Agar Tidak Digugat Konsumen, Operator Telepon Harus Transparan
Berita

Agar Tidak Digugat Konsumen, Operator Telepon Harus Transparan

Operator diminta untuk beriklan secara elegan untuk meminimalisasi kemungkinan tuntutan hukum dari konsumen.

Sut
Bacaan 2 Menit
Agar Tidak Digugat Konsumen, Operator Telepon Harus Transparan
Hukumonline

 

Sebelumnya, Basuki yang juga menjabat Ketua BRTI, sempat berkirim surat kepada seluruh direktur utama operator telekomunikasi di Tanah Air. Surat bernomor 47/BRTI/III/2008 tanggal 4 April 2008 itu, intinya meminta klarifikasi, terkait maraknya iklan tarif murah. Namun, kata dia, belum semua operator telekomunikasi mengklarifikasi iklan yang ditayangkan.

 

Selain itu, Ditjen Postel juga mengundang sejumlah pihak untuk membahas iklan yang sempat meresahkan masyarakat pengguna telepon selular dan CDMA. Para pihak yang diundang adalah Masyarakat Telematikan Indonesia (Mastel), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) dan Indonesian Telecommunication User Group (IDTUG).

 

Dari pertemuan itu disimpulkan, tarif yang ditawarkan operator telekomunikasi di sejumlah media,  baik cetak maupun elektronik, dinilai tidak memberikan informasi yang lengkap. Akibatnya, sering terjadi misinterpretasi di kalangan konsumen, melampaui batas etika dan tidak memberikan nilai pendidikan bagi masyarakat. Kondisi itu, kata mereka, dianggap berpotensi melanggar aturan UU Perlindungan Konsumen.

 

UU Perlindungan Konsumen

Pasal 10

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:

a)     harga atau tarif suatu barang dan /atau jasa.

b)     kegunaan statu barang dan /atau jasa.

c)     kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas statu barang dan /atau jasa.

d)     tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.

e)     bahaya penggunaan barang dan atau jasa.

Pasal 17 ayat (1)

Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:

a)     mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa.

b)     mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa.

c)     memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa.

d)     tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa.

e)     mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan.

f)       melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

 

Promosi iklan layanan telekomunikasi tetap harus mengindahkan ketentuan dan etika yang berlaku. Karena diperkirakan kompetisi ini akan tetap berlanjut, meski tarif dasar baru telah ditetapkan oleh Depkominfo (Departemen Komunikasi dan Informasi, red), tandas Basuki.

 

Wakil Ketua Mastel Mas Wigrantoro Roes Setyadi mengatakan, perang iklan antar operator telekomunikasi pada kenyataannya tidak menurunkan tarif telepon itu sendiri. Operator cenderung tidak menurunkan tarif. Mereka cuma membuat asumsi lebih murah saja, ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta belum lama ini. Alasannya, kata dia, dengan harga yang tak jauh beda dari sebelumnya, pelanggan bisa menelpon lebih lama dari biasanya.

 

Pengamat kebijakan publik ini pun menilai, aktivitas pemasaran tentang tarif masih belum menyentuh edukasi pelanggan. Intinya, kata dia, iklan itu hanya sekedar mencari pelanggan baru saja.

 

Ketua Umum YLKI Husna Zahir meminta konsumen lebih jeli dalam melihat sebuah iklan dan jangan terpengaruh menjadi konsumtif. Hal ini mengingat dalam promosi tarif murah terdapat syarat dan ketentuan berlaku. Menurutnya, syarat dan ketentuan berlaku harus diberikan dalam kemasan informasi yang seimbang.

 

Ketatnya kompetisi di sektor telekomunikasi nasional saat ini sudah tak dapat dipungkiri. Kondisi ini sudah barang tentu berimbas pada perang tarif telepon. Apalagi kalau bukan murah-murahan tarif antar operator telepon selular dan CDMA (Code Division Multiple Access). Parahnya lagi, kompetisi itu sudah menjurus pada perang iklan.

 

Sejumlah penyelenggara telekomunikasi berlomba-lomba mengiklankan produknya sebagai tarif yang paling minim. Namun, iklan itu diduga menyesatkan. Ujung-ujungnya konsumen lagi yang dibuat bingung dan dirugikan dengan keberadaan iklan yang hampir setiap hari menghiasi stasiun teve itu, media cetak, elektronik, dan iklan luar ruang.

 

Memang, kompetisi iklan antar operator telekomunikasi di satu sisi memberi keleluasaan konsumen untuk memilih produk dengan tarif yang murah. Namun, di sisi lain justru menimbulkan kekecewaan, lantaran syarat yang ditentukan masing-masing operator. Syarat inilah yang menurut aduan masyarakat ke Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Ditjen Postel) dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), tidak disampaikan secara transparan dan proposional oleh operator telekomunikasi.

 

Maraknya iklan tarif murah tanpa disertai informasi yang lengkap, juga disesalkan Ditjen Postel. Otoritas telekomunikasi itu mengingatkan para operator telekomunikasi agar berhati-hati dalam berpromosi. Jangan sampai yang diiklankan berbeda dengan kenyataan, ujar Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar, Rabu (9/4).

 

Ia menginstruksikan, operator telekomunikasi agar memperhatikan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU No. 8/1999). Terutama, mengenai kewajiban untuk memberikan informasi yang benar tentang tarif, kondisi dan tawaran potongan harga (diskon) dari produk yang ditawarkan. Instruksi ini, kata dia, bukan hanya melindungi kepentingan konsumen. Tapi, ditujukan juga kepada para operator telekomunikasi dari kemungkinan upaya hukum (legal action) yang dilayangkan konsumen, yang kecewa dengan iklan tarif telepon yang menyesatkan tersebut.

Tags: