Bagaimana formulasi hukum pidana bagi notaris yang memalsukan akta autentik?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pada dasarnya notaris yang memalsukan akta autentik dapat dijerat tindak pidana pemalsuan dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 264 ayat (1) KUHP lama yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlakuatau Pasal 392 UU 1/2023tentang KUHP baru yang akan berlaku 3 tahun sejak diundangkan yaitu tahun 2026.
Lantas, apakah seorang notaris dapat diberhentikan jika dinyatakan bersalah dalam memalsukan akta autentik?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Jerat Hukum bagi Notaris yang Memalsukan Akta Autentik yang dibuat pertama kali oleh Abi Jam’an Kurnia, S.H. pada 11 Februari 2019.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Notaris dan Akta Autentik
Pada dasarnya perlu diketahui apa itu pengertian dari profesi notaris berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU 2/2014 yang didefinisikan sebagai berikut:
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.
Adapun yang dimaksud dengan akta notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UU Jabatan Notaris dan perubahannya.[1]
Selain akta notaris, dalam UU Jabatan Notaris ini dikenal istilah minuta akta, yaitu asli akta yang mencantumkan tanda tangan para penghadap, saksi, dan notaris, yang disimpan sebagai bagian dari protokol notaris.[2]
Sedangkan yang dimaksud dengan protokol notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh notaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[3]
Sanksi Menurut UU Jabatan Notaris
Perlu dipahami bahwa berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf b UU 2/2014, dalam menjalankan jabatannya, notaris wajib membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris. Adapun kewajiban ini dimaksudkan untuk menjaga keautentikan suatu akta dengan menyimpan akta dalam bentuk aslinya, sehingga apabila ada pemalsuan atau penyalahgunaan grosse, salinan, atau kutipannya dapat segera diketahui dengan mudah dengan mencocokkannya dengan aslinya.[4]
Apabila notaris melanggar kewajiban untuk menjaga keauntentikan akta tersebut, maka notaris tersebut dapat dikatakan telah melakukan pelanggaran berat dan oleh karena itu dapat dikenai sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atas usul Majelis Pengawas Pusat.[5]
Adapun pidana pemalsuan surat diatur dalam KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[6] yaitu tahun 2026, sebagai berikut:
Pasal 264 KUHP
Pasal 392 UU 1/2023
Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama 8 tahun, jika dilakukan terhadap:
akta-akta otentik;
surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dan suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai;
talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
surat kredit atau surat dagang untuk diedarkan.
Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun, setiap orang yang melakukan pemalsuan surat terhadap:
akta autentik;
surat utang atau sertifikat utang dari suatu negara atau bagiannya atau dari suatu lembaga umum;
saham, surat utang, sertifikat saham, sertifikat utang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau persekutuan;
talon, tanda bukti dividen atau tanda bukti bunga salah satu surat yang dimaksud dalam huruf b dan huruf c atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut;
surat kredit atau surat dagang untuk diedarkan;
surat keterangan mengenai hak atas tanah; atau
surat berharga lainnya yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Setiap orang yang menggunakan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang isinya tidak benar atau dipalsu, seolah-olah benar atau tidak dipalsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana sama pada ayat (1).
Mengenai hal ini R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 197) menjelaskan Pasal 264 ayat (1) KUHP atau Pasal 392 UU 1/2023 sebagai berikut:
Bahwa sudah barang tentu perbuatan yang diancam hukuman dalam pasal ini harus memuat segala elemen-elemen atau syarat-syarat yang termuat dalam Pasal 263 dan selain dari pada itu ditambah dengan syarat, bahwa surat yang dipalsukan itu terdiri dari surat authentik dsb. yang tersebut berturut-turut pada sub 1 s/d 5 dalam pasal ini, surat-surat mana bersifat umum dan harus tetap mendapat kepercayaan dari umum. Memalsukan surat semacam itu berarti membahayakan kepercayaan umum, sehingga menurut pasal ini diancam hukuman yang lebih berat dari pada pemalsuan surat biasa.
Adapun masih dalam bukunya R. Soesilo menjelaskan mengenai akta autentik adalah akta yang dibuat di hadapan seorang pegawai negeri umum yang berhak untuk itu, biasanya notaris, pegawai pencatatan jiwa dan sebagainya.[7]
Sebagai informasi tambahan, Notaris juga dapat diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia karena dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.[8]
Contoh Kasus
Sebagai contoh kasus dapat dilihat dalam Putusan PN Lhokseumawe 40/Pid.B/2013/PN-LSM yang membahas mengenai pembuatan minuta akta yang mana terdakwa (notaris) melakukan pemalsuan isi surat/akta yang tidak sesuai sebagaimana kebenarannya, dengan cara menyebutkan nama seseorang sebagai salah satu orang yang menghadap di hadapan terdakwa, padahal orang tersebut sebagaimana tertuang di dalam akta notaris yang dibuat terdakwa, tidak pernah menghadap untuk pembuatan akta karena sedang berada di luar Aceh.
Atas perbuatan tersebut, majelis hakim mengabulkan tuntutan penuntut umum yang didasarkan dengan Pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam amarnya, majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pemalsuan Akta Otentik” dan menjatuhkan pidana penjara selama 2 (bulan) serta hakim memerintahkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.