Mantan Pilot Lion Air Tuntut Uang Pisah
Utama

Mantan Pilot Lion Air Tuntut Uang Pisah

Kuasa hukum pilot menilai perjanjian kerja waktu tertentu antara perusahaan dan pilot telah melanggar UU Ketenagakerjaan. Alhasil, status pegawai kontrak meluruh menjadi pegawai tetap.

IHW
Bacaan 2 Menit
Mantan Pilot Lion Air Tuntut Uang Pisah
Hukumonline

 

Seperti disebutkan di awal, niat para pilot mengundurkan diri tampaknya tidak semudah membalikkan tangan. Pasalnya, para pilot terhalang perjanjian kerja dengan perusahaan yang intinya menyatakan bahwa mereka terikat dengan perusahaan selama lima tahun. Sekadar catatan, hingga surat pengunduran diri diajukan, penggugat I sudah bekerja selama 4 tahun 3 bulan, penggugat II selama 2 tahun 6 bulan, penggugat III selama 3 tahun 10 bulan dan penggugat IV selama 3 tahun 10 bulan.

 

Menurut Zenery, penerapan kontrak selama lima tahun bagi pilot sudah melanggar UU Ketenagakerjaan. Menunjuk Pasal 59 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) hanya diperkenankan untuk paling lama dua tahun dan dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama 1 tahun. Ini kok sampai lima tahun? Jelas melanggar peraturan dong, simpul Zenery. Karenanya ia berpendapat bahwa status para penggugat secara otomatis menjadi karyawan tetap.

 

Mengundurkan diri dalam status sebagai pegawai tetap, maka Zenery merasa kliennya berhak atas uang pisah dan uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam Pasal 162 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan. Sementara ketentuan mengenai uang penggantian hak disebutkan dalam Pasal 156 ayat (4). Total jumlah uang penggantian hak yang dituntut para penggugat mencapai Rp474,522 juta. Mengenai tuntutan uang itu, para penggugat merasa optimis mendapatkannya. Pasalnya, Disnakertrans Jakarta dalam anjurannya sependapat dengan tuntutan penggugat.

 

Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan

Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh
diterima bekerja;

c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (limabelas perseratus) dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;

d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama.

 

Terbentur Perjanjian?

Lion Air memiliki alasan sendiri mempersulit para pilot mengundurkan diri. Selain alasan keterikatan para pilot dengan perjanjian, manajemen juga mengaku pernah menawarkan perpanjangan kontrak. Namun, para penggugat menolak menandatangani perjanjian kerja berikutnya.

 

Mengenai tuntutan agar perusahaan membayarkan uang penggantian hak, manajemen Adam Air jelas menolak. Perusahaan tidak menganggap putusnya hubungan kerja antara penggugat dengan tergugat sebagai akibat dari pengunduran diri. Melainkan karena masa kerja penggugat habis waktu sesuai dengan perjanjian kerja antara para penggugat dan tergugat, demikian kuasa hukum Adam Air dalam berkas jawabannya.

 

Lebih jauh manajemen malah menuduh bahwa para penggugat yang harus membayar ganti rugi. Pasalnya, merujuk pada ketentuan perjanjian kerja disebutkan bahwa jika para penggugat mengundurkan diri maka diwajibkan mengganti biaya pelatihan yang besarnya mencapai AS$13,200.

 

Harus disesuaikan

Seperti diketahui Pasal 62 UU Ketenagakerjaan menegaskan, pihak yang memutuskan perjanjian kerja waktu tertentu berkewajiban membayar ganti rugi sebesar upah pekerja hingga habis masa perjanjian kerja.

 

Apakah dalam perkara ini pilot harus membayar ganti rugi kepada perusahaan? Mari kita simak dulu. Setelah ditelusuri, ternyata perjanjian kerja para pilot ditandatangani sebelum lahir UU Ketenagakerjaan.

 

Dihubungi terpisah, pengajar Hukum Perburuhan Universitas Trisakti, Yogo Pamungkas berpendapat bahwa seharusnya semua perjanjian kerja dibuat berdasarkan UU Ketenagakerjaan. Perjanjian kerja yang lahir sebelum undang-undang, kata Yogo, harus segera disesuaikan. Jangankan peraturan kerja. Peraturan lain seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri dan lain-lain saja harus disesuaikan dengan undang-undang yang baru, tandasnya.

 

Dengan demikian maka perjanjian kerja antara pilot dengan perusahaan harus disesuaikan. Faktanya, berdasarkan versi penggugat, hingga para pilot mengundurkan diri, perusahaan tidak pernah menawarkan perjanjian baru. Karenanya Zenery merasa perjanjian kerja waktu tertentu yang dibuat antara pilot dengan perusahaan adalah cacat hukum. Dan karena penggugat telah menjalani pekerjaan sesuai perintah kerja dan mendapatkan upah, maka penggugat adalah pekerja tetap yang berhak atas uang penggantian hak jika mengundurkan diri, tegasnya.

Entah takdir atau kebetulan belaka. Profesi penerbang alias pilot di Indonesia ternyata menyimpan persoalan ketenagakerjaan tersendiri. Masalah di beberapa perusahaan penerbangan hampir sama. Mulai dari masa kontrak hingga hak dan kewajiban pilot jika mengundurkan diri di tengah masa kontraknya.

 

Februantino dan belasan mantan pilot Adam Air malah sedang berurusan di meja hijau. Mereka digugat di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat oleh perusahaan karena dianggap wanprestasi setelah mengundurkan diri sebelum masa kontrak berakhir. Hakim di tingkat pertama memutuskan bahwa pilot terbukti telah ingkar janji. Saat ini kedua pihak sedang melakukan upaya hukum banding.

 

Pengalaman yang menimpa Februantino dkk itu ternyata juga menimpa perusahaan penerbangan yang lain, yaitu Lion Air. Di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta, perusahaan Lion Air sedang berseteru dengan mantan pilotnya. Pangkal masalah perkara ternyata mirip dengan yang terjadi di Adam Air.

 

Perkara ini bermula ketika para pilot dan co-pilot yaitu, Happy Nugroho Priyadi (Penggugat I), Ario Wibisono (Penggugat II), Y. Jurry Soeryo Wiharko (Penggugat III) dan Johanes Edward Manurung (Penggugat IV) masing-masing mengajukan permohonan mengundurkan diri. Penggugat II mengajukan surat pengunduran diri pada 1 Oktober 2005 dan Penggugat I melalui surat tertanggal 23 Februari 2006. Sementara penggugat III dan IV mengundurkan diri pada 8 September 2006.

 

Para penggugat mengundurkan diri setelah merasa situasi dan kondisi di dalam perusahaan sudah tidak kondusif lagi. Para pilot ini tidak memiliki hak cuti layaknya hak yang dimiliki pekerja. Bahkan ada fakta terjadinya pengurangan upah, kata Zenery Perangin-angin, kuasa hukum penggugat kepada hukumonline di PHI pada Kamis (25/4).

Halaman Selanjutnya:
Tags: