Pengadilan Singapura Tolak Gugatan Beckkett
Utama

Pengadilan Singapura Tolak Gugatan Beckkett

Alasannya, tidak ditemukan bukti adanya konspirasi dalam penjualan saham milik Adaro oleh Deutsche Bank. Namun, hakim menyatakan Deutche Bank tidak hati-hati dalam penjualan saham itu.

Sut/ISA
Bacaan 2 Menit
Pengadilan Singapura Tolak Gugatan Beckkett
Hukumonline

 

Dalam kesimpulannya, Kan Ting menyatakan gugatan Beckkett terhadap penjualan saham Adaro, PT Indonesia Bulk Terminal (IBT) dan PT Asminco Bara Utama (Asminco) tidak berdasar. Alasannya, Beckkett gagal membuktikan bahwa Deustche Bank telah menjual saham Adaro di bawah harga pasar.

 

Namun demikian, lanjutnya, Beckkett dapat menggunakan dalil tidak hati-hatinya Deutsche Bank dalam menjual saham sebagai pembelaan, jika Deutsche Bank kekurangan hasil penjualan saham untuk melunasi hutang Asminco.

 

Deutsche Bank sendiri,  kata Kan Ting, saat pembuktian memilih untuk tidak meneruskan pembelaan maupun gugat baliknya. Oleh karena itu, lanjutnya, gugat balik Deutsche Bank pun ditolak.

 

Ia menambahkan, kalaupun Deutsche Bank melanjutkan gugatan baliknya itu, maka bank itu akan menghadapi beragam kesulitan. Terutama, adanya fakta bahwa bank asal Jerman itu tidak mengupayakan valuasi atau penilaian harga saham Adaro, IBT dan Asminco. Apalagi, lanjut Kan Ting, Deutsche Bank menjual saham-saham itu secara di bawah tangan (private sale) tanpa adanya pemberitahuan kepada calon pembeli lainnya.

 

Meski menolak gugatan Beckkett, namun hakim tetap memutuskan agar Deutsche Bank membayar denda sebesar S$1,000 (sekitar US$ 665) kepada Beckkett. Denda itu lebih rendah dibanding tuntutan yang ada dalam gugatan. Menurut hakim, sanksi denda dikenakan lantaran Deutsche Bank tidak menjalankan prinsip kehati-hatian saat melakukan penjualan saham Adaro kepada Dianlia. Namun, Becket dianggap gagal membuktikan bahwa nilai penjualan itu dibawah nilai sebenarnya.

 

Berawal dari gadai saham

Syahdan, perkara ini mencuat ketika Deutsche Bank menjual saham Adaro yang dijaminkan oleh Asminco. Penjualan saham ini lantaran Asminco tidak dapat melunasi kewajibannya utangnya (default) sebesar USD 100 juta kepada Deutsche Bank, hingga jatuh tempo pada Agustus 1998.

 

Penjualan ini adalah buntut dari perjanjian pinjaman yang dikucurkan oleh Deutsche Bank kepada perusahaan patungan milik Sukanto dan Hashim Djojohadikusumo, itu pada 24 Oktober 1997.

 

Dalam perjanjian itu, Asminco menyertakan saham Adaro dan IBT sebagai jaminan. Selain itu, dijaminkan pula saham PT Swabara Mining and Energy (SME) milik Beckkett dan saham Asminco milik SME. Asminco merupakan pemilik 40% saham Adaro. Sementara Beckkett merupakan pemilik tidak langsung Asminco lewat SME.

 

Karena tidak dapat mengembalikan utangnya hingga batas waktu yang ditentukan, Deutsche Bank akhirnya pada 6 Desember 2001 mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Lima hari berselang, PN Jakarta Selatan menetapkan Deutsche Bank dapat melaksanakan eksekusi gadai saham dengan melakukan penjualan di bawah tangan. Alasannya, permohonan itu sudah sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

 

Pada 15 Februari 2002, PN Jakarta Selatan menetapkan pelaksanaan cara eksekusi. Di saat yang bersamaan, Deutsche Bank menjual 40% saham Adaro kepada Dianlia senilai US$ 46 juta.

 

Tentu saja penjualan ini dipersoalkan oleh Beckkett. Selain mengklaim penjualan itu dilakukan tanpa sepengetahuan pihaknya, Beckkett juga menuding Deutcshe Bank telah melakukan konspirasi dengan Dianlia lantaran menjual saham dengan harga yang terlewat murah. Untuk itu, Beckkett meminta Deutsche Bank untuk mengembalikan sahamnya di Adaro atau setidaknya membayar ganti rugi sebesar US$ 133 juta.

 

Pada bulan yang sama, Beckkett mengajukan gugatan terhadap Deutsche Bank di PN Jakarta Selatan. Namun, gugatan itu pada akhrinya dicabut, sebelum sidang pertama dimulai. Beckkett kemudian mengajukan upaya hukum ke Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta untuk minta permohonan pembatalan penetapan eksekusi saham.

 

Di PT Jakarta, permohonan Beckkett dikabulkan. Putusan tanggal 25 Februari 2005 itu membatalkan penetapan PN Jaksel. Pasalnya, PT Jakarta menilai penetapan yang dikeluarkan oleh PN Jakarta Selatan tidak sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Dengan demikan, maka eksekusi gadai saham Asminco di IBT dan Adaro dan saham Beckkett di SME, serta saham SME di Asminco, batal demi hukum.

 

MA pernah ikut bersuara

Pembatalan ini kemudian dikuatkan dengan keluarnya surat Mahkamah Agung (MA) tanggal 3 Maret 2006. Dalam surat itu dinyatakan, penetapan PN Jaksel dibatalkan demi hukum. Alasannya, kasus itu merupakan kasus gugatan (contentieuse jurisidictie) dan bukan kasus permohonan (voluntaire jurisdictie). Isi surat itu menegaskan, jika ada pihak yang merasa dirugikan dengan penetapan PN Jaksel tersebut, maka dapat mengajukan gugatan.  

 

Ketua Muda Bidang Perdata MA, Harifin A. Tumpa saat kasus ini mencuat pernah mengemukakan seandainya ada perselisihan antara kreditor dan debitor, eksekusi saham yang dijaminkan harus menunggu putusan pengadilan yang menyatakan debitor wanprestasi terlebih dahulu.

 

Ia juga menggarisbawahi seandainya ada sengketa, kreditor tidak bisa melakukan eksekusi saham dengan berpegangan pada penetapan pengadilan. Setelah dinyatakan wanprestasi, pengadilan akan menghukum debitor. Nah, pembayarannya itu tidak harus dengan saham, bisa yang lain. Tapi dalam hal debitor hanya memiliki saham, maka saham itu yang harus dijual, tuturnya saat itu.

 

No comment!

Terhadap putusan ini, kuasa hukum Beckkett, Todung Mulya Lubis mengaku belum menerima salinan putusan MA Singapura itu. Namun, Todung mengetahui kalau kliennya kalah dalam kasus ini. Saya dengar memang putusannya begitu, tetapi saya belum bisa komentar, sebab saya belum baca isi putusannya, terang pendiri Lubis, Sentosa & Maulana Law Officess ini.

 

Senada dengan Todung, kuasa hukum Beckkett lainnya, Lucas juga belum mengetahui isi dari putusan tersebut. Jika benar Beckkett gugatannya dibatalkan, tentunya kita akan melakukan upaya hukum lainnya, tegas Managing Partners Lucas SH & Partners ini.

 

Sementara itu, juru bicara Deutsche Bank, Michael West menyambut gembira putusan itu. Dalam siaran persnya sebagaimana dikutip beberapa media masa, dia mengungkapkan keputusan itu sepenuhnya mengukuhkan Deutsche Bank secara hukum, serta tindakannya untuk mendapatkan pembayaran atas utang yang telah jatuh tempo. Kepastian hak kreditor ini akan disambut oleh komunitas perbankan secara luas, imbuhnya.

Taipan Sukanto Tanoto nampaknya harus menelan pil pahit. Usahanya untuk merebut kepemilikannya dalam PT Adaro Indonesia (Adaro) melalui Beckkett Pte Ltd harus kandas di Singapura. Kekecewaan ini muncul saat The High Court of The Republic of Singapore, yang merupakan bagian dari Mahkamah Agung Singapura menolak gugatan Beckkett Pte Ltd terhadap Deutsche Bank AG dan PT Dianlia Setyamukti (Dianlia).

 

Dalam putusan No. 326 of 2004/Q tertanggal 21 September 2007 yang diperoleh hukumonline, Hakim Kan Ting Chiu yang memutus perkara itu mengatakan tidak menemukan adanya bukti konspirasi dalam penjualan 40% saham Adaro oleh Deutsche Bank kepada Dianlia, seperti yang dituduhkan perusahaan asal Singapura itu.

 

Sebelumnya, Dianlia sendiri tidak dimasukkan dalam gugatan. Baru pada 28 Februari 2005 atau 3 tahun lebih setelah eksekusi gadai saham dilakukan, Beckkett mengubah gugatannya. Tidak hanya terhadap Deutsche Bank, Beckkett juga mengikutsertakan perusahaan milik Edwin Soeryadjaya itu sebagai tergugat di MA Singapura.

Tags: