Ketentuan DPT dalam UU Pilpres Di-judicial review
Berita

Ketentuan DPT dalam UU Pilpres Di-judicial review

Pemohon menguji Pasal 28 dan Pasal 111 UU Pilpres ke Mahkamah Konstitusi. Pemohon menilai syarat memilih dalam pilpres seharusnya cukup membuktikan pemilih telah berusia 17 tahun dan telah menikah.

Ali
Bacaan 2 Menit
Ketentuan DPT dalam UU Pilpres Di-<i>judicial review</i>
Hukumonline

 

Kartu Identitas

Menurut Refly, pendataan warga negara yang berhak memilih sulit dilakukan. Ada yang bisa menjamin KPU mampu mendaftar 100 persen warga negara yang sudah 17 tahun atau sudah pernah kawin? tuturnya. Ia menilai kemungkinan eror pasti terjadi. Karenanya, ia meminta agar syarat memilih hanya mengacu pada Pasal 27 ayat (1) UU Pilpres.

 

Pasal itu berbunyi ‘Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih'. Jadi hanya perlu dibuktikan dengan kartu identitas, ujar Refly.

 

Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro) Hadar Gumay mendukung permohonan ini. Menurut Hadar, syarat untuk memilih memang cukup dengan kartu identitas yang membuktikan seseorang telah berumur 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah menikah. Kartu identitas yang bisa digunakan di antaranya Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Paspor. Teknisnya biar KPU yang mengatur, tuturnya.

 

Hadar juga meminta agar MK menjadikan perkara ini sebagai prioritas. Pasalnya, pelaksanaan Pilpres kurang dari sebulan lagi. Kami berharap MK akan memprioritaskan perkara ini, ujarnya. Apalagi, Hadar menilai bila putusan ini dikabulkan, KPU juga harus mengeluarkan peraturan teknisnya.

 

Sekadar mengingatkan, saat ini MK sedang disibukkan menangani perkara sengketa hasil pemilu. MK bahkan sempat mengeluarkan pernyataan akan menunda seluruh pemeriksaan perkara pengujian UU selama persidangan sengketa hasil pemilu masih berjalan. Namun, untuk perkara pengujian UU Pilpres diberikan pengecualian mengingat makin dekatnya jadwal pelaksanaan pilpres.

Rudi, bukan nama sebenarnya, kecewa. Niat memilih calon legislatif yang dijagokannya dalam Pemilu Legislatif lalu, gagal. Sebab nama Rudi tak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hak warga negara untuk memilih wakilnya di DPR pun hilang. Perdebatan dengan Ketua KPPS pun sia-sia. Ketua KPPS tetap tak membolehkan Rudi memilih karena UU Pemilu Legislatif menyebutkan syarat orang yang bisa memilih harus terdaftar.

 

Kejadian ini bukan hanya dialami Rudi. Ribuan orang mengalami hal yang sama. Kejadian seperti itu berpotensi terulang pada Pemilu Presiden (Pilpres) mendatang karena UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pilpres memuat aturan yang sama. Sempat terbesit di pikiran pria yang bekerja di salah satu lawfirm itu untuk menguji syarat memilih harus terdaftar dalam DPR dalam UU Pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK). Harusnya syarat memilih cukup dengan menunjukan KTP, ujarnya kesal.

 

Bila Rudi baru sekedar berwacana, Refly Harun dan Maheswara Prabandono selangkah lebih maju. Refly dan Maheswara resmi mendaftarkan permohonan pengujian Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) UU No.42 Tahun 2008 tentang Pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (16/6).

 

Pasal 28 menyebutkan ‘Untuk dapat menggunakan hak memilih, Warga Negara Indonesia sebagai dimaksud Pasal 27 harus terdaftar sebagai pemilih.' Sedangkan ketentuan Pasal 111 ayat (1) berbunyi ‘Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS meliputi: a. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada TPS yang bersangkutan; dan b. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan'.     

 

Refly menilai kedua pasal ini berpotensi mengancam hak warga negara untuk memilih. Kedua pasal itu bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) serta Pasal 28 ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945, ujar pria yang juga tak bisa memilih pada Pemilu Legislatif kemarin karena tak tercantum dalam DPT. Ia mengatakan konstitusi menjamin hak setiap orang yang memiliki kesamaan di hadapan hukum dan pemerintahan.

Tags: