Bagaimana hukum Indonesia berkenaan dengan pemerasan melalui internet? Misalnya seseorang mengancaman mengunggah video porno ke publik apabila saya tidak mentransferkan sejumlah uang. Ke mana melaporkan pelaku? Bagaimana bila pelaku mengaku tinggal di luar negeri? Bagaimana hukumnya menurut UU ITE 2024?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Tindakan pemerasan dengan ancaman pencemaran di internet berpotensi dipidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam UU 1/2024. Meskipun pelaku berada di luar negeri, ia tetap dapat dijerat pidana berdasarkan hukum Indonesia, karena sifat UU ITE dan perubahannya yang borderless.
Lantas, bagaimana cara melaporkan pelaku?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca dalam ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Teguh Aifiyadi, S.H., M.H., dan pertama kali dipublikasikan pada 11 Januari 2019, dan dimutakhirkan oleh Nafiatul Munawaroh, S.H., M.H pada 30 Desember 2022.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Pemerasan dengan Ancaman Penyebaran Video Pribadi ke Internet
Pemerasan dengan ancaman melalui internet pada prinsipnya sama dengan pemerasan dan pengancaman secara konvensional. Yang membedakan hanya sarananya, yakni melalui media internet, sehingga video dan foto pribadi termasuk ke dalam informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.
Berdasarkan pertanyaan Anda, seseorang mengancaman untuk mengunggah video porno ke internet apabila Anda tidak mentransferkan sejumlah uang. Menurut hemat kami, yang dilakukan pelaku termasuk perbuatan ancaman pencemaran di dunia siber yang dilarang dalam Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE sebagai berikut:
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya:
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau
memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.
Kemudian, menurut Penjelasan Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024, yang dimaksud dengan "ancaman pencemaran" adalah ancaman menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum.
Lalu, orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024, berpotensi dipidana dengan pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (10) UU 1/2024.
Namun, penting untuk diketahui bahwa tindak pidana dalam Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 hanya dapat dituntut atas pengaduan korban tindak pidana.[1]
Adapun mengenai perbuatan seseorang yang menyebarkan informasi/dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, dalam hal ini video porno, pelaku dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (1) UU 1/2024. Penjelasan selengkapnya dapat Anda baca pada artikel Bunyi Pasal 27 ayat (1) UU ITE 2024 tentang Kesusilaan.
Tindak Pidana Pengancaman dengan Pemerasan dalam KUHP
Selanjutnya, ketentuan dalam Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 pada dasarnya mengacu pada ketentuan tindak pidana pengancaman dengan pemerasan dalam KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[2] yaitu tahun 2026, sebagai berikut:
Pasal 369 KUHP
Pasal 483 UU 1/2023
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain atau supaya membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Kejahatan ini hanya dituntut atas pengaduan orang yang dikenakan kejahatan itu.
1. Dipidana karena pengancaman dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta,[3] setiap orang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya
a. memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau
b. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut atas pengaduan korban tindak pidana.
Dari bunyi Pasal 369 ayat (1) KUHP, unsur-unsur tindak pidana pengancaman dengan pemerasan adalah:[4]
barangsiapa;
dengan maksud;
untuk secara melawan hukum;
menguntungkan diri sendiri atau orang lain;
memaksa seseorang dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis, ataupun akan membuka suatu rahasia;
supaya memberikan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebahagian kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang ataupun menghapuskan piutang.
Lalu, karakteristik utama dari Pasal 369 ayat (1) KUHP adalah cara memaksa yang berupa “ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis, ataupun akan membuka sesuatu rahasia”.[5] Selanjutnya, menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, unsur tersebut adalah unsur cara melakukan, yaitu memaksa seseorang dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis, ataupun akan membuka suatu rahasia. Adapun perbuatan “memaksa” adalah melakukan tekanan pada orang, sehingga orang itu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendak sendiri (hal. 256).
Lebih lanjut, berdasarkan Penjelasan Pasal 483 ayat (1) UU 1/2023, pada tindak pidana pengancaman, sarana paksaannya lebih bersifat nonfisik atau batiniah yaitu dengan menggunakan ancaman penistaan, baik lisan maupun tulisan atau dengan ancaman akan membuka rahasia. Ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis atau membuka rahasia tidak harus berhubungan langsung dengan orang yang diminta untuk memberikan barang, membuat utang, atau menghapuskan piutang, tetapi dapat juga orang lain, misalnya, terhadap anak, istri, atau suami, yang secara tidak langsung juga menyerang kehormatan atau nama baik yang bersangkutan.
Bagaimana Jika Pelaku Tinggal di Luar Negeri?
UU ITE dan perubahannya secara prinsip mengatur batas teritorial suatu kejahatan siber secara borderless. Yurisdiksi UU ITE dan perubahannya tidak hanya berlaku di wilayah Republik Indonesia, melainkan juga berlaku atas kejahatan yang dilakukan di luar wilayah teritorial Indonesia.
Pasal 2 UU ITE menegaskan bahwa UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Perbuatan pengancaman dengan pemerasan sebagaimana kami jelaskan termasuk kategori perbuatan yang memberikan akibat hukum di wilayah hukum Indonesia meskipun pelakunya di luar wilayah hukum Indonesia. Dalam prosesnya, tentu penyidik akan meminta bantuan dari otoritas penegak hukum negara terkait untuk membantu maupun bersama-sama mengungkap kasus tersebut.
Cara Melaporkan Pelaku
Saran kami, mengingat perbuatan pengancaman dengan pemerasan adalah delik aduan baik berdasarkan UU 1/2024 maupun KUHP atau UU 1/2023, sebaiknya Anda segera melaporkan kasus tersebut ke aparat penegak hukum. Adapun prosedur untuk menuntut pelaku, secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut:[6]
Orang yang merasa haknya dilanggar atau melalui kuasa hukum, datang langsung membuat laporan kejadian kepada penyidik Polri pada unit/bagian cybercrime atau kepada penyidik PPNS (Pejabat Pegawai Negeri Sipil) pada Sub Direktorat Penyidikan dan Penindakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika. Selanjutnya, penyidik akan melakukan penyelidikan yang dapat dilanjutkan dengan proses penyidikan berdasarkan hukum acara pidana dan UU ITE serta perubahannya.
Setelah proses penyidikan selesai, maka berkas perkara oleh penyidik akan dilimpahkan kepada penuntut umum untuk dilakukan penuntutan di muka pengadilan. Apabila yang melakukan penyidikan adalah PPNS, maka hasil penyidikannya disampaikan kepada penuntut umum melalui penyidik Polri.
Dina Rahayu Pardiman (et.al). Tindak Pidana Pengancaman sebagai Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan Menurut Pasal 369 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jurnal Lex Crimen, Vol. 11, No. 4, 2022;
R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991.
[4] Dina Rahayu Pardiman (et.al). Tindak Pidana Pengancaman sebagai Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan Menurut Pasal 369 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jurnal Lex Crimen, Vol. 11, No. 4, 2022, hal. 3
[5] Dina Rahayu Pardiman (et.al). Tindak Pidana Pengancaman sebagai Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan Menurut Pasal 369 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jurnal Lex Crimen, Vol. 11, No. 4, 2022, hal. 6