Komnas Anak Minta MK ‘Larang' Iklan Rokok
Berita

Komnas Anak Minta MK ‘Larang' Iklan Rokok

MK diminta menyatakan frase ‘yang memperagakan wujud rokok' dalam Pasal 46 ayat (3) UU Penyiaran dinyatakan tak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Bila dikabulkan, bunyi Pasal 46 ayat (3) itu menjadi ‘siaran iklan niaga dilarang melakukan promosi rokok'.

Ali
Bacaan 2 Menit
Komnas Anak Minta MK ‘Larang' Iklan Rokok
Hukumonline

 

Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Komnas Anak ini menilai iklan rokok merupakan strategi mengajak anak untuk menjadi perokok pemula. Ada kausalitasnya sehingga anak menjadi perokok, tutur Joni.

 

Agar legal standing atau kedudukan hukumnya semakin mantap, Komnas Anak tak tampil sendirian. Lembaga Perlindungan Anak Jawa Barat dan dua anak Indonesia bernama Alfi dan Sekar juga ikut menjadi pemohon. Kedua anak itu diwakili oleh orangtuanya, kata Joni.

 

Joni mengatakan anak menjadi korban dari iklan rokok. Mereka punya hak konstitusional untuk dilindungi dari iklan rokok, tegasnya. Ia menyebutkan beberapa pasal dalam UUD 1945 yang menjamin hak konstitusional pemohon yang dilanggar.

 

Joni mengutip ketentuan Pasal 28A dan Pasal 28B ayat (2) UUD 1945. Pasal 28A menyebutkan ‘Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya'. Sedangkan Pasal 28B ayat (2) menyatakan ‘Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi'.

 

Argumen Joni tak berhenti sampai di situ. Ia menjelaskan bila UU Penyiaran dibaca secara jelas, maka iklan rokok sebenarnya memang tak diperbolehkan lagi. Ia mengutip Pasal 46 ayat (2) huruf d UU Penyiaran yang melarang siaran iklan niaga terhadap promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif. Rokok itu kan termasuk zat adiktif, tuturnya.

 

Mengacu pada ketentuan itu, Joni berpendapat seharusnya iklan rokok dilarang sebagaimana pelarangan iklan minuman keras. Karena zatnya sama-sama adiktif, katanya.

 

Sebagai catatan, perdebatan seputar rokok memang tak bisa jauh-jauh dari persoalan fulus. Dirjen Bea Cukai Anwar Supriyadi memprediksi pendapatan cukai dari rokok akan turun akibat fatwa MUI. Mungkin turun 10 persen. Jumlah itu kemudian akan terpangkas oleh kenaikan tarif cukai spesifik untuk semua jenis hasil tembakau sebesar 7 persen. Jadi tinggal 3 persen, ujarnya, Selasa (27/01).  

 

Itu baru dengan keluarnya fatwa MUI, apalagi bila ditambah dengan larangan iklan rokok. Joni mengaku tak mau masuk ke dalam perdebatan ini. Namun, ia mengaku punya keyakinan larangan iklan rokok tak akan berpengaruh pada pendapatan. Contohnya, pengalaman di Jepang dan Korea yang melarang iklan rokok tapi tak berpengaruh pada pendapatan mereka, pungkasnya.

Perdebatan seputar manfaat dan kerugian rokok tampaknya belum akan berakhir. Setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram rokok bagi perempuan hamil dan anak-anak, kali ini Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) berjuang agar negara melarang sepenuhnya iklan rokok.

 

Langkah yang ditempuh Komnas Anak adalah dengan mendaftarkan permohonan uji materi Pasal 46 ayat (3) huruf c UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaraan (UU Penyiaran) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal itu secara lengkap berbunyi ‘Siaran iklan niaga dilarang: melakukan promosi yang memperagakan wujud rokok'.

 

Koordinator Tim Litigasi Komnas Anak, Muhammad Joni mengatakan pemohon hanya meminta agar MK ‘menghapus' frase yang berbunyi ‘yang memperagakan wujud rokok'. Bila permohonan ini dikabulkan, maka Pasal 46 ayat (3) huruf c akan berbunyi ‘Siaran iklan niaga dilarang melakukan promosi rokok'. Kita memang ingin agar iklan rokok dihapuskan secara komprehensif, katanya usai mendaftarkan permohonan, Kamis (29/1).

Halaman Selanjutnya:
Tags: