Apakah kita bisa mencabut laporan kasus penganiayaan ketika sudah sampai persidangan di pengadilan?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pada suatu perkara pidana, pemrosesan perkara digantungkan pada jenis deliknya, terdapat 2 jenis delik yang berhubungan dengan pemrosesan perkara pidana yaitu delik biasa dan delik aduan, keduanya memiliki peraturan berbeda mengenai ketentuan dalam mencabut suatu laporan/aduan. Bagaimana perbedaannya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami sampaikan bahwa pada dasarnya pemrosesan tindak pidana tergantung pada jenis deliknya. Terdapat 2 jenis delik yang berhubungan dengan pemrosesan perkara pidana yaitu delik biasa dan delik aduan.
Delik Biasa
Delik biasa (gewone delic) adalah delik yang dapat dituntut atau diproses tanpa dibutuhkan adanya pengaduan.[1] Pada delik biasa, pelaksanaannya tidak digantungkan pada persetujuan atau pengaduan dari pihak yang dirugikan, melainkan diserahkan kepada aparat penegak hukum untuk menentukan apakah dan sampai di manakah hukum pidana akan dilaksanakan dengan menggunakan kepentingan publik sebagai ukuran.[2] Perkara yang termasuk dalam kategori delik biasa tidak dapat dihentikan meskipun para pihak telah memutuskan untuk berdamai.[3]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Untuk dapat dilakukan penghentian proses pemeriksaan delik biasa, merujuk pada alasan-alasan yang diatur Pasal 109 ayat (2) KUHAP yaitu:
tidak terdapat cukup bukti;
peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana; atau
penyidikan dihentikan demi hukum.
Delik Aduan
Delik aduan (klackt delic) adalah delik yang hanya dapat diproses apabila aduan dari pihak yang dirugikan.[4] Menurut E. Utrecht dalam buku Hukum Pidana II sebagaimana dikutip dalam artikel Perbedaan Delik Biasa dan Delik Aduan Beserta Contohnya, dalam delik aduan, penuntutan terhadap delik tersebut digantungkan pada persetujuan dari yang dirugikan atau korban.
Berbeda dengan delik biasa dimana korban atau pihak yang dirugikan tidak dapat menarik kembali laporannya, dalam delik aduan korban atau pihak yang dirugikan dapat menarik kembali aduannya. Lantas, kapan delik aduan bisa dicabut? Hal ini diatur di dalam Pasal 75 KUHP yang saat artikel ini terbit masih berlaku dan Pasal 30 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun setelah diundangkan,[5] sebagai berikut.
Pasal 75 KUHP
Pasal 30 UU 1/2023
Orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan.
Pengaduan dapat ditarik kembali oleh pengadu dalam waktu 3 bulan terhitung sejak pengaduan diajukan.
Pengaduan yang ditarik kembali tidak dapat diajukan lagi.
Lantas, apakah laporan bisa dicabut? Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa tindak pidana penganiayaan merupakan jenis delik yang penuntutannya karena jabatan dan penindaknya adalah petugas kepolisian, karena dalam ketentuan Bab XX KUHP tentang Penganiayaan tidak terdapat ketentuan yang mensyaratkan harus ada aduan dari korban terlebih dahulu agar perkaranya dapat diperiksa secara hukum. Sehingga, dalam kasus penganiayaan jika korban menarik laporannya bukan menjadi alasan hukum untuk menghentikan proses pemeriksaan perkara.
Dengan demikian, dalam delik biasa jika terjadi perdamaian antara pelapor dan terlapor sebelum tahap persidangan, penegak hukum tetap bisa meneruskan pemeriksaan hingga persidangan.
Kemudian, menjawab pertanyaan Anda, apakah kita bisa mencabut laporan kasus penganiayaan ketika sudah sampai persidangan di pengadilan, menurut hemat kami karena sangkaan tindak pidana penganiayaan adalah delik biasa, maka sejatinya laporan tersebut tidak dapat dicabut.
Hal ini ditegaskan oleh Achmad Iyud Nugraha, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Gunung Sugih, bahwa terhadap perkara yang sudah dilimpahkan dan diperiksa di pengadilan tidak bisa dicabut, tetap harus ada produk hukum yang keluar. Apabila ada perdamaian, hal tersebut hanya bisa meringankan hukuman terdakwa. Lebih lanjut, hak untuk menghentikan perkara hanya ada pada delik aduan. Sehingga, terhadap delik biasa jika perkara sudah disidangkan tidak bisa dicabut laporannya.
Hanafi Amrani. Urgensi Perubahan Delik Biasa Menjadi Delik Aduan dan Relevansinya terhadap Perlindungan dan Penegakan Hak Cipta. Undang: Jurnal Hukum, Vol. 1, No. 2 (2018).
Catatan:
Kami telah melakukan wawancara dengan Achmad Iyud Nugraha, S.H., M.H. Wakil Ketua Pengadilan Negeri Gunung Sugih via Whatsapp pada Jumat, 2 Desember 2022 pukul 12.19 WIB.
[1] Hanafi Amrani, Urgensi Perubahan Delik Biasa Menjadi Delik Aduan dan Relevansinya terhadap Perlindungan dan Penegakan Hak Cipta, Undang: Jurnal Hukum, Vol. 1, No. 2 (2018), hal. 354
[2] Hanafi Amrani, Urgensi Perubahan Delik Biasa Menjadi Delik Aduan dan Relevansinya terhadap Perlindungan dan Penegakan Hak Cipta, Undang: Jurnal Hukum, Vol. 1, No. 2 (2018), hal. 349-350
[3] Hanafi Amrani, Urgensi Perubahan Delik Biasa Menjadi Delik Aduan dan Relevansinya terhadap Perlindungan dan Penegakan Hak Cipta, Undang: Jurnal Hukum, Vol. 1, No. 2 (2018), hal. 354
[4] Hanafi Amrani, Urgensi Perubahan Delik Biasa Menjadi Delik Aduan dan Relevansinya terhadap Perlindungan dan Penegakan Hak Cipta, Undang: Jurnal Hukum, Vol. 1, No. 2 (2018), hal. 354