Diwarnai Perbedaan Pendapat, Hakim Nyatakan Iqbal Terima Suap
Kasus Suap KPPU:

Diwarnai Perbedaan Pendapat, Hakim Nyatakan Iqbal Terima Suap

Hakim Sofialdi menganggap tak ada kaitan langsung antara pemberian uang Billy, peran Iqbal dan upaya mempengaruhi putusan KPPU.

IHW
Bacaan 2 Menit
Diwarnai Perbedaan Pendapat, Hakim Nyatakan Iqbal Terima Suap
Hukumonline

 

Menurut majelis hakim, Iqbal adalah penyelenggara negara. Posisinya sebagai komisioner KPPU yang rentan dengan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme semakin menegaskan bahwa Iqbal adalah penyelenggara negara. Dengan demikian unsur pertama terbukti, simpul hakim.

 

Untuk unsur kedua, hakim mempertimbangkan fakta pada 16 September 2008 dimana petugas KPK menangkap Iqbal tengah menggendong tas hitam berisi uang Rp500 juta saat melenggang keluar dari lift Hotel Aryaduta, Jakarta. Saat ditangkap, Iqbal mengelak mengetahui isi tas itu, apalagi berniat memilikinya. Seharusnya terdakwa langsung menyerahkannya saja ke petugas KPK. Bukannya malah mengajak untuk menemui si pemberi tas (Billy Sindoro, red). Tindakan terdakwa ini juga bertentangan dengan kode etik yang berlaku di KPPU. Dengan demikian unsur ‘menerima hadiah atau janji' terbukti, ungkap hakim I Made Hendra membacakan pertimbangan.

 

Untuk unsur ketiga, hakim menganggap Iqbal secara sadar berhubungan dengan Billy Sindoro. Padahal sebelum berkenalan, Iqbal mengetahui bahwa Billy adalah pejabat di PT Direct Vision. Bukan hanya itu, dalam beberapa komunikasi lewat pesan pendek maupun email, Billy berulang kali menyatakan keinginannya untuk memberikan rasa ucapan terima kasih kepada Iqbal. Dengan demikian, unsur ketiga juga terbukti.

 

Lantaran semua unsur dalam dakwaan primair terbukti, hakim menganggap dakwaan subsidair dan lebih subsidair tak perlu lagi dibuktikan.

 

Dissenting opinion

Putusan ini sendiri diwarnai perbedaan pendapat (dissenting opinion). Jika empat majelis hakim sepakat bahwa unsur ketiga dakwaan primair terbukti, tidak demikian dengan hakim Sofialdi. Saat membacakan pendapatnya, Sofialdi tak melihat kaitan langsung antara pemberian uang oleh Billy dengan amar putusan KPPU dalam perkara hak siar Liga Inggris.

 

Sofialdi merujuk pada fakta persidangan. Anna Maria Tri Anggraeni dan Benny Pasaribu –komisioner KPPU yang juga majelis komisi perkara hak siar liga Inggris- mengungkapkan putusan KPPU, saat itu, diambil dengan suara bulat. Saksi Anna Maria dan Benny Pasaribu juga tak menyebutkan ada pesanan khusus dari terdakwa, papar Sofialdi.

 

Meski demikian, tak berarti Sofialdi menganggap Iqbal tak bersalah. Menurut dia, tindakan Iqbal yang tetap menerima uang dari Billy adalah bentuk pelanggaran Pasal 5 Ayat (2) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

Usai persidangan, Iqbal langsung menyatakan banding atas putusan hakim. Ia menangkap dissenting opinion sebagai secercah harapan untuk menyatakan dirinya tak bersalah.

 

Pengacara Iqbal, Maqdir Ismail berpendapat serupa. Menurut dia, pendapat hakim Sofialdi adalah yang paling dekat dengan kenyataan yang menimpa kliennya. Bandingkan dengan pertimbangan hakim yang lain. Anda sendiri tadi dengar 'kan kalau tak ada satu pun fakta yang menunjukkan kaitan langsung antara pemberian uang Billy Sindoro, peran Iqbal dan putusan KPPU, ujarnya.

 

Jika Iqbal dan pengacaranya bertekad bulat untuk banding, tidak demikian dengan penuntut umum yang mengaku masih pikir-pikir. Vonis hakim ini memang lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa.

 

Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya menuntaskan persidangan skandal suap di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam perkara hak siar liga Inggris. Setelah Billy Sindoro divonis 3 tahun penjara karena terbukti menyuap, kali ini giliran Mohammad Iqbal yang dinilai terbukti menerima suap. Iqbal yang mantan komisioner KPPU ini lantas dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara.

 

Majelis hakim pimpinan Edward Pattinasarani juga menjatuhkan hukuman denda Rp200 juta kepada Iqbal subsidair 3 bulan kurungan. Hukuman tersebut dijatuhkan karena Iqbal dianggap melanggar dakwaan primair Pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

Pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi setidaknya memiliki tiga unsur. Pertama unsur ‘pegawai negeri atau penyelenggara negara'. Lalu unsur 'menerima hadiah atau janji'. Terakhir unsur ‘padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.'

Tags: