Seorang Calon Pernah Berkelahi Dengan Dosen
Seleksi Hakim Agung:

Seorang Calon Pernah Berkelahi Dengan Dosen

Lalu Mariyun ditanya seputar kedekatannya dengan seorang pengacara Keluarga Cendana. Lalu mengundang pengacara tersebut ke acara pernikahan anaknya, meskipun ketika itu kasus Soeharto sedang hangat-hangatnya.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Seorang Calon Pernah Berkelahi Dengan Dosen
Hukumonline

 

Selain itu, Chatamarrasjid mengatakan menerima pengaduan dari seorang mahasiswi. Intinya, Djafar dituduh bisa disogok dengan sejumlah uang untuk memperbaiki nilai yang jelek. Katanya kalau bayar Rp70 ribu, nilai D bisa berubah jadi B, ungkapnya. Djafar jelas membantah informasi ini. Itu fitnah, tegasnya.

 

Djafar menjelaskan di Unhas, sebuah mata kuliah diasuh oleh dua orang dosen. Dosen yang pertama mengajar sejak awal kuliah sampai midtest, sedangkan yang kedua dari midtest sampai final test. Untuk mengubah nilai itu susah, ujarnya. Bagaimana bila dua-duanya dibayar (disogok,-red)? telisik Chatamarrasjid. Djafar kembali menegaskan bahwa informasi itu tak benar.

 

Lain Dafar, lain Lalu Mariyun. Mantan Ketua PN Jakarta Selatan ini sempat ditanya seputar pernikahan anaknya yang dilangsungkan di Mataram. Ketua KY Busyro Muqoddas mengaku menerima informasi Lalu mengundang seorang pengacara cendana. Padahal, saat itu, kasus Soeharto masih hangat-hangatnya di PN Jakarta Selatan. Ini melanggar atau tidak? tanyanya.

 

Lalu mengakui bila dilihat dari prinsip kehati-hatian tindakan itu memang tak tepat. Namun, Lalu menilai bila melihat dari sudut pergaulan sosial, tindakannya tak bisa disalahkan. Ia mencontohkan bagaimana pengacara tersebut merupakan rekan di organisasi sosial atau paguyuban. Kita kan bisa pisahkan, tugas dengan relasi hubungan sosial, tambahnya.

 

Busyro malah menyarankan agar Lalu merujuk pada seorang Guru Besar dari Universitas Sriwijaya. Ia mengatakan ketika mengadakan perta perkawinan anaknya, guru besar itu menolak untuk mengundang sejumlah hakim. Jabatannya sebagai pengawas hakim mungkin salah satu alasannya. Guru Besar itu sekarang ada di sebelah saya, ujarnya sambil menunjuk Komisioner KY Mustafa Abdullah. Yang ditunjuk pun hanya tersipu mendengar saran dari Busyro ini.  

 

Kurang Baca

Selain latar belakang pribadi, persoalan akademik juga tak luput dari pertanyaan para komisioner. Djafar yang mengambil konsentrasi hukum tata negara (HTN), ditanya seputar bidangnya tersebut.  Chatamarrasjid menanyakan tiga buku populer bagi para peminat HTN. Ketiga buku tersebut adalah The Spirit of Law karya Montesquieu, 'Il Principle' nya Niccolo Machiavelli, dan karya agung Jean-Jacques Rousseau yaitu 'The Social Contract'. Dari ketiga buku ini, mana yang sudah anda baca? tanya Chatamarrasjid.

 

Djafar pun jujur mengatakan belum membaca satu pun buku-buku itu. Ia beralasan bahwa literatur yang sering digunakan merupakan berbahasa Indonesia. Bukan berasal dari luar, seperti buku-buku tersebut. Jawaban ini membuat bingung Chatamarrasjid. Agak aneh, orang HTN tak baca satu pun juga buku-buku itu. Apa yang anda pelajari di HTN, sindirnya. Chatamarrasjid pun mengaku kasihan dengan mahasiswa yang diasuh Djafar.

 

Namun, Djafar berdalih bahwa bidang keilmuannya saat ini adalah hukum pajak. Ia memang mengaku mengambil konsentrasi HTN ketika awal kuliah. Dulu memang hanya HTN. Begitu (HTN) pecah, maka saya ambil HAN (Hukum Administrasi Negara), ungkapnya. Di FH Unhas, Djafar saat ini memang mengasuh mata kuliah hukum pajak.

 

Dalam sesi wawancara ini, semua pertanyaan mengenai hukum pajak habis dilalap oleh Djafar. Bahkan, ketika memberi contoh, Djafar acapkali menggunakan kasus-kasus dalam hukum pajak. Tapi ini mendapat kritikan dari Mustafa. Di MA itu kan tak ada sistem kamar. Kalau anda selalu mencontohkan tentang hukum pajak, nanti kalau terpilih sebagai hakim agung anda bisa lebih sering menganggur. Karena perkara pajak tak terlalu banyak di MA, sindir Mustafa.

Upaya Komisi Yudisial (KY) menggapai informasi seluas-luasnya terkait kiprah para calon hakim agung sepertinya mulai membuahkan hasil. Informasi yang didapat dari masyarakat dan hasil penelusuran KY ini digunakan sebagai bahan konfirmasi pada tahap wawancara ini. Sejumlah calon  banyak yang terkaget-kaget dengan pertanyaan dari komisioner. Pertanyaan ini ada yang seputar pribadi, sampai kepada masa lalu yang kelam.

 

M. Djafar Saidi harus mengingat-ingat lagi masa lalunya. Komisioner KY Chatamarrasjid mengingatkan Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) tentang kejadian pada tahun 2002. Kala itu, berdasarkan informasi yang diterima KY, Djafar terlibat perkelahian dengan sesama dosen. Apalagi peristiwa tersebut terjadi dihadapan para mahasiswa. Informasinya anda pernah berkelahi dengan Achmad Ruslan di depan mahasiswa, ujar Chatamarrasjid sembari meminta konfirmasi. 

 

Djafar mengamini peristiwa tersebut. Namun, ia membantah kalau peristiwa itu disebut perkelahian. Saya hanya membela diri, elaknya. Djafar mengaku tidak mengerti mengapa Ruslan tiba-tiba memukulnya. Meski begitu, ia mensinyalir peristiwa itu tak lepas dari kejadian pada malam sebelumnya. Ia mengaku sempat menegur Ruslan karena jarang  masuk.

 

Tak puas dengan jawaban Djafar, Chatamarrasjid kembali menelisik. Berdasarkan informasi yang diperolehnya, Chatamarrasjid mengungkapkan perkelahian tersebut terkait kubu-kubuan yang ada di Fakultas Hukum Unhas. Ada kelompok Prof Aminuddin Salle dan kelompok Prof Achmad Ali, katanya.

 

Kabarnya, Djafar ikut kubu Prof Aminuddin sedangkan Achmad Ruslan pro Prof Achmad Ali. Djafar mengakui di Unhas memang ada kelompok seperti itu. Tapi perkelahian itu tak ada hubungannya kelompok-kelompok ini, tuturnya tanpa menjelaskan lebih lanjut.  

Tags: