Baru-baru ini saya dengar berita terkait seorang pengasuh yang aniaya anak selebgram Malang. Menurut berita yang beredar, anak selebgram yang dianiaya berusia 3 tahun. Pengasuh melakukan tindak kekerasan kepada anak majikannya dengan menjambak anak, pukul anak pakai buku, hingga siram minyak gosok kepada anak, sehingga anak mengalami luka lebam di salah satu mata dan telinganya. Pertanyaan saya, apa ancaman pidana pengasuh yang aniaya anak majikan?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pada dasarnya, setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.
Lalu, orang yang melakukan kekerasan terhadap anak berpotensi dipidana penjara maksimal 3 tahun 6 bulan dan/atau denda maksimal Rp 72 juta. Namun, apabila anak mengalami luka berat, maka pelaku dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp 100 juta. Apa dasar hukumnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Tindak Pidana Kekerasan terhadap Anak
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.[1] Adapun anak wajib mendapatkan perlindungan, yaitu segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.[2]
Kekerasan sendiri diartikan sebagai setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan penderitaan secara fisik, psikis, seksual dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.[3]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Berdasarkan pertanyaan Anda, anak korban mendapatkan kekerasan dari pengasuhnya melalui pukulan, jambakan, dan siraman minyak yang menyebabkan anak terluka. Menurut hemat kami, perbuatan pengasuh anak tersebut sudah melanggar Pasal 76C UU 35/2014 sebagai berikut:
Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.
Selanjutnya, setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 76C UU 35/2014 berpotensi dipidana penjara maksimal 3 tahun 6 bulan dan/atau denda maksimal Rp 72 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 80 ayat (1) UU 35/2014.
Namun, apabila anak mengalami luka berat, maka pelaku dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp 100 juta.[4] Sedangkan jika anak mati, pelaku dapat dipidana penjara maksimal 15 tahun dan/atau denda maksimal Rp 3 miliar.[5] Adapun pidana ditambah 1/3 jika yang melakukan penganiayaan adalah orang tuanya sendiri.[6]
Tindak Pidana Kekerasan dalam UU PKDRT
Sebagai informasi, dalam UU PKDRT, lingkup rumah tangga meliputi anak dan orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Sehingga, pengasuh anak termasuk dalam orang yang bekerja dan dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.[7]
Pada dasarnya, menurut Pasal 5 huruf a UU PKDRT, setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara kekerasan fisik. Kekerasan fisik tersebut adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.[8] Adapun orang yang melanggar ketentuan ini dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun atau denda paling banyak Rp 15 juta.[9]
Tindak Pidana Penganiayaan dalam KUHP
Sementara itu, apabila merujuk pada KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[10] yaitu tahun 2026, pelaku kekerasan/penganiayaan dapat dijerat menggunakan pasal berikut:
Pasal 351 KUHP
Pasal 466 UU 1/2023
Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.[11]
Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.
Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Setiap orang yang melakukan penganiayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta.[12]
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
Termasuk dalam penganiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan yang merusak kesehatan.
Percobaan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dipidana.
Disarikan dari artikel Perbedaan Pasal Penganiayaan Ringan dan Penganiayaan Berat, mengenai penganiayaan dalam Pasal 351 KUHP, R. Soesilo dalam bukunya berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, berpendapat bahwa undang-undang tidak memberi ketentuan apakah yang diartikan dengan penganiayaan itu (hal. 245).
Namun menurut yurisprudensi, penganiayaan adalah:[13]
sengaja menyebabkan perasaan tidak enak/penderitaan;
menyebabkan rasa sakit;
menyebabkan luka.
Adapun menurut Penjelasan Pasal 466 UU 1/2023, ketentuan ini tidak memberi perumusan mengenai pengertian penganiayaan. Hal ini diserahkan kepada penilaian hakim untuk memberikan interpretasi terhadap kasus yang dihadapi sesuai dengan perkembangan nilai-nilai sosial dan budaya serta perkembangan dunia kedokteran. Ini berarti bahwa pengertian penganiayaan tidak harus berarti terbatas pada penganiayaan fisik dan sebaliknya tidak setiap penderitaan fisik selalu diartikan sebagai penganiayaan.
Dalam ketentuan ini juga tidak dicantumkan unsur "dengan sengaja" karena hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 36 dan Pasal 54 huruf j UU 1/2023 dalam rangka pemberatan pidana.
Kesimpulannya, karena korban kekerasan/penganiayaan masih berusia 3 tahun, kami akan mengacu pada ketentuan UU 35/2014. Hal ini karena UU 35/2014 merupakan lex specialis dari KUHP dan UU 1/2023 sebagai lex generali, sehingga berlaku asas lex specialis derogat legi generali. Dengan demikian, pelaku berpotensi dipidana berdasarkan Pasal 76C jo. Pasal 80 ayat (1) UU 35/2014 dengan pidana penjara maksimal 3 tahun 6 bulan dan/atau denda maksimal Rp 72 juta. Namun, jika anak korban ternyata mengalami luka berat, maka pelaku dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp 100 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 80 ayat (1) UU 35/2014.
Walau demikian, dalam praktiknya penyidik dapat mengenakan pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur kekerasan/penganiayaan sebagaimana diatur dalam UU 35/2014, UU PKDRT, KUHP atau UU 1/2023. Artinya, jika unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, penyidik dapat menggunakan pasal-pasal tersebut.
Munajat dan Kartono. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan yang Mengakibatkan Luka Berat (Analisis Putusan Perkara No: 10/Pid.B/2018/PN Rkb). Rechtsregel Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 2, 2019;
R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991.