MoU Sentra Gakumdu untuk Pilpres Mulai Direvisi
Berita

MoU Sentra Gakumdu untuk Pilpres Mulai Direvisi

Unsur-unsur di Sentra Gakumdu sepakat untuk tidak akan menolak laporan Bawaslu, mengalihkan pidana Pemilu yang daluarsa akan ke tindak pidana umum, serta menerima laporan yang dibuat anggota Panwas, dengan catatan mengatasnamakan pribadi. Sementara, untuk batasan bukti permulaan akan disepakati dalam pertemuan berikutnya.

Nov
Bacaan 2 Menit
MoU Sentra Gakumdu untuk Pilpres Mulai Direvisi
Hukumonline

 

Maksudnya, setelah laporan Bawaslu diterima pihak Kepolisian di Sentra Gakumdu, laporan tersebut akan dikaji dan didiskusikan. Apabila terjadi silang pendapat, sehingga laporan dikembalikan atau tidak ditindaklanjuti, masing-masing pihak harus mengutarakan argumennya dalam berita acara. Begitu pula jika laporan dilanjutkan, berita acara harus tetap dibuatkan sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas Sentra Gakumdu. Ini kan soal transparansi dan akuntabilitas, artinya Sentra Gakumdu itu akuntabilitasnya ada. Nggak cuma duduk-duduk, terima laporan, dan ah gue nggak setuju laporannya, jelas Bambang.

 

Kemudian, untuk definisi pelapor. Dalam Pasal 247 ayat (2) UU Pileg dan Pasal 190 ayat (2) UU No 42 Tahun 2008 tentang Pilpres, pelapor itu adalah setiap warga negara Indonesia (WNI) yang mempunyai hak pilih, pemantau pemilu, atau pasangan calon/tim kampanye. Namun, pada Pileg lalu, laporan Bawaslu tidak diterima Kepolisian, dengan alasan (salah satunya) pihak yang menyerahkan laporan ke Bawaslu tidak kredibel.

 

Ketika itu, yang menyampaikan laporan pelanggaran pidana pemilu yang dilakukan Ketua KPU beserta jajarannya, memang anggota Bawaslu sendiri, yakni Wirdyaningsih. Sehingga, menurut Kepolisian, laporan tersebut bukanlah laporan pelanggaran pidana pemilu yang sesuai dengan ketentuan UU Pileg.

 

Padahal, anggota Bawaslu tersebut adalah WNI yang juga memiliki hak pilih, sehingga dapat dikategorikan sebagai pelapor. Oleh karena itu, dalam perbaikan rumusan MoU, telah disepakati bahwa apabila ada anggota Bawaslu yang menemukan pelanggaran pemilu dan mau melaporkannya ke Bawaslu, maka ia akan melapor dalam kapasitasnya sebagai WNI yang memiliki hak pilih. Bukan dalam jabatannya sebagai anggota Bawaslu. Disepakati begini, kalau toh itu ditemukan oleh Bawaslu atau Panwaslu, maka anggota Panwas yang menemukan itu membuat laporan dalam kapasitas dia sebagai individunya, kata Bambang.

 

Jadi ke depan, lanjutnya, tidak ada lagi cerita laporan Bawaslu akan ditolak, karena yang melaporkan adalah individu yang kebetulan mempunyai jabatan dan fungsi sebagai Panwas dan Bawaslu.

 

Pengalihan ke pidana umum

Satu permasalahan lain yang juga telah disepakati adalah mengenai pengalihan laporan pelanggaran pidana pemilu yang daluarsa karena melewati tenggat waktu yang ditentukan dalam UU Pileg dan Pilpres, menjadi pidana umum. Kejaksaan beberapa waktu lalu sudah menerapkan hal ini. Sementara, Kepolisian belum mau menerapkannya karena terlalu strict pada UU Pileg. Sebagaimana diatur dalam Pasal 257 ayat (1) UU Pileg, putusan pengadilan terhadap kasus pelanggaran pidana pemilu yang menurut undang-undang dapat mempengaruhi perolehan suara peserta pemilu, harus sudah selesai paling lama lima hari sebelum KPU menetapkan hasil rekapitulasi suara secara nasional.

 

Atas dasar ini, Kabareskrim Susno Duaji sempat mengeluarkan arahan untuk menyelesaikan penyidikan pelanggaran pidana pemilu, 23 hari sebelum penetapan KPU tersebut. Alhasil, mendekati penetapan, Kepolisian tidak mau lagi menerima laporan pelanggaran pidana pemilu dari Panwaslu maupun Bawaslu. Padahal, batasan waktu dalam UU Pileg, tidak serta merta menghilangkan unsur pidana dalam pelanggaran pidana pemilu yang dinyatakan daluarasa itu.

 

Dengan demikian, ke depan -karena batasan waktu juga diatur dalam Pasal 200 ayat (1) UU Pilpres, unsur-unsur dalam Sentra Gakumdu sepakat untuk mengalihkan pelanggaran pidana pemilu menjadi tindak pidana umum. Dari masing-masing instansi berepakat itu bisa jadi tindak pidana biasa. Jadi, kalau sudah lewat dari lima hari, karena undang-undang sudah bilang begitu, nanti langsung pidana umum, kata Titi Anggraini, Staf Ahli Bawaslu yang juga turut serta dalam diskusi di Bareskrim.

 

Jadi, untuk menjerat pelaku pelanggaran pidana pemilu yang daluarsa ini, bukan lagi menggunakan pasal pidana Pemilu, melainkan pasal pidana umum, KUHP. Kemudian, mekanisme pelaporan dan penanganannya pun juga mengacu pada KUHAP. Mekanismenya tidak sama. Bukan Bawaslu yang melaporkan. Kan seperti, kalau dia memanipulasi berita acara. Itu kan ada di pasal KUHP, Pasal 266, barang siapa menempatkan informasi yang tidak betul dalam berita acara otentik, itu kan ada pidana umumnya, makanya dia akan dibawa ke sana. Dan itupun hukumannya jauh lebih tinggi, terang Titi.

Walau Bawaslu sempat tidak ingin melanjutkan, pihak Kepolisian melalui Kapolri Bambang Hendarso Danuri (BHD) sudah menyatakan keinginannya untuk melanjutkan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) mengenai Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu). Menurut Kepolisian, Sentra Gakumdu ini sangat penting, mengingat batasan waktu yang tersedia dalam penanganan pelanggaran pidana pemilu.

 

Untuk itu, Bareskrim Mabes Polri mengundang Bawaslu dan Kejaksaan Agung untuk mendiskusikan perbaikan butir-butir MoU. Ada beberapa hal bermasalah' yang sudah disepakati perbaikannya. Meski belum sampai pada tahap finalisasi, perbaikan rumusan MoU sudah cukup menunjukkan kemajuan. Hal itu, terlontar dari mulut Konsultan Hukum Bawaslu Bambang Widjojanto, Nah itu, menurut saya kemajuan yang luar biasa.

 

Masalahnya, jika menilik ke belakang, Bawaslu sempat bermasalah dengan Kepolisian di Sentra Gakumdu karena tidak sepaham dalam beberapa hal. Antara lain, mengenai batasan tugas antara pengawas dan penyidik. Bawaslu selaku pengawas dibebankan pembuktian yang begitu mendalam. Padahal, dalam UU 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif (UU Pileg), Bawaslu hanya ditugaskan untuk mencari bukti permulaan kebenaran terjadinya pelanggaran pidana pemilu.

 

Namun, dalam diskusi yang dilakukan di Bareskrim Mabes Polri, hal tersebut belum dibahas. Pembahasan baru sampai pada keharusan pihak Kepolisian untuk menerima setiap laporan pelanggaran pidana Bawaslu atau Panwaslu. Kemudian, menentukan siapa saja yang berhak untuk menjadi pelapor pelanggaran pidana pemilu. Selain itu, juga dibahas mengenai pengalihan penanganan pelanggaran pidana pemilu menjadi tindak pidana umum, manakala laporan sudah dianggap daluarsa karena terbentur batasan waktu yang ditetapkan UU Pileg.

 

Bambang Widjojanto yang turut hadir dalam diskusi itu mengatakan bahwa ke depan, dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) tidak ada lagi laporan Bawaslu yang akan ditolak. Dan itu telah disepakati oleh semua unsur dalam Sentra Gakumdu. Semuanya harus diterima, didiskusikan, dan apapun hasilnya nanti akan dirumuskan dalam berita acara yang ditandatangani oleh semua unsur Gakumdu.

Tags: