Menguji Sah Tidaknya Penangkapan Al-Amin
Berita

Menguji Sah Tidaknya Penangkapan Al-Amin

Untuk menangkap seseorang tidak selalu harus diikuti penahanan

NNC
Bacaan 2 Menit
Menguji Sah Tidaknya Penangkapan Al-Amin
Hukumonline

 

KUHAP menganut asas praduga tak bersalah. Sehingga penahanan sebisa mungkin dihindari, tuturnya. Namun Chairul melihat bahwa dalam melakukan tugasnya sebagian besar aparat di Negeri ini sudah menganggap bahwa seorang tersangka sebisa mungkin harus ditahan. Ini pandangan yang sebenarnya keliru jika melihat asas pemidanaan di KUHAP yang menganut asas praduga tak bersalah.

 

Atas keterangan Chairul di persidangan, anggota Tim Kuasa Hukum KPK Khaidir Ramli menolak kehadiran ahli. Kami menolak kehadiran ahli ini. Karena kalau dikatakan ahli pidana, kami ini juga bisa dikatakan ahli pidana. Jadi keterangan seperti ini tidak menguatkan apa-apa terkait permohonan praperadilan ini, cetus Khaidir.

 

Saking tegangnya muka Khaidir dan Tim Kuasa Hukum KPK, Hakim Praperadilan Artha Teresia sampai harus meminta kelima anggota Tim—terutama Khaidir—agar rela melempar senyum. Dari tadi kuasa hukum termohon ini tampak tegang sekali, tidak ada senyum-senyum sama sekali. Senyum sedikit kenapa? canda Artha. Pun sampai diminta sedemikian, Khaidir tetap tidak juga mengembangkan senyum.

 

Selain Chairul, Tim Pembela Al-Amin juga menggandeng Ketua Komisi IV (Pertanian, Kehutanan dan Kelautan) DPR Ishartanto untuk menjadi saksi fakta. Dua saksi fakta lain adalah Annisa yang sekretaris Al-Amin dan Arya Permana, kawan Al-Amin. Arya ikut ditangkap KPK dalam aksi pembekukan suami biduan dangdut Kristina itu di parkiran Hotel Ritz Carlton, Kuningan, Jakarta Selatan.

 

Annisa, Ishartanto dan Arya dihadirkan untuk menguatkan dalil soal barang bukti KPK berupa uang suap yang disita sejak penangkapan. KPK berkeyakinan uang yang ditemukan saat penangkapan (plus sebuah dokumen) berkaitan dengan dugaan suap dalam proses pemberian ijin alih status hutan lindung di Pulau Bintan.

 

Ishartanto—seperti dalam pengakuannya kepada KPK ketika dipanggil untuk diperiksa, mengaku, pada sore sebelum penangkapan terjadi, ia memang meminjami Al-Amin uang sebesar Rp60juta. Annisa, sang sekretaris, mengaku sekitar dua hari sebelum Al-Amin ditangkap, ia baru saja menyerahkan uang perjalanan dinas Al-Amin ke Bengkulu.

 

Sedangkan kesaksian Arya, sebagian besar hendak memaparkan bahwa saat sebelum ditangkap tangan, ia yang bersama Al-Amin tak pernah mendapati pertemuan dengan Sekda Bintan Azirwan. Dia mengatakan, selama bersama-sama dengan Al-Amin sejak sore di gedung DPR hingga dini hari di kafe Hotel Ritz Carlton, ia tak mendapati anggota F-PPP itu terlihat menemui Azirwan.

 

Khaidir Ramli menyatakan menolak semua keterangan saksi dan ahli yang dihadirkan Tim Pembela Al-Amin. Memenuhi permintaan untuk membuktikan sahnya aksi menangkap tangan Al-Amin di parkiran hotel itu, Kuasa Hukum KPK menghadirkan dua anggota KPK yang turut dalam penangkapan. Mereka adalah Amir Arif dan Edgar Diponegoro, penyidik anggota laskar pemburu koruptor.

 

Amir Arif yang hadir di persidangan dengan rambut dan kumis palsu, beberapa kali menolak menjawab pertanyaan Tim Pembela Al-Amin yang ia rasa menyudutkan. Sampai saat ditanyai siapa pimpinan KPK yang memberi perintah untuk mengamati Al-Amin di Cafe Mistery, Hotel Ritz Carlton, ia juga menolak menjawab. Mohon ijin hakim, saya tidak mau menjawab, kilahnya. Edgar Diponegoro juga sempat bersuara tinggi ketika ditanya Tim Pembela saat memperdebatkan posisi parkir mobil Tim KPK dengan mobil milik Al-Amin.

 

Setidaknya, dari keterangan kedua personil tim yang turut menangkap Al-Amin ini terkuak sejumlah kontradiksi dengan keterangan para saksi yang dihadirkan sebelumnya oleh Tim Pembela. Salah satunya, melalui pengamatan yang intens yang dilakukan Amir selama di Cafe Mistery, Al-Amin sempat bertemu Azirwan di toilet. Penyerahan uang suap juga didapati di depan matanya, dalam jarak sekitar tujuh meter dari tempat pengamatan.

 

Kronologis Penangkapan

Menurut kesaksian Amir

Ia mendapat tugas mengamati Al-Amin di Cafe Mistery, Hotel Ritz Carlton. Di situ ia mengamati gerak-gerik suami Kristina itu dengan secermat mungkin. Bahkan ia melihat dengan jelas Al-Amin tengah diapit dua wanita muda. Ketika menuju lorong toilet bersama salah satu dari wanita itu, ia mendapati Al-Amin bertemu dengan Azirwan di lorong tersebut. Dari ujung, tepatnya di pintu masuk ia mengamati pertemuan dua orang itu. Serah terima uang terjadi di situ. Amir melihat Azirwan menyerahkan amplop yang kemudian sempat dikeluarkan Al-Amin. Ternyata berisi segepok uang pecahan seratus ribuan. Di lorong toilet itu Al-Amin bahkan sempat menghitung uang. Melihat hal itu, Amir melapor pada pimpinan tim yang membawahinya.

 

Menurut Kesaksian Edgar Diponegoro

Ia mendapat tugas menyelidiki adanya dugaan penyuapan Al-Amin. Beberapa hari sebelum penangkapan terjadi, Tim penyelidik KPK mendapat informasi akan terjadi pertemuan antara Al-Amin dengan Azirwan di  kafe Classic Room, Pasarbaru, Jakarta Pusat. Di kafe itu, ia melihat Azirwan dan Al-Amin. Namun bukti yang cukup untuk menangkap tak ia dapati malam itu.

 

Malam hari sebelum hari H penangkapan, ia ditugaskan mengamati Al-Amin di OakRoom Wine and Cigar Lounge, Hotel Nikko, Jakarta Pusat. Di kafe itu, ia juga sempat mendapati kedua orang target itu bertemu. Hari itu, pengamatan hanya menguatkan dugaan kecurigaan adanya main mata Azirwan dengan Al-Amin. Belum didapati transaksi itu terjadi.

 

Hari H penangkapan, setelah mendapat laporan dari atas untuk mengamati mobil Al-Amin di parkiran Hotel Ritz Carlton, Edgar melihat Al-Amin membuka bagasi mobil. Sesaat kemudian,  Al-Amin kembali ke atas dengan membawa dokumen yang dijepitkan di kedua bibir. Dia berjalan gontai, menghilang ke arah tangga, ujar Edgar.

 

Ia kemudian mendapat informasi dari Tim KPK lainnya bahwa memang benar telah terjadi transaksi di ruangan kafe. Ia segera waspada. Di saat kemunculan Al-Amin di parkiran untuk keduakalinya bersama dengan Arya Permana dan Eifel di belakangnya, Edgar membantu Tim penyidik lainnya menangkap Al-Amin. Anggota DPR itu dibekuk. Ditemukan uang Rp60juta di bagasi mobil, terbungkus dua amplop berwarna coklat, terselip di antara ban serep. Ditemukan pula amplop putih juga berisi uang bertuliskan, 'untuk tukang' di kantong sebuah jas yang tergeletak di bagasi.

 

Edgar yang mendapat tugas membekuk Azirwan pun segera beralih tempat. Didapati Azirwan berada di parkiran di depan lobby hotel tersebut. Ketika ditangkap, Sekda Bintan itu sedang membaca selembar kertas yang belakangan diketahui berisi rekomendasi alih fungsi hutan lindung di Bintan dari Komisi IV DPR RI. Dokumen yang diduga sengaja diberikan Al-Amin pada Azirwan dengan dibarter uang.

 

Menurut Khaidir, dengan pembuktian dari saksi yang dihadirkan KPK itu, sudah tidak diragukan lagi legalitas penangkapan terhadap Al-Amin. Dua alat bukti sebagai syarat kecukupan bukti permulaan sudah melebihi syarat untuk melakukan penangkapan. Informasi awal berupa laporan, bisa dianggap satu bukti. Masih lagi ditemukan bukti ketika penangkapan terjadi. Bukti itupun sangat menegaskan pada tindak pidana yang dipersangkakan. Belum lagi hasil pengamatan Tim Investigator KPK yang sempat berulang memergoki adanya pertemuan Azirwan dengan Al-Amin.

 

Sidang ketiga praperadilan untuk menguji sah tidaknya penangkapan yang dilakukan KPK terhadap anggota parlemen itu digelar seharian penuh. Tensi sidang sempat naik turun. Hakim Artha Teresia sempat hampir mengusir Djunaedi—salah satu anggota Tim Pembela, lantaran pengacara Al-Amin itu naik darah hingga menggebrak meja. Saya minta anda jaga sikap anda di persidangan. Anda ini mewakili klien anda. Sikap anda hanya akan merugikan hak yang diperjuangkan klien anda, tegas Artha. Sidang akan dilanjutkan Senin pekan depan dengan agenda penyerahan kesimpulan akhir. Rencananya, palu putusan akan diketok Artha, Selasa (27/5).

 

Nyaris seperti ketika mengemukakan pendapatnya kepada hukumonline sehari sebelumnya. Kamis (22/5), akademisi hukum pidana dan acara pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda didapuk oleh Tim Pembela Al-Amin Nur Nasution untuk menjadi ahli dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

 

Dalam sidang praperadilan hari ketiga itu, Chairul mengatakan, penangkapan tidak selalu harus diikuti penahanan. Seperti dipaparkan sebelumnya, untuk menangkap seseorang, penyidik memerlukan empat syarat dan kriteria yang mesti dipenuhi, termasuk untuk menangkap tangan.

 

Begitu pula dalam melakukan penahanan. Selain empat syarat yang sama, ujar Chairul, untuk melakukan penahanan setidaknya harus memuat dua alat bukti. Pertama, ada bukti kuat si tersangka bakal kabur. Kedua, ada bukti bahwa si tersangka akan menghilangkan atau memusnahkan barang bukti.

 

Menurut Chairul, dalam negara yang menganut asas pemidaan praduga tak bersalah (presumption of innocent), tidak menahan adalah prinsip utamanya, sedangkan penahanan adalah pengecualian. Pada dasarnya menahan orang dalam negara berasaskan presumption of innocent adalah melanggar HAM, jelasnya.

 

Beda dengan negara penganut asas praduga bersalah (presumption of guilty). Dalam negara yang menganut asas demikian, ujar Chairul, menahan adalah prinsip utamanya, dan tidak menahan adalah pengecualian.

Halaman Selanjutnya:
Tags: