Teman saya sudah bekerja selama kurang lebih 4 tahun dengan status sebagai karyawan kontrak dan terkena PHK. Sisa kontraknya masih ada 2 bulan lagi. Alasan teman saya di-PHK karena ia tidak memiliki ijazah, tapi pada saat dulu teman saya masuk kerja di perusahaan tersebut tidak mempermasalahkan dia tidak punya ijazah. Pertayaan saya adalah:
Bolehkah perusahaan mempermasalahkan ijazah sedangkan pada saat masuk kerja ijazah tersebut tidak dipermasalahkan?
Kalau dilihat dari masa kerja teman saya, bisakah diangkat menjadi karyawan tetap?
Berhakkah teman saya mendapatkan uang pesangon?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Perlu diketahui bahwa dilakukannya Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) karena tidak memiliki ijazah tidak termasuk alasan dilarangnya PHK. Namun menurut hemat kami, pengusaha tidak seharusnya mem-PHK teman Anda karena alasan tidak mempunyai ijazah yang sebelumnya sudah disepakati bersama melalui perjanjian kerja.
Lantas, apakah seorang karyawan kontrak yang sudah bekerja selama 4 tahun akan mendapatkan pesangon setelah di-PHK?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Bolehkah Mem-PHK Karyawan yang Tidak Mempunyai Ijazah? yang dibuat pertama kali oleh Dimas Hotomo, S.H. pada 6 Desember 2018.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Alasan PHK yang Dilarang
Pada dasarnya berdasarkan ketentuan Pasal 81 angka 43 Perppu Cipta Kerjayang mengubah Pasal 153 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menegaskan bahwa pengusaha dilarang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) dengan alasan karyawan:
berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus;
berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
menikah;
hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan karyawan lainnya di dalam satu perusahaan;
mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; dan
dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Apabila PHK dilakukan oleh pengusaha dengan menggunakan alasan yang dilarang tersebut di atas, maka PHK batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali karyawan yang bersangkutan.[1]
Jika Di-PHK karena Tidak Memiliki Ijazah
Menyambung pertanyaan Anda, berdasarkan Pasal 81 angka 43 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 153 ayat (1) UU Ketenagakerjaan apabila PHK dilaksanakan dengan alasan seorang karyawan tidak memiliki ijazah, hal tersebut tidak termasuk alasan dilarangnya PHK. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa perusahaan boleh melakukan PHK atas dasar karyawan tidak memiliki ijazah.
Namun demikian, Anda menyatakan pada saat karyawan mulai memasuki masa kerjanya, pengusaha tidak mempermasalahkan ijazah tersebut yang dapat diartikan bahwa secara tidak langsung pengusaha telah sepakat atas kualifikasi tersebut (dibuktikan dengan telah berlangsung hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja). Dalam hal ini perlu diketahui bahwa kontrak atau perjanjian kerja menjadi sebuah dasar hubungan kerja antara karyawan dengan pengusaha.[2]
Terkait hal ini, Elly Erawati dan Herlien Boediono dalam bukunya Penjelasan Hukum tentang Kebatalan Perjanjian (hal. 68) menjelaskan bahwa sepakat tersebut mencakup pengertian tidak saja “sepakat” untuk mengikatkan diri, tetapi juga sepakat untuk mendapatkan prestasi. Ada beberapa teori mengenai terbentuknya sepakat yang melahirkan perjanjian. Salah satunya teorinya adalah teori pernyataan, di mana kekuatan mengikat perjanjian dikaitkan pada fakta bahwa pihak yang bersangkutan telah memilih melakukan tindakan tertentu dan tindakan tersebut mengarah atau memunculkan keterikatan. Tindakan menjadi dasar keterikatan karena “kehendak yang tertuju pada suatu akibat hukum tertentu sebagaimana terejawantahkan dalam pernyataan”.
Oleh karena itu, apabila perusahaan tidak mempermasalahkan kepemilikan ijazah sedari awal teman Anda bekerja dan ‘membiarkan’ hubungan kerja terjadi (yang kami asumsikan tertuang juga di perjanjian kerja), hal ini dapat diartikan bahwa pengusaha sudah berkehendak untuk mengikatkan diri dengan karyawan dalam sebuah hubungan kerja.
Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa dasar pembuatan kontrak atau perjanjian kerja merujuk pada Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan dibuat atas dasar:
kesepakatan kedua belah pihak;
kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penting untuk diperhatikan apakah unsur-unsur ini telah dipenuhi pada saat Anda membuat perjanjian. Apabila unsur-unsur tersebut telah terpenuhi, maka perjanjian kerja tersebut adalah sah menurut hukum. Adapun syarat dari perjanjian tersebut pada dasarnya merupakan syarat sah perjanjian yang terdapat pada Pasal 1320 KUH Perdata.
Selain itu, berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata ditegaskan bahwa semua persetujuan termasuk perjanjian kerja berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan apabila persetujuan telah dibuat maka tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan undang-undang. Dalam hal ini penting untuk diperhatikan bahwa persetujuan harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Selanjutnya, ditegaskan pula bahwa perjanjian kerja pun menurut Pasal 55 UU Ketenagakerjaan, tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak.
Jadi, kami berpendapat pengusaha tidak diperbolehkan secara hukum mem-PHK teman Anda hanya karena ia tidak mempunyai ijazah, padahal sedari awal bekerja sudah disepakati bersama melalui perjanjian kerja mengenai kualifikasi tidak adanya ijazah. Atas hal ini, dapat timbul perselisihan PHK yang mekanisme penyelesaiannya dapat Anda baca dalam 3 Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Karyawan Kontrak Di-PHK Dapatkah Pesangon?
Selanjutnya, kami akan menjawab mengenai pertanyaan Anda terkait apakah masa kerja 4 tahun sebagai karyawan kontrak dapat diangkat sebagai karyawan tetap?
Namun, sebelumnya perlu dipahami bahwa menurut Pasal 8 ayat (1) PP 35/2021 menegaskan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”) dapat diadakan untuk paling lama 5 tahun. Apabila jangka waktu PKWT akan berakhir dan pekerjaan yang dilaksanakan belum selesai maka dapat dilakukan perpanjangan PKWT dengan jangka waktu sesuai kesepakatan antara pengusaha dengan karyawan, dengan ketentuan jangka waktu keseluruhan PKWT beserta perpanjangannya tidak lebih dari 5 tahun.[3]
Menyambung pernyataan Anda, dengan masa kerja teman Anda 4 tahun dan diasumsikan tidak ada perpanjangan PKWT sebelumnya, maka status teman Anda dapat dikatakan masih sebagai karyawan kontrak (PKWT) saat di-PHK.
Selanjutnya, mengingat status teman Anda pada saat di-PHK sebagai PKWT (karyawan kontrak) maka teman Anda tidak berhak atas pesangon. Meskipun demikian, karena perusahaan melakukan PHK secara sepihak sebelum jangka waktu berakhirnya PKWT, perusahaan wajib membayar uang ganti rugi sebesar gaji teman Anda sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja serta uang kompensasi yang besarannya dihitung berdasarkan jangka waktu PKWT yang telah dilaksanakan.[4]