Melalui salah seorang koordinator yang ditunjuk yang juga karyawan instansi pemerintah di mana istri saya bekerja, menawarkan kredit barang salah satu bank nasional. Dijanjikan terima barang, angsuran tetap, tanpa bunga dan jangka waktu angsuran 10 bulan. Setengah bulan kemudian yang datang bukan barang tapi kartu kredit bank nasional. Marketing ditelpon berkali-kali tidak pernah diangkat. Istri saya keberatan karena tidak tahu hak dan kewajibannya, cara penggunaannya dan dari awal penawaran tidak pernah minta kartu kredit. Kartu kredit masih tersegel, tidak pernah dibuka dan tersimpan. Pertanyaan saya pengasuh yth.: 1. Apa yang bisa kami lakukan dengan kartu kredit yang tidak pernah dikehendaki tersebut? 2. Bagaimana tanggungjawab hukum marketing dan pihak bank penerbit yang sejak semula penawaran dan tanda tangan permohonan tidak pernah menjelaskan tentang produk kartu kredit kepada istri saya? Bagaimana dengan koordinatornya? 3. Bagaimana sesungguhnya PBI mengatur tentang kegiatan kartu kredit dan adakah perlindungan hukum seperti kasus yang terjadi pada kami? 4. Bisakah kami melaporkan dan menuntut pihak-pihak tersebut? Caranya dan pasalnya bagaimana? Jawaban pengasuh sungguh sangat kami harapkan. Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
1.Pasal 14 Peraturan Bank Indonesia No.11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (“PBI 11/2009”), Pemberian Kartu Kredit oleh Penerbit Kartu Kredit wajib didasarkan atas permohonan yang telah ditandatangani calon Pemegang Kartu. Jadi, untuk dapat diterbitkannya suatu kartu kredit, maka harus ada aplikasi penerbitan kartu kredit yang ditandatangani oleh calon pemegang kartu. Oleh karena itu, apabila bank menerbitkan kartu kredit tidak didasarkan atas permohonan atau aplikasi yang ditandatangani calon pemegang kartu, maka hal itu melanggar peraturan Bank Indonesia.
Saran kami, Anda hubungi customer service bank tersebut, untuk mengajukan komplain atas penerbitan kartu kredit tanpa aplikasi tersebut. Jangan aktifkan kartu tersebut, minta saja agar bank untuk segera menutup kartu kredit tersebut.
2.MenurutPasal 21 PBI 11/2009, dalam hal bank melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam penerbitan kartu kredit, maka bank tersebut bertanggung jawab atas kerjasama tersebut. Jadi, tanggung jawabnya terletak pada bank yang menerbitkan kartu kredit tersebut.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Dalam hal bank melanggar kewajiban-kewajibannya sebagaimana diatur dalam PBI 11/2009 tersebut, bank dapat dikenakan sanksi oleh Bank Indonesia berupa teguran tertulis. Apabila pelanggaran tersebut tetap dilakukan setelah teguran tersebut, BI dapat mencabut izin bank tersebut untuk menjadi penerbit kartu kredit.
3.Kartu kredit di Indonesia antara lain diatur dalam PBI 11/2009 di atas. Selain itu, ia juga mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998).
4.Apabila istri Anda merasa dirugikan, dia bisa menggugat pihak bank tersebut dengan menggunakan pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”). Menurut pasal 45 UUPK, setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Jadi, gugatan tersebut bisa diajukan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau ke pengadilan.
Demikian hemat kami. Semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1.Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
2.Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
3.Peraturan Bank Indonesia No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu