupakan pelanggaran hukum, dan terkait dengan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak kepolisian ini, teman Anda dapat menyampaikan keluhan pada Komisi Kepolisian Nasional.
[1]
Pungutan Dalam Tahanan
Mengutip Penjelasan Umum PP 58/1999, dikatakan bahwa:
Penahanan atas diri pelaku tindak pidana pada dasarnya merupakan suatu perampasan hak untuk hidup secara bebas yang dimiliki oleh seseorang. Setiap penahanan dilaksanakan berdasarkan asas praduga tak bersalah, yang secara tegas dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Penempatan tahanan di Rutan/Cabang Rutan atau Lapas/Cabang Lapas di tempat tertentu merupakan rangkaian proses pemidanaan yang diawali dengan proses penyidikan, seterusnya dilanjutkan dengan proses peruntutan dan pemeriksaan perkara di Sidang Pengadilan serta pelaksanaan putusan pengadilan di Lembaga Pemasyarakatan.
Oleh karena itu, tidak seharusnya tahanan dikenakan biaya atas penahanannya di kamar tahanan.
Terkait dengan adanya pungutan liar (pungli) ini, teman Anda berhak menyampaikan keluhan tentang perlakuan petugas yang melakukan pungli ini kepada Kepala Rutan/Cabang Rutan tersebut baik secara lisan maupun tulisan.
[2]
Hak Tersangka Untuk Tidak Disiksa
Berdasarkan KUHAP dan PP 58/1999, hak-hak tahanan antara lain adalah:
Menghubungi dan didampingi penasihat hukum.
[3]Segera diperiksa oleh penyidik setelah 1 hari ditahan.
[4]Menghubungi dan menerima kunjungan pihak keluarga atau orang lain untuk kepentingan penangguhan penahanan atau usaha mendapat bantuan hukum.
[5]Meminta atau mengajukan penangguhan penahanan.
[6]Menghubungi atau menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan.
[7]Menghubungi atau menerima kunjungan sanak keluarga.
[8]Mengirim surat atau menerima surat dari penasehat hukum dan sanak keluarga.
[9]Menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan.
[10]Bebas dari rasa takut, paksaan dan tekanan.
[11]
Ditegaskan pula dalam Pasal 52 jo. Pasal 117 ayat (1) KUHAP bahwa keterangan tersangka harus diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk apapun agar mencapai hasil yang tidak menyimpang daripada yang sebenarnya. Wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka dalam pemeriksaan. Sehingga, dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas jelas bahwa setiap tersangka yang diperiksa polisi tidak boleh disiksa secara fisik maupun psikis, seperti diintimidasi atau ditakut-takuti.
Setiap Anggota Polri dalam melaksanakan tugas penegakan hukum sebagai penyelidik, penyidik pembantu, dan penyidik dilarang:
[12]mengabaikan kepentingan pelapor, terlapor, atau pihak lain yang terkait dalam perkara yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
menempatkan tersangka di tempat bukan rumah tahanan negara/Polri dan tidak memberitahukan kepada keluarga atau kuasa hukum tersangka;
merekayasa dan memanipulasi perkara yang menjadi tanggung jawabnya dalam rangka penegakan hukum;
merekayasa isi keterangan dalam berita acara pemeriksaan;
melakukan pemeriksaan terhadap seseorang dengan cara memaksa untuk mendapatkan pengakuan;
melakukan penyidikan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena adanya campur tangan pihak lain;
menghambat kepentingan pelapor, terlapor, dan pihak terkait lainnya yang sedang berperkara untuk memperoleh haknya dan/atau melaksanakan kewajibannya;
merekayasa status barang bukti sebagai barang temuan atau barang tak bertuan;
menghambat dan menunda-nunda waktu penyerahan barang bukti yang disita kepada pihak yang berhak sebagai akibat dihentikannya penyidikan tindak pidana;
melakukan penghentian atau membuka kembali penyidikan tindak pidana yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
melakukan hubungan atau pertemuan secara langsung atau tidak langsung di luar kepentingan dinas dengan pihak-pihak terkait dengan perkara yang sedang ditangani;
melakukan pemeriksaan di luar kantor penyidik kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
menangani perkara yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Pada Pasal 11 ayat (1) Perkap 8/2009 telah ditegaskan bahwa setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan:
penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum;
penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan;
pelecehan atau kekerasan seksual terhadap tahanan atau orang-orang yang disangka terlibat dalam kejahatan;
penghukuman dan/atau perlakuan tidak manusiawi yang merendahkan martabat manusia;
korupsi dan menerima suap;
menghalangi proses peradilan dan/atau menutup-nutupi kejahatan;
penghukuman dan tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum (corporal punishment);
perlakuan tidak manusiawi terhadap seseorang yang melaporkan kasus pelanggaran HAM oleh orang lain;
melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan yang tidak berdasarkan hukum;
menggunakan kekerasan dan/atau senjata api yang berlebihan.
Jadi pada dasarnya dalam pemeriksaan tersangka penyidik/polisi tidak boleh melakukan pemaksaan, tekanan, atau bahkan penyiksaan pada tersangka.
Mengenai penyiksaan ini, Indonesia telah meratifikasi
Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia) melalui
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia) (“UU 5/1998”) yang pada intinya, Konvensi mengatur pelarangan penyiksaan baik fisik maupun mental, dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia yang dilakukan oleh atau atas hasutan dari atau dengan persetujuan/sepengetahuan pejabat publik (
public official) dan orang lain yang bertindak dalam jabatannya.
Terkait dengan pemeriksaan yang sarat tekanan dan paksaan ini, Mahkamah Agung pernah memutus bahwa keterangan yang diperoleh dengan paksaan dan tekanan ini menjadi tidak bernilai dan tidak dapat digunakan sebagai alat bukti di Pengadilan yakni dalam
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2588 K/PID.SUS/2010 Tahun 1970 dengan terdakwa Frengki di mana dalam Berita Acara Pemeriksaan (Tersangka) oleh terjadi penganiayaan dan ancaman dengan pistol oleh Penyidik. Selain itu, MA juga pernah mengeluarkan Putusan di mana keterangan saksi yang diperoleh di bawah tekanan tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti di Pengadilan yaitu
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1531 K/Pid.Sus/2010 dengan terdakwa Ket San alias Chong Ket.
Untuk membuktikan bahwa teman Anda tidak bersalah, proses hukum tetap harus dilalui sesuai peraturan perundang-undangan. Jadi, memang teman Anda tidak bisa serta merta dibebaskan sebelum yang bersangkutan terbukti tidak bersalah di pengadilan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Putusan:
[5] Pasal 60 jo. Pasal 61 KUHAP jis. Pasal 37 PP 58/1999
[7] Pasal 37 ayat (1) huruf b PP 58/1999
[8] Pasal 37 ayat (1) huruf a PP 58/1999
[9] Pasal 62 ayat (1) KUHAP
[10] Pasal 37 ayat (1) huruf c PP 58/1999
[11] Penjelasan Pasal 52 KUHAP
[12] Pasal 14 Perkapolri Kode Etik