Permohonan Pengujian UU Pilpres Bisa Mubazir
Berita

Permohonan Pengujian UU Pilpres Bisa Mubazir

Hakim konstitusi mengingatkan bahwa DPR sedang membahas revisi UU Pilpres. Kuasa Hukum pemohon juga memprediksi revisi tersebut akan kelar satu setengah bulan ke depan. Meskipun begitu, permohonan tetap diteruskan.

Ali
Bacaan 2 Menit
Permohonan Pengujian UU Pilpres Bisa Mubazir
Hukumonline

 

Melihat fakta ini, para pemohon tak surut langkah. Pengujian UU Pilpres lawas akan tetap jalan terus. Tobas menilai wacana capres independen yang digelontorkan ini akan menarik bila dibahas di ruang sidang MK. Sebenarnya kita mau dorong ke DPR. Tapi sulit menggulirkan perdebatan ini di DPR, akunya. Sehingga, perdebatan di ruang sidang MK ini, diharapkan bisa menjadi bahan masukan ke DPR.

 

Seandainya pun DPR tetap enggan memasukan capres independen ke dalam UU Pilpres teranyar, langkah selanjutnya sudah disiapkan pemohon. Kita akan ajukan pengujian kembali terhadap UU Pilpres yang nanti akan disahkan, tegasnya.

 

Tobas mengakui memang ada cara lain untuk ‘menunda' sementara pembahasan UU Pilpres ini. Terutama terkait persoalan pengajuan capres dan cawapres. Cara itu adalah dengan mengajukan tuntutan provisi ke MK agar lembaga yang dipimpin Mahfud MD ini menyurati DPR agar menunda pembahasan. Namun, Tobas masih terkesan ragu-ragu. Pasalnya, hukum acara MK tak mengatur kewenangan provisional tersebut.

 

Akhirnya, Tobas meminta pendapat panel hakim. Apakah memungkinkan bagi kami untuk mengajukan provisi? tanyanya. Atau menunggu UU disahkan, baru kemudian mengajukan pengujian kembali. Kami minta pendapat MK, pintanya.

 

Maruarar menegaskan provisi memang tak dikenal dalam perkara pengujian UU di MK, baik dalam UU maupun prakteknya. Tidak ada dasar hukum dan pengalamannya, tambah hakim asal Mahkamah Agung (MA) ini. Namun, Maruarar tak menutup kemungkinan tersebut. Ini tergantung saudara. Berikan masukan dulu, urgensinya apa, katanya.

 

Perlu Kajian Lebih Dalam

Hakim Konstitusi Maria Farida mencoba menelisik substansi permohonan. Guru Besar Ilmu Perundang-Undang ini mengkritisi dalil yang digunakan pemohon terkait upaya pemohon yang membandingkan Pilpres dengan Pilkada. Dalam UUD'45, ada dua macam Pemilu, tegasnya. Pengaturan pilkada dan pilpres dalam konstitusi memang ada dalam pasal yang berbeda. Kalau pilpres disamakan dengan pilkada, maka perlu kajian lebih dalam, jelasnya.

 

Selain itu, Maria juga mengkritisi cantelan UUD'45 yang digunakan pemohon. Dalam permohonan, pemohon mengutarakan bahwa ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD'45 acapkali ditafsirkan capres dan cawapres harus berasal dari parpol. Padahal maksud pasal tersebut tak seperti itu. Pemohon menggunakan Pasal 28D ayat (3) untuk memperkuat argumennya. Ketentuan tersebut berbunyi ‘Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan'.

 

Maria mengingatkan proses pembentukan UUD'45 oleh MPR melalui sistem adendum. Perubahan UUD'45 berlangsung dalam dua tahap. Ia mengingatkan bahwa Pasal 28D ayat (3) yang digunakan pemohon untuk menafsirkan Pasal 6A ayat (2) lahir terlebih dahulu. Pasal 28 diubah MPR dalam adendum kedua, tuturnya. Sedangkan, Pasal 6A ayat (2) lahir belakangan. Yaitu pada adendum ketiga.

 

Kritikan dan saran dari hakim konstitusi ini diterima oleh Tobas dengan lapang dada. Ia pun siap mengeluarkan teori-teori konstitusi untuk meyakinkan para hakim. Terkait pengajuan provisi, ia mengaku masih akan mempelajari lebih dalam, apakah masih ada dasar hukum dan urgensi yang bisa meyakinkan para hakim konstitusi.

 

Sidang perdana pengujian Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) digelar. Permohonan yang diajukan oleh trio Fadjroel Rahman, Mariana Amiruddin dan Bob Febrian ini baru mengagendakan pemeriksaan pendahuluan. Kuasa hukum pemohon, Taufik Basari baru membacakan permohonan di hadapan ketiga panel hakim konstitusi -- Maruarar Siahaan, Maria Farida Indrati, dan M. Alim, Selasa (16/9).

 

Meski baru sidang perdana, para hakim terlihat antusias terhadap permohonan yang ingin mewujudkan calon presiden perseorangan di Indonesia ini. Saya kira permohonan ini sangat menarik, ucap dua hakim konstitusi, Maruarar dan Maria ketika akan mengkritisi permohonan.

 

Namun, sebelum berbicara pada substansi permohonan, Maruarar sempat mengungkapkan kekhawatiran. Permohonan ini bisa saja sia-sia. Pasalnya, sepengetahuan Maruarar, saat ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sedang membahas revisi UU Pilpres. Ada kemungkinan objek pengujian akan berubah bila revisi UU Pilpres itu selesai. Kerja begini besar, akan mubazir, tuturnya.

 

Karena itu, Maruarar meminta pemohon memperhatikan kondisi riil tersebut. Ini perlu dipertimbangkan, tambahnya.

 

Taufik Basari tak menutup mata bahwa DPR tengah membahas revisi UU Pilpres. Bisa saja pasal yang dimohonkan ikut direvisi. Rencana finalisasi tak akan lama lagi. Sekitar satu atau satu setengah bulan ke depan, tukas Tobas, sapaan akrabnya. Informasi ini didapatnya langsung dari anggota DPR.

Halaman Selanjutnya:
Tags: