Sejumlah Ahli Kritik Jalan Pikiran Pemerintah
Capres Independen:

Sejumlah Ahli Kritik Jalan Pikiran Pemerintah

Kalau tak percaya pada parpol yang ada, pemohon sebaiknya membentuk parpol baru yang sesuai dengan keinginannya.

Ali
Bacaan 2 Menit
Sejumlah Ahli Kritik Jalan Pikiran Pemerintah
Hukumonline

 

Sekedar mengingatkan, Fadjroel serta Marianna dan Bob merupakan pemohon pengujian Pasal 1 angka 6, Pasal 5 ayat (1) serta ayat (4). Kerugian konstitusional yang didalilkan mereka berbeda. Bila Fadjroel merasa dirugikan seputar ‘hak untuk dipilih' sebagai capres independen, sedangkan Marianna dan Bob seputar ‘hak untuk memilih'.  

 

Karenanya, bila mengacu pada argumentasi yang diajukannya, Menurut Soedarsono sebenarnya tak ada kerugian konstitusional yang dialami pemohon. Selayaknya permohonan ini ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima, pintanya ke majelis hakim konstitusi.

 

Hal senada juga disampaikan oleh wakil dari DPR. Anggota Komisi III Nursyamsi Nurlan meminta sebelum memeriksa perkara ini, MK harus menegaskan dulu apa benar ada kerugian konstitusional yang dialami pemohon.

 

Para ahli dari pemohon tidak tinggal diam. Mereka justru mengkritik balik saran yang diajukan Soedarsono agar pemohon mendirikan parpol baru sesuai keinginannya. Direktur Eksekutif Lembaga Survey Indonesia (LSI) Saiful Mujani mengungkapkan temuannya, bahwa saat ini tingkat kepercayaan masyarakat terhadap parpol sangat minim.

 

Meminjam data LSI (Hasil survey tahun 2007 dan Juni 2008), ahli bidang filsafat Politik Rocky Gerung menilai telah terjadi defisit legitimasi terhadap parpol. Menurut Rocky, dengan adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap parpol, maka saran Soedarsono itu menjadi tidak relevan. Saran itu justru mengundang delegitimasi, dan aneh.

 

Rocky memberi sebuah analogi. Misalnya, saya mengatakan tak suka donat. Lalu pemerintah bilang jangan makan Dunkin Donuts, tapi makan saja J-Co. Itu kan tidak relevan, ujarnya.

 

Selain itu, pengajuan capres hanya boleh diajukan oleh parpol, menurut Rocky bisa menjadi berbahaya. Dengan ketentuan tersebut seolah-olah warga negara Indonesia dipaksa untuk menjadi anggota salah satu parpol. Negara kita berprinsip kedaulatan rakyat, bukan kedaulatan parpol, kritiknya. Karenanya, Rocky merasa perlu meluruskan jalan pikiran Pemerintah dan DPR. 

 

Bukan Membunuh Parpol

Sementara itu, Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latif meminta kehadiran capres independen tidak diartikan sebagai upaya membunuh eksistensi parpol. Capres independen bukan untuk membunuh, melainkan untuk menyehatkan parpol, tuturnya. Selain itu, lanjutnya, capres independen juga bisa sebagai emergency exit bila terjadi kebuntuan terhadap capres yang diajukan oleh parpol.

 

Pakar Ilmu Komunikasi UI Effendy Ghazali berpendapat senada. Capres independen adalah semacam vaksin atau antibodi, tuturnya. Ia mencontohkan dengan apa yang terjadi di Amerika Serikat. Ia mengungkapkan saat ini, dalam pemilihan presiden AS, ada enam capres. Empat dari enam capres itu berasal dari jalur independen. Mungkin kita hanya mengenal Obama dan Mccain, tuturnya.

 

Di AS, lanjut Effendy, capres independen acapkali mengeluarkan isu-isu yang segar. Di kala capres dari parpol terkukung pada kepentingan parpolnya, capres independen justru mengeluarkan isu yang lebih bersifat universal. Sehingga capres dari parpol kerap ‘tertular' menyampaikan isu yang dibawa oleh para capres independen.

 

Sidang pengujian UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) kembali digelar. Sejumlah ahli dari berbagai jenis keilmuan dihadirkan untuk memperkuat argumentasi agar calon presiden (capres) perseorangan bisa diakomodir ke dalam Pemilu mendatang. Nama-nama intelektual muda Indonesia mengisi daftar para ahli yang hadir. Mereka adalah Saiful Mujani, Effendy Ghazali, Refly Harun, Rocky Gerung, Andrinof Chaniago, Taufiqurrahman Syahuri, dan Yudi Latif.

 

Sebelum para ahli memberikan pendapat, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diberi kesempatan untuk berbicara. Mendapat giliran pertama, Direktur Jenderal Kesbangpol Depdagri Soedarsono menjelaskan secara gamblang pandangan pemerintah seputar perkara pengujian UU yang diajukan oleh Fadjroel Rahman, Marianna Amiruddin dan Bob Febrian ini. Permohonan tidak jelas dan tidak fokus, ujar Soedarsono di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Rabu (15/10).

 

Soedarsono mengkritik dalil Fadjroel yang merasa terhalangi hak konstitusionalnya untuk bisa berpartisipasi dalam pemerintahan hanya karena tak terbukanya ruang untuk capres independen. Menurut Soedarsono, Fadjroel selaku pemohon I bisa saja ikut berperan serta dalam pemerintahan dengan cara lain. Kan tidak harus menjadi pejabat formal seperti Presiden dan Wakil Presiden, tuturnya.

 

Jika Fadjroel kadung ingin menjadi calon presiden, Soedarsono menyarankan agar yang bersangkutan membentuk parpol baru yang sesuai dengan keinginan. Agar, pemohon sejak jauh-jauh hari bisa memiliki kendaraan politik. Kalau tidak percaya dengan parpol yang ada, pemohon kan bisa membentuk parpol yang sesuai dengan keinginannya, tegasnya.  

 

Soedarsono juga tak lupa memberi saran bagi Marianna dan Bob selaku pemohon II dan pemohon III. Dalam permohonannya, Marianna dan Bob memang menyatakan tak mau memilih capres yang diusulkan oleh parpol. Mereka hanya ingin memilih capres indpenden. Soedarsono mengatakan tak ada paksaan untuk memilih capres dari parpol. Bila tak mau memilih (golput) juga bisa. Hak untuk tidak memilih adalah hak asasi, jelasnya.

Tags: