Bagaimanakah jerat hukum dalam terjadinya kasus plagiat atau plagiarisme dalam dunia musik? Lantas, bagaimanakah penyelesaiannya jika terjadi sengketa?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pada dasarnya plagiarisme diartikan sebagai penjiplakan yang melanggar hak cipta dengan mengutip sebagian atau seluruh karya orang lain tanpa menyatakan sumber secara tepat. Musik dan/atau lagu tanpa teks sendiri termasuk dalam objek yang dilindungi hak cipta secara eksklusif.
Lantas, bagaimana jerat hukum jika terjadi kasus plagiarisme?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Penerapan Hukum Dalam Plagiarisme Musikyang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. yang dipublikasikan pertama kali pada 4 April 2014.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pengertian Hak Cipta
Sebelumnya, kami perlu memberikan definisi plagiarisme terlebih dahulu. Pada dasarnya, dalam peraturan perundang-undangan tidak memberikan definisi apa itu plagiarisme. Namun, dalam KBBI menyebutkan plagiarisme adalah penjiplakan yang melanggar hak cipta.
Lebih lanjut plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan milik orang lain dan menjadikan seolah-olah karangan miliknya sendiri. Plagiat juga dapat diartikan juga sebagai perbuatan secara sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan/atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai.[1]
Hak cipta itu sendiri diartikan sebagai hak eksklusif bagi pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[2] Hak eksklusif diartikan sebagai hak yang hanya diperuntukkan bagi pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pencipta. Pemegang hak cipta yang bukan pencipta hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif berupa hak ekonomi.[3]
Lagu atau Musik sebagai Objek Hak Cipta
Pada dasarnya lagu dan/ atau musik tanpa teks dalam UUHC termasuk sebagai salah satu ciptaan yang dilindungi, sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (1) huruf d UUHC. Lagu atau musik ini diartikan sebagai satu kesatuan karya cipta yang bersifat utuh.[4]
Adapun pada dasarnya suatu karya cipta dilindungi oleh hak eksklusif meliputi hak moral dan hak ekonomi.[5] Hak moral pada dasarnya melekat secara abadi kepada pencipta untuk:[6]
tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum;
menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
mengubah judul dan anak judul ciptaan; dan
mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.
Selain itu pencipta atau pemegang hak cipta dilindungi oleh hak ekonomi sebagai hak eksklusif untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan.[7] Adapun jenis hak ekonomi yang dimiliki dapat meliputi hak untuk melakukan:[8]
penerbitan ciptaan;
penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya;
penerjemahan ciptaan;
pengadaptasian, pengaransemenan, pentransformasian ciptaan; atau
pendistribusian ciptaan atau salinannya;
pertunjukan ciptaan;
pengumuman ciptaan;
komunikasi ciptaan; dan
penyewaan ciptaan.
Perlu diperhatikan bahwa setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi wajib mendapatkan izin pencipta atau pemegang hak cipta.[9] Selain itu, setiap orang yang tidak mendapatkan izin pencipta atau pemegang hak cipta dilarang untuk melakukan penggandaan dan/atau penggunaan secara komersial ciptaan.[10]
Pelanggaran Hak Cipta
Lalu apa yang dimaksud dengan pelanggaran hak cipta itu? UUHC menyebutkan hal-hal yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta di dalam Pasal 44 ayat (1) UUHC. Pasal ini mengatakan penggunaan, pengambilan, penggandaan, dan/atau pengubahan suatu ciptaan dan/atau produk hak terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap untuk keperluan:
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta;
keamanan serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatif, dan peradilan;
ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta.
Jadi, plagiarisme terhadap suatu karya musik dapat dianggap sebagai pelanggaran hak cipta sepanjang tidak disebutkan atau dicantumkan sumbernya.
Mengacu pada hal-hal di atas, dapat disimpulkan pula dalam tindakan plagiarisme musik, plagiator melakukan tindakan memperbanyak suatu bagian yang substansial dari suatu karya musik dengan jalan menyalin tanpa izin pencipta. Menurut hemat kami, tindakan perbanyakan suatu ciptaan sama saja halnya dalam penggandaan ciptaan dalam segala bentuk sebagaimana termuat dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b UUHC. Apabila pelaku melakukan pelanggaran hak cipta dalam melakukan penggandaan ciptaan dapat dijerat pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1 miliar.[11]
Adapun penyelesaian sengketa terhadap pelanggaran ini dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase, dan pengadilan.[12] Pengadilan yang berwenang disini adalah Pengadilan Niaga.[13] Namun perlu diperhatikan selain pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait dalam bentuk pembajakan, sepanjang para pihak bersengketa diketahui keberadaannya dan/atau berada di wilayah Indonesia maka harus menempuh terlebih dahulu penyelesaian sengketa melalui mediasi sebelum melakukan tuntutan pidana.[14] Pencipta, pemegang hak cipta dan/atau pemegang hak terkait atau ahli warisnya yang mengalami kerugian hak ekonomi berhak memperoleh ganti rugi.[15] Gugatan ganti rugi diajukan kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak cipta atau produk hak terkait.[16]