Pengusaha Bawa UU Perseroan Terbatas ke MK
Berita

Pengusaha Bawa UU Perseroan Terbatas ke MK

Para pengusaha mempersoalkan rumusan CSR. Dianggap menghambat iklim investasi di Indonesia.

Ali
Bacaan 2 Menit
Pengusaha Bawa UU Perseroan Terbatas ke MK
Hukumonline

 

Kuasa hukum pemohon, John Pieter Nazar mengemukakan beberapa argumen hukum mengapa ketentuan mengenai CSR ini dinilai bertentangan dengan konstitusi. Pertama, Pasal 74 dan penjelasannya ini dianggap menabrak kepastian hukum yang diatur dalam Pasal 28D UUD 1945. Menurutnya, CSR yang harusnya bersifat sukarela, di Pasal ini menjadi wajib dan memaksa. Itu contradictio in terminis, tuturnya.

 

Selain itu, lanjutnya, pasal ini dinilai sering salah ditafsirkan. Sehingga pengusaha menjadi korban atas pungutan-pungutan yang tak berkaitan dengan bidang usahanya dengan mengatasnamakan Pasal ini, ujar John. Ia juga menilai pasal ini berpotensi melahirkan Peraturan Daerah (Perda) di sejumlah daerah yang bernuansa pungutan-pungutan kepada pengusaha.

 

Kedua, jelas John, pasal ini sangat diskriminatif sehingga bertentangan dengan Pasal 28I ayat (2) UUD'45. Ia menjelaskan pasal itu membedakan ada perusahaan yang terkena kewajiban CSR dan ada yang tidak wajib. Lagipula, tambahnya, kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan seharusnya bukan hanya ditujukan kepada perusahaan saja tapi juga seluruh organisasi yang berkiprah di Indonesia.

 

Selain mengajukan uji materil, pemohon juga mengajukan uji formil Pasal 74 dan penjelasannya itu. Menurut Hariyadi, pembentukan Pasal 74 ini bertentangan dengan kaidah pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 22A UUD'45 dan UU No. 10 Tahun 204 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 74 ini juga dianggap muncul tiba-tiba dalam UU PT tanpa melewati uji akademis.

 

Perdebatan soal Pasal 74 UU PT ini bertentangan dengan konstitusi atau tidak memang sudah terjadi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sejumlah Anggota DPR kala itu, bahkan dengan tegas menyatakan ketentuan Pasal 74 tersebut sama sekali tak bertentangan dengan UUD'45.

 

Mantan Anggota Komisi III Akil Mochtar ikut berbicara mengenai ketentuan CSR. Apakah kewajiban yang bagus seperti ini bertentangangn dengan UUD 1945? Kan tidak melanggar konstitusi, ujarnya dengan nada heran, kala itu.

 

Akil yang saat itu merupakan politisi Partai Golkar merasa masygul lantaran para pebisnis justru tidak mempermasalahkan kewajiban CSR dalam UU Penananman Modal (UU PM). Lihat saja Pasal 15 dan Pasal 34. Ketentuan itu kan lebih berat daripada UU PT. Kok mereka tidak protes? ujarnya lagi.

 

Akil bukan lagi berada di gedung dewan. Saat ini, ia menjabat sebagai salah seorang hakim konstitusi. Namun, bagaimana sikapnya saat ini? Kita tunggu saja bagaimana proses persidangan berkembang di Mahkamah Konstitusi.

 

Perdebatan mengenai perlu atau tidaknya Corporate Social Responsibility, laizm disebut CSR, diatur dalam UU NO. 40 Tahun 2007 tentang Perseoran Terbatas (UU PT) akhirnya bermuara juga ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sejak awal, sejumlah pengusaha memang sudah mengajukan keberatan terbuka atas aturan tanggung jawab sosial perusahaan dalam UU PT. Malah, Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) M Suleiman Hidayat juga pernah berjanji akan mengajukan judicial review pasal yang mengatur CSR ke MK.

 

Janji itu terwujud hari ini, Jumat (28/11). Suleiman, bersama dengan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Erwin Aksa dan Ketua Ikatana Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) Fahrina Fahmi Idris, secara resmi mengajukan permohonan judicial review Pasal 74 UU PT beserta penjelasannya. Momen yang diambil saat ini memang tepat, yakni bertepatan dengan krisis finansial dunia yang berimbas pada perekonomian nasional.

 

Wakil Ketua Umum KADIN Hariyadi B. Sukamdani mengatakan saat ini pengusaha sedang terpacu untuk berkreasi agar keluar dari ancaman krisis. Sayangnya, masih banyak peraturan yang justru menghambat investasi dalam dunia usaha. Salah satunya, ketentuan Pasal 74 yang mengatur CSR ini. CSR menjadikan dunia usaha di Indonesia kurang menarik bagi para investor, tuturnya di MK usai mendaftarkan permohonan.    

 

Pasal 74 UU PT itu memang menyatakan perseroan yang berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR). Biaya CSR itu dikeluarkan dari kas perseroan. Bila hal ini dilanggar, maka sejumlah sanksi siap menunggu. Pasal ini mengamanatkan pengaturan lebih lanjut mengenai CSR diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Halaman Selanjutnya:
Tags: